Tjipto Mangoenkoesoemo: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
kTidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1:
{{Infobox Person
[[Berkas:Cipto mangunkusumo.jpg|thumb|[http://tokohindonesia.com Dokter Tjipto M.]]]▼
|name=[[Dokter|dr]]. Tjipto Mangoenkoesoemo
'''Dr. Cipto Mangunkusumo''' atau '''Tjipto Mangoenkoesoemo''' ([[Pecangakan]], [[Ambarawa, Semarang]], [[1886]] – [[Jakarta]], [[8 Maret]] [[1943]]) adalah seorang tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia. Bersama dengan [[Ernest Douwes Dekker]] dan [[Ki Hajar Dewantara]] ia dikenal sebagai "Tiga Serangkai" yang banyak menyebarluaskan ide pemerintahan sendiri dan kritis terhadap pemerintahan penjajahan [[Hindia Belanda]]. Ia adalah tokoh dalam ''[[Indische Partij]]'', suatu organisasi politik yang pertama kali mencetuskan ide pemerintahan sendiri di tangan penduduk setempat, bukan oleh [[Belanda]]. Pada tahun 1913 ia dan kedua rekannya diasingkan oleh pemerintah kolonial ke Belanda akibat tulisan dan aktivitas politiknya, dan baru kembali 1917. ▼
|birth_date= [[1883]]
|birth_place= [[Berkas:Flag of the Netherlands.svg|border|25px|link=Hindia-Belanda|Hindia-Belanda]] [[Pecangakan]], [[Ambarawa, Semarang]], [[Hindia-Belanda]]
|dead=dead
|death_date= {{death date and age|1943|3|8|1883|0|0|mf=y}}
|death_place= [[Berkas:Merchant flag of Japan (1870).svg|border|25px|link=Masa pendudukan Jepang]] [[Kota Jakarta|Jakarta]], [[Masa pendudukan Jepang]]
|occupation= [[Politikus]], [[Aktivis]], [[Penulis]], [[Priyayi]]
|spouse=
}}
▲'''
Dokter Cipto menikah dengan seorang [[Indo]] pengusaha [[batik]], sesama anggota organisasi ''[[Insulinde]]'', bernama Marie Vogel pada tahun 1920.
Baris 9 ⟶ 20:
== Perjalanan hidup ==
Cipto Mangunkusumo dilahirkan pada 4 Maret 1886 di desa Pecagakan, [[Jepara]]. Ia adalah putera tertua dari Mangunkusumo, seorang priyayi rendahan dalam struktur masyarakat Jawa. Karier Mangunkusumo diawali sebagai guru [[bahasa Melayu]] di sebuah sekolah dasar di [[Ambarawa]], kemudian menjadi kepala sekolah pada sebuah sekolah dasar di Semarang dan selanjutnya menjadi pembantu administrasi pada Dewan Kota di Semarang. Sementara, sang ibu adalah keturunan dari tuan tanah di [[Mayong, Jepara]].
Meskipun keluarganya tidak termasuk golongan priyayi birokratis yang tinggi kedudukan sosialnya, Mangunkusumo berhasil menyekolahkan anak-anaknya pada jenjang yang tinggi. Cipto beserta adik-adiknya yaitu Gunawan, Budiardjo, dan Syamsul Ma’arif bersekolah di [[
== Pendidikan ==
Ketika menempuh pendidikan di
Beberapa Peraturan-peraturan di Stovia menimbulkan
▲Ketika menempuh pendidikan di Stovia, Cipto mulai memperlihatkan sikap yang berbeda dari teman-temannya. Teman-teman dan guru-gurunya menilai Cipto sebagai pribadi yang jujur, berpikiran tajam dan rajin. “Een begaafd leerling”, atau murid yang berbakat adalah julukan yang diberikan oleh gurunya kepada Cipto. Di Stovia Cipto juga mengalami perpecahan antara dirinya dan lingkungan sekolahnya. Berbeda dengan teman-temannya yang suka pesta dan bermain, Cipto lebih suka menghadiri ceramah-ceramah, baca buku dan bermain catur. Penampilannya pada acara khusus, tergolong eksentrik, ia senantiasa memakai surjan dengan bahan lurik dan merokok kemenyan. Ketidakpuasan terhadap lingkungan sekelilingnya, senantiasa menjadi topik pidatonya. Baginya, Stovia adalah tempat untuk menemukan dirinya, dalam hal kebebasan berpikir, lepas dari tradisi keluarga yang kuat, dan berkenalan dengan lingkungan baru yang diskriminatif.
