Kerajaan Melayu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Afandri (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Afandri (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 3:
'''Kerajaan Melayu''' atau dalam bahasa Tionghoa ditulis ''Ma-La-Yu'' (末羅瑜國) merupakan sebuah nama kerajaan yang berada di [[Pulau Sumatera]]. Dari bukti dan keterangan yang disimpulkan dari prasasti dan berita dari Cina, keberadaan kerajaan yang mengalami naik turun ini dapat di diketahui dimulai pada abad ke-7 yang berpusat di [[Kerajaan Minanga|Minanga]], pada abad ke-13 yang berpusat di [[Dharmasraya]] dan diawal abad ke 15 berpusat di [[Suruaso, Tanjung Emas, Tanah Datar|Suruaso]]<ref name="Kozok06">Kozok, Uli, (2006), ''Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah: Naskah Melayu yang Tertua'', Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, ISBN 979-461-603-6.</ref> atau [[Pagaruyung]]<ref name="Munoz">Paul Michel Munoz, (2006), ''Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the Malay Peninsula''.</ref>.
 
Kerajaan ini berada di pulau ''Swarnadwipa'' atau ''Swarnabumi'' ([[Bahasa Thailand|Thai]]:''Sovannophum'') yang oleh para pendatang disebut sebagai pulau emas yang memiliki tambang emas, dan pada awalnya mempunyai kemampuan dalam mengontrol perdagangan di [[Selat Melaka]] sebelum direbutakhirnya olehterintegrasi dengan [[Kerajaan Sriwijaya]] ([[Bahasa Thailand|Thai]]:''Sevichai'') pada tahun [[682]]<ref name="Damais">Louis-Charles Damais, 1952, ''Etude d’Epigraphie Indonesienne III: Liste des Principales Datees de l’Indonesie'', BEFEO, tome 46. (merupakan terjemahan [[Pararaton]] dalam bahasa Perancis)</ref>.
 
Penggunaan kata ''Melayu'', telah dikenal sekitar tahun 100-150 seperti yang tersebut dalam buku ''Geographike Sintaxis'' karya Ptolemy yang menyebutkan ''maleu-kolon''<ref>Berggren, J. Lennart and Jones, Alexander, (2000), ''Ptolemy's Geography: An Annotated Translation of the Theoretical Chapters'', Princeton University Press, Princeton and Oxford, ISBN 0-691-01042-0.</ref>. Dan kemudian dalam kitab Hindu ''Purana'' pada zaman Gautama Buddha terdapat istilah ''Malaya dvipa'' yang bermaksud ''tanah yang dikelilingi air''.