Marga: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (- asal-usul + asal usul )
k clean up, replaced: merubah → mengubah using AWB
Baris 4:
== Marga dalam Suku Batak ==
{{gabung|Marga Batak}}
Marga menjadi identitas dalam masyarakat dan adat. Marga diturunkan dari ayah kepada anak-anaknya (''[[patriarchal]]'').<ref name="Rob"/> Marga turun-temurun dari /jika Batak maka ''oppu''/kakek kepada ''ama''/bapak, kepada anak, kepada ''pahompu''/cucu, kepada ''nini''/cicit dst.<ref name="Rob"> W. Hutagalung,___ ''Adat Taringot Tu Ruhut-ruhut ni Pardongan Saripeon di Halak Batak'', Jakarta: N.V Pusaka. hal, 17. </ref>. Marga lebih sering digunakan daripada nama, biasanya nama disingkat saja, contoh: Hamonangan Marbun lebih sering menjadi H. Marbun.<ref name="B"/>
 
Teman semarga (satu marga) di sebut “''dongan tubu''/golongan-golongan seperut” atau satu keturunan, yang ikatan persekutuanya secara terus menyatukan diri dalam komunitas marganya, <ref name="Lothar"> Lothar Schreiner. 1965, ''Telah Kudengar dari Ayahku'', Jakarta: BPK Gunung Mulia. hal 46</ref>. Contoh: persekutuan marga Marbun, persekutuan marga Sihite Se-Jabodetabek dll.<ref name="B"/>
Menurut adat orang batak setiap orang harus mengenal silsilah/''tarombo'' marganya sendiri (marga dan nomor urut dari silsilah marga tersebut), selain itu ia juga wajib mempelajari silsilah marga istrinya.<ref name="B">B Pasaribu, 2003, ''Adat Batak'', Jakarta: Yayasan Obor. ISBN-979-98046-0-4. hal 46-47.</ref>. Karena prinsipnya semua orang yang semarga dengan istrinya adalah ''hula-hula''/semarga dengan istri, supaya ia tahu dan memahami di mana kedudukanya.<ref name="Tobing"/> Adalah hal yang memalukan jika menyalahi ketentuan adat, seperti memerintah hula-hula mengerjakan sesuatu yang harus dikerjakan boru (ibu)-nya.<ref name="Tobing">Lumban Tobing, 1992''Makna Wibawa Jabatan dalam Gereja Batak'' Jakarta: BPK Gunung Mulia. hal.32</ref>.
 
== Etimologi Marga ==
 
Secara [[etimologi]], kata [[marga]] ini diyakini berasal dari cakap([[bahasa]]) [[Karo]], yang dimana awalnya berbunyi [[merga]] dari akar kata [[meherga]] dan [[mehaga]](bunyi r setara dengan h atau r=h) yang berarti berharga dan mulia dalam arti berkuasa. Berharga, karena mereka dipandang sebagai turunan dari individu ataupun kelompon yang terpandang dan berkuasa, sehingga dinamai [[Si Merga]] ataupun Si Meherga ataupun [[Si Mehaga]].
<br/>
Me = sangat, lebih, ataupun unggul.<br/>
Baris 29:
mbaca = menjadi baca<br/>
<br/>
Dalam turi-turin([[tradisi]]) Karo dikatakan, [[suku Karo| Karo]] adalah [[suku asli]] yang mendiami wilayah yang meliputi seluruh bekas daerah Kresidenan [[Sumatera Timur]], [[dataran Tinggi Karo]], sebagian wilayah [[Dairi]], serta beberapa wilayah di [[Aceh Tenggara]] yang diyakini ber-nenek moyangkan [[Aroe]](Karo). Keturunan dari nenek moyang Karo inilah yang kemudian menjadi [[Sibayak]](raja, penguasa, si kaya, bangsawan, gelar bangsawan Karo, mungkin sama halnya dengan[[borjuis]] di [[Perancis]]) di wilayah-wilayah Karo yang disebut [[Taneh Karo Simalem]], yang didalam kebiasaan masyarakat Karo dipanggil dengan sebutan Si Meherga ataupun, Si Mehaga (sama halnya dalam penuturan [[bahasa Indonesia]] untuk menunjuk penguasa, yakni [[Yang Mulia]]), yang kemudian menjadi Si Merga dari asal kata “me[-h-]erga” ataupun “mehaga” yang berarti berharga, mulia, agung, berkuasa, dlsb. Selanjutnya masih dalam tradisi yang sama, Si Merga ini kemudian memiliki lima orang anak, yanki [[Karo-karo]], [[Ginting]], [[Tarigan]], [[Sembiring]], dan [[Peranginangin]]. Kemudian kelima anak Si Merga ini dipanggil dengan sebutan [[Merga Silima]](kelima merga/marga). Dan, itulah diyakini awal terbentuknya [[marga]], ataupun diyakini embrio dari seluruh marga.<br/>
 