▲Beberapa Peraturan-peraturan di Stovia menimbulkan ketidak puasan pada dirnya, seperti semua mahasiswa [[Jawa]] dan [[Sumatra]] yang bukan [[Kristen]] diharuskan memakai pakaian tadisional bila sedang berada di sekolah. Bagi Cipto, peraturan berpakaian di Stovia merupakan perwujudan politik kolonial yang arogan dan melestarikan [[feodalisme]]. Pakaian Barat hanya boleh dipakai dalam hirarki administrasi kolonial, yaitu oleh pribumi yang berpangkat bupati. Masyarakat pribumi dari wedana ke bawah dan yang tidak bekerja pada pemerintahan, dilarang memakai pakaian Barat. Akibat dari kebiasaan ini, rakyat cenderung untuk tidak menghargai dan menghormati masyarakat pribumi yang memakai pakaian tradisional.
Keadaan ini senantiasa digambarkannya melalui [[De Locomotief]], surat harian kolonial yang sangat berkembang pada waktu itu, di samping [[Bataviaasch Nieuwsblad]]. Sejak tahun 1907 Cipto sudah menulis di harian De Locomotief. Tulisannya berisi kritikan, dan menentang kondisi keadaan masyarakat yang dianggapnya tidak sehat. Cipto sering mengkritik hubungan feodal maupun kolonial yang dianggapnya sebagai sumber penderitaan rakyat. Rakyat umumnya terbatas ruang gerak dan aktivitasnya, sebab banyak kesempatan yang tertutup bagi mereka.
Baris 24 ⟶ 33:
Kondisi kolonial lainnya yang ditentang oleh Cipto adalah diskriminasi ras. Sebagai contoh, orang Eropa menerima gaji yang lebih tinggi dari orang pribumi untuk suatu pekerjaan yang sama. Diskriminasi membawa perbedaan dalam berbagai bidang misalnya, peradilan, perbedaan pajak, kewajiban kerja rodi dan kerja desa. Dalam bidang pemerintahan, politik, ekonomi dan sosial, bangsa Indonesia menghadapi garis batas warna. Tidak semua jabatan negeri terbuka bagi bangsa Indonesia. Demikian juga dalam perdagangan, bangsa Indonesia tidak mendapat kesempatan berdagang secara besar-besaran, tidak sembarang anak Indonesia dapat bersekolah di sekolah Eropa.
Tulisan-tulisannya di harian De Locomotief, mengakibatkan Cipto sering mendapat teguran dan peringatan dari pemerintah. Untuk mempertahankan kebebasan dalam berpendapat Cipto kemudian keluar dari dinas pemerintah dengan konsekuensi mengembalikan sejumlah uang ikatan
Selain dalam bentuk tulisan, Cipto juga sering melancarkan protes dengan bertingkah melawan arus. Misalnya larangan memasuki sociteit bagi bangsa Indonesia tidak diindahkannya. Dengan pakaian khas yakni kain batik dan jas lurik, ia masuk ke sebuah sociteit yang penuh dengan orang-orang Eropa. Cipto kemudian duduk dengan kaki dijulurkan, hal itu mengundang kegaduhan di sociteit. Ketika seorang opas (penjaga) mencoba mengusir Cipto untuk keluar dari gedung, dengan
== Budi Utomo ==
Terbentuknya [[Budi Utomo]] pada [[20 Mei]] [[1908]] disambut baik Cipto sebagai bentuk kesadaran pribumi akan dirinya. Pada kongres pertama Budi Utomo di [[Yogyakarta]],
Dalam kongres yang pertama terjadi perpecahan antara Cipto dan [[Radjiman Wedyodiningrat]]. Cipto menginginkan Budi Utomo sebagai organisasi politik yang harus bergerak secara demokratis dan terbuka bagi semua rakyat Indonesia. Organisasi ini harus menjadi pimpinan bagi rakyat dan jangan mencari hubungan dengan atasan, bupati dan pegawai tinggi lainnya. Sedangkan Radjiman ingin menjadikan Budi Utomo sebagai suatu gerakan kebudayaan yang bersifat Jawa.
