Sepatnunggal, Majenang, Cilacap: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Penggantian teks otomatis (- asal-usul + asal usul ) |
Wagino Bot (bicara | kontrib) k perbaikan posisi templat stub |
||
Baris 17:
== Keadaan geografis ==
Sepatnunggal adalah daerah pegunungan yang terdiri dari perbukitan kecil (dengan kemiringan landai sampai terjal) yang membujur dari Utara ke Selatan yang merupakan lereng dari pegunungan Kendeng. Berada pada ketinggin kira-kira
Ada Bukit yang sangat indah yang bentuknya menyerupai punden berundak, namanya "Pasir Ekek" (dalam Bahasa Indonsia = "Bukit Betet")--tidak diketahui asal usul penamaannya. Letaknya persis di tengah-tengah desa, bentuknya seperti punggung kuda, diapit dua Sungai / Kali.
Di bagian Selatan ada lembah subur dan indah yang landai luasnya kurang lebih 20 ha yang berupa persawahan dan perkampungan, sebelah Baratnya dilalui sungai Cijalu yang berarus deras (bermata air di Gunung Padontelu / Pojok Tiga), yang airnya digunakan untuk irgasi. Dari persawahan di lembah inilah sebagian besar penduduk desa memanen padi. Dicurigai lembah ini sebagai "Lokasi Yang Dilindungi" (oleh Mahluk Ghaib / Jin) dengan pusatnya di "Kampung Larangan", "Kampung Dana Warih" dan Kampung Wangen" yang disangga oleh kampung-kampung lain yaiut : Utara "Kampung Babakan, Selatan "Kampung Leuwi Panjang" dan "Kampung Kutangsa". Tandanya adalah : bila pendatang berbuat tidak baik di daerah ini, maka ia hanya bisa pulang setelah tertangkap; dan bila penduduk asli yang berbuat jahat sehingga mencemarkan nama baik penduduk kampung, maka disadari atau tidak ia akan "dijauhkan" atau "menjauh dengan sendirinya". Semoga benar.
Sepatnunggal merupakan jalur strategis karena dilalui jalan utama yang menghubungkan beberapa desa di atasnya (Sadahayu, Sadabumi, Pangadegan dan Cibeunying). Banyak mata air sehingga hampir sepanjang tahun tahun tidak kekurangan air bersih.
Baris 27:
== Penduduk ==
Penduduk asli desa Sepatnunggal adalah keturunan Sunda / berbicara Bahasa
Bahasa sehari-hari (Bahasa Ibu) mereka adalah Bahasa Sunda dengan logat agak kasar dan banyak kosa kata yang berbeda(dibanding dengan Bahasa Sunda Tasik Malaya atau Garut). Tidak ada yang tahu sejak kapan dan kenapa terjadi perbedaan berbahasa Sunda di daerah ini dengan daerah Kota-kota di Jawa Bagian Barat. Dan perlu diketahui
Sampai dengan tahun 1970-an masyarakat wilayah ini bisa dibilang sangat terisolasi karena akses menunju ke kota kecamatan (Majenang) sangat sulit (jalan tanah sempit, terjal dan licin bila hujan) yang hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki hampir selama 3,5 jam. Baru pada tahun 1980-an jalan yang menghubungkan desa Sepatnunggal dengan Kec. Majenang dilebar dan diaspal.
Baris 35:
== Kebudayaan dan kepercayaan ==
Dalam segi budaya khususnya di bidang seni musik dan suara lebih banyak megadop budaya Sunda, seperti wayang Golek, Reog Sunda (ngabodor) dan Jaipongan. Tradisi masyarakat dalam berpakaian dan "ritual hajatan" untuk meramaikan/merayakan dalam rangka perkawinan atau "sunatan" masih dilakukan secara "adat Sunda".
Walaupun hampir semuanya mengaku muslim tapi dalam ritual keagamaan dan adat, masyarakat masih banyak dipengaruhi oleh Budaya Hindu, seperti membuat sesaji dan masih kuatnya faham animistis dan dinamistis. Adalah biasa bagi sebagian mereka bila ziarah kubur melakukan pembakaran kemenyan, membawa sesaji dan menyampaikan suatu permintaan kepada "Ahli Kubur" layaknya minta kepada Tuhan. Dalam peristiwa adat pelaksanaannya masih dipimpin oleh "Kokolot" (Pemangku Adat). Dan untuk Lokasi tertentu yang dikeramatkan selalu ada "Juru Kunci"-nya.
Baris 41:
Sebagian besar anak muda sudah mulai meninggalkan upacara-upacara adat, dan berfikir lebih rasional dalam memandang dan memilih yang dianggap sakral.
Ada beberapa musholla (disebutnya "Langgar") tapi sedikit jama'ahnya untuk berjama'ah "salat lima waktu" dan sampai tahun 1980-an hampir semua penduduk tidak melakukan Rukun Islam, kecuali membaca "Syahadat" (atas tuntunan penghulu nikah) saat akan akan melakukan pernikahan. Setelah tahun 1980an ada da'wah yang dilakukan oleh penduduk asli (yang telah belajar di pesantren) dan ada pula yang dilakukan oleh para pendatang (biasanya guru agama Islam di sekolah dasar), dan sejak itu sebgian penduduk mulai melaksanakan Salat dan Puasa [[Ramadhan]]. Di beberapa
== Perekonomoian ==
Baris 55:
Dari desa ini (sejak tahun 1980an) sudah ada yang meneruskan pendidikan di perguruan tinggi, bahkan ada yang sampai jenjang S2 dan sejak tahun 2000-an sudah ada yang menyelesaikan pendidikan S3 di Jepang.
{{Majenang, Cilacap}}▼
▲{{Majenang, Cilacap}}
{{kelurahan-stub}}
|