Namun, muncul pertanyaan. Mengapa etimologi “marga” diambil dari Cakap Karo (merga) dan “merga” berubah menjadi marga? Asumsi: kata merga yang awalnya berasal dari kata meherga(h-nya hilang), ataupun mehaga(bunyi r dan h hampir sama: Prof. H. G. T), sehingga menjadi merga juga, seiring waktu dan dialek-dialek diberbagai wilayah diyakini turut dalam merubahmengubah dan membentuk kata merga/mehaga ini menjadi marga.
<br/>
Mengenai cakap Karo, bahasa ini belum banyak mengalami perubahan, sehingga masih belum terasing dari bahasa Indonesia([[Melayu]]) asli ([[R. Brandstetter, Ph. D]] : “[[Root and Word]]”). Perhatikan berikut ini!
Baris 57:
[[bekerah]] di Karo = berubah dan menghilang bunyi h-nya di Toba menjadi Bakara<br/>
<br/>
Mungkin akibat dari ini, kata meherga di Karo yang berarti berkuasa(keturunan) menjadi marga di Toba(Batak). Dimana bunyi [[e]] di Indo/Karo berubah menjadi [[a]] atau terkadang [[o]] di Toba, serta bunyi [[h]] yang asli di Indo/Melayu masih ada di Karo, tetapi hilang di Toba. <br/>
 
Dan, mengapa kajian ini diperbandingkan antara bahasa Karo dan Toba? Ya, mengingat dikedua kelompok(Karo dan Toba) inilah paling kuat tradisi akan asal usul dari merga/marga yang dalam pergaulan sehari-hari dipandang sebagai klan-klan hubungan darah dalam konteks satuan etnis.
Baris 71:
1. binatang liar/marga satwa(tidak diternakan)
2. kelompok kekerabatan yg eksogam dan unilinear, baik secara matrilineal maupun patrilineal;
3. bagian daerah (sekumpulan dusun) yg agak luas (di Sumatra Selatan);
 
-- ketip marga yg bertugas membacakan doa (di Lampung)
Baris 77:
source: kbbi3
n Bio
4. satuan taksonomi di antara suku dan jenis, serta merupakan wadah yg mempersatukan jenis-jenis yg erat hubungannya, huruf depan nama marga ditulis dng huruf kapital dan selalu tercantum dl nama jenis;
 
-- khusus marga yg sengaja diciptakan untuk menampung sebagian dr jenis khusus; -- monotipe marga yg hanya mempunyai satu jenis
Baris 84:
noun
5. jalan; dasar (yg dipakai sbg pegangan hidup, bekerja, dsb)
 
 
http://wiki-indonesia.club/wiki/Marga
Baris 114 ⟶ 113:
* [[Marga Minahasa]]
* [[Marga di Lampung]]
 
{{sosio-stub}}
 
[[Kategori:Sosiologi]]
 
 
{{sosio-stub}}
 
{{Link FA|vi}}