Cipto tidak menolak [[kebudayaan Jawa]], tetapi yang ia tolak adalah kebudayaan [[
Meskipun diangkat sebagai pengurus Budi Utomo, Cipto akhirnya mengundurkan diri dari Budi Utomo yang dianggap tidak mewakili aspirasinya. Sepeninggal Cipto tidak ada lagi perdebatan dalam Budi Utomo akan tetapi Budi Utomo kehilangan kekuatan
==Indische Partij==
[[Berkas:Ki Hadjar Dewantara, with Dekker and Mangunkusuma (page 40).jpg|jmpl|ki|200px|[[Ki Hadjar Dewantara]], [[Ernest Douwes Dekker|Douwes Dekker]], dan Tjipto
Setelah mengundurkan diri dari Budi Utomo, Cipto membuka praktik dokter di [[Solo]]. Meskipun demikian, Cipto tidak meninggalkan dunia politik sama sekali. Di sela-sela
Pada tahun [[1912]] Cipto pindah dari [[Solo]] ke [[Bandung]], dengan dalih agar dekat dengan Douwes Dekker. Ia kemudian menjadi anggota redaksi penerbitan harian ''de
Pada November [[1913]], Belanda memperingati 100 tahun kemerdekaannya dari [[Perancis]]. Peringatan tersebut dirayakan secara besar-besaran, juga di Hindia Belanda. Perayaan tersebut menurut Cipto sebagai suatu penghinaan terhadap rakyat bumi putera yang sedang dijajah. Cipto dan [[Suwardi Suryaningrat]] kemudian mendirikan suatu komite perayaan seratus tahun kemerdekaan Belanda dengan nama Komite Bumi Putra. Dalam komite tersebut Cipto dipercaya untuk menjadi ketuanya. Komite tersebut merencanakan akan mengumpulkan uang untuk mengirim telegram kepada [[Ratu Wilhelmina]], yang isinya meminta agar pasal pembatasan kegiatan politik dan membentuk parlemen dicabut. Komite Bumi Putra juga membuat selebaran yang bertujuan menyadarkan rakyat bahwa upacara perayaan kemerdekaan Belanda dengan mengerahkan uang dan tenaga rakyat merupakan suatu penghinaan bagi bumi putera.
Aksi Komite Bumi Putera mencapai puncaknya pada 19 Juli 1913, ketika harian De Express menerbitkan suatu artikel Suwardi Suryaningrat yang berjudul ''“Als Ik Een Nederlander Was”'' (Andaikan Saya Seorang Belanda). Pada hari berikutnya dalam harian De Express Cipto menulis artikel yang mendukung Suwardi untuk memboikot perayaan kemerdekaan Belanda. Tulisan Cipto dan Suwardi sangat memukul Pemerintah Hindia Belanda, pada [[30 Juli]] 1913 Cipto dan Suwardi dipenjarakan, pada [[18 Agustus]] 1913 keluar surat keputusan untuk membuang Cipto bersama [[Suwardi Suryaningrat]] dan [[Douwes Dekker]] ke Belanda karena kegiatan propaganda anti Belanda dalam Komite [[Bumi Putera]].
Selama masa pembuangan di Belanda, bersama Suwardi dan Douwes Dekker, Cipto tetap melancarkan aksi politiknya dengan melakukan propaganda politik berdasarkan ideologi Indische Partij. Mereka menerbitkan majalah De Indier yang berupaya menyadarkan masyarakat Belanda dan Indonesia yang berada di Belanda akan situasi di tanah jajahan. Majalah De Indier menerbitkan artikel yang menyerang kebijaksanaan Pemerintah Hindia Belanda.
Baris 52 ⟶ 61:
== Insulinde ==
Oleh karena alasan kesehatan, pada tahun [[1914]] Cipto diperbolehkan pulang kembali ke Jawa dan sejak saat itu dia bergabung dengan [[Insulinde]], suatu perkumpulan yang menggantikan Indische Partij. Sejak itu, Cipto menjadi anggota pengurus pusat Insulinde untuk beberapa waktu dan melancarkan propaganda untuk Insulinde, terutama di daerah pesisir utara pulau Jawa. Selain itu, propaganda Cipto untuk kepentingan Insulinde dijalankan pula melalui majalah Indsulinde yaitu Goentoer Bergerak, kemudian surat kabar berbahasa Belanda De Beweging, surat kabar Madjapahit, dan surat kabar Pahlawan. Akibat propaganda Cipto, jumlah anggota Insulinde pada tahun [[1915]] yang semula berjumlah 1.009 meningkat menjadi 6.000 orang pada tahun [[1917]]. Jumlah anggota Insulinde mencapai puncaknya pada Oktober [[1919]] yang mencapai 40.000 orang. Insulinde di bawah pengaruh kuat Cipto menjadi partai yang radikal di Hindia Belanda. Pada [[9 Juni 1919]] Insulinde mengubah nama menjadi Nationaal-Indische Partij (NIP).
Pada tahun 1918 Pemerintah Hindia Belanda membentuk [[Volksraad]] (Dewan Rakyat). Pengangkatan anggota Volksraad dilakukan dengan dua cara. Pertama, calon-calon yang dipilih melalui dewan perwakilan kota, kabupaten dan propinsi. Sedangkan cara yang kedua melalui pengangkatan yang dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda. Gubernur jenderal [[Van Limburg Stirum]] mengangkat beberapa tokoh radikal dengan maksud agar Volksraad dapat menampung berbagai aliran sehingga sifat demokratisnya dapat ditonjolkan. Salah seorang tokoh radikal yang diangkat oleh Limburg Stirum adalah Cipto.
Bagi Cipto pembentukan Volksraad merupakan suatu kemajuan yang berarti, Cipto memanfaatkan Volksraad sebagai tempat untuk menyatakan pemikiran dan kritik kepada pemerintah mengenai masalah sosial dan politik. Meskipun Volksraad dianggap Cipto sebagai suatu kemajuan dalam sistem politik, namun Cipto tetap menyatakan kritiknya terhadap Volksraad yang dianggapnya sebagai lembaga untuk mempertahankan kekuasaan penjajah dengan kedok [[demokrasi]].
Pada [[25 Nopember]] 1919 Cipto berpidato di Volksraad, yang isinya mengemukakan persoalan tentang persekongkolan Sunan dan residen dalam menipu rakyat. Cipto menyatakan bahwa pinjaman 12 [[gulden]] dari sunan ternyata harus dibayar rakyat dengan bekerja sedemikian lama di perkebunan yang apabila dikonversi dalam uang ternyata menjadi 28 gulden.
==Pengasingan==
[[Berkas:Ciptomangun-hospital.jpg|jmpl|ki|thumb|300px|[[Rumah
Melihat kenyataan itu, Pemerintah Hindia Belanda menganggap Cipto sebagai orang yang sangat berbahaya, sehingga [[Dewan Hindia]] (Raad van Nederlandsch Indie) pada 15 Oktober 1920 memberi masukan kepada Gubernur Jenderal untuk mengusir Cipto ke daerah yang tidak berbahasa Jawa. Akan tetapi, pada kenyataannya pembuangan Cipto ke daerah [[Jawa]], [[Madura]], [[Aceh]], [[Palembang]], [[Jambi]], dan [[Kalimantan Timur]] masih tetap membahayakan pemerintah. Oleh sebab itu, Dewan Hindia berdasarkan surat kepada Gubernur Jenderal mengusulkan pengusiran Cipto ke [[Kepulauan Timor]]. Pada tahun itu juga Cipto dibuang dari daerah yang berbahasa Jawa tetapi masih di pulau Jawa, yaitu ke [[Bandung]] dan dilarang keluar kota Bandung. Selama tinggal di Bandung, Cipto kembali membuka praktik dokter. Selama tiga tahun Cipto mengabdikan ilmu kedokterannya di Bandung, dengan sepedanya ia masuk keluar kampung untuk mengobati pasien.
Di Bandung, Cipto dapat bertemu dengan kaum nasionalis yang lebih muda, seperti [[Sukarno]] yang pada tahun [[1923]] membentuk Algemeene Studie Club. Pada tahun 1927 Algemeene Studie Club diubah menjadi [[Partai Nasional Indonesia]] (PNI). Meskipun Cipto tidak menjadi anggota resmi dalam Algemeene Studie Club dan PNI, Cipto tetap diakui sebagai penyumbang pemikiran bagi generasi muda. Misalnya
Pada akhir tahun [[1926]] dan tahun [[1927]] di beberapa tempat di Indonesia terjadi pemberontakan [[komunis]]. Pemberontakan itu menemui kegagalan dan ribuan orang ditangkap atau dibuang karena terlibat di dalamnya. Dalam hal ini Cipto juga ditangkap dan didakwa turut serta dalam perlawanan terhadap pemerintah. Hal itu disebabkan suatu peristiwa, ketika pada bulan Juli 1927 Cipto kedatangan tamu seorang [[militer ]]pribumi yang berpangkat [[kopral]] dan seorang kawannya. Kepada Cipto tamu tersebut mengatakan rencananya untuk melakukan [[sabotase]] dengan meledakkan persediaan-persediaan [[mesiu]], tetapi dia bermaksud mengunjungi keluarganya di [[Jatinegara]], [[Jakarta]], terlebih dahulu. Untuk itu dia memerlukan uang untuk biaya perjalanan. Cipto menasehatkan agar orang itu tidak melakukan tindakan sabotase, dengan alasan kemanusiaan Cipto kemudian memberikan uangnya sebesar 10 gulden kepada tamunya.
Setelah pemberontakan komunis gagal dan dibongkarnya kasus peledakan gudang mesiu di Bandung, Cipto dipanggil pemerintah untuk menghadap pengadilan karena dianggap telah memberikan andil dalam membantu anggota komunis dengan memberi uang 10 gulden dan diketemukannya nama-nama kepala pemberontakan dalam daftar tamu Cipto. Sebagai hukumannya Cipto kemudian dibuang ke [[Banda]] pada tahun [[1928]].
==Akhir Hidup==
Dalam pembuangan, penyakit asmanya kambuh. Beberapa kawan Cipto kemudian mengusulkan kepada pemerintah agar Cipto dibebaskan. Ketika Cipto diminta untuk menandatangani suatu perjanjian bahwa dia dapat pulang ke Jawa dengan melepaskan hak politiknya, Cipto secara tegas mengatakan bahwa lebih baik mati di Banda daripada melepaskan hak politiknya. Cipto kemudian dialihkan ke [[Makasar]], dan pada tahun [[1940]] Cipto dipindahkan ke [[Sukabumi]]. Kekerasan hati Cipto untuk berpolitik dibawa sampai meninggal pada [[8 Maret]] [[1943]].
== Referensi ==
Baris 99 ⟶ 108:
{{Pahlawan Indonesia}}
{{DEFAULTSORT:
{{lifetime|1886|1943|}}
|