Lakilaponto: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Arzan 88 (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Arzan 88 (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 49:
}}
 
Lakilaponto berasal dari [[Muna]] (Wuna) karena sebelum ia memerintah di [[Buton]] ia adalah Raja Muna VII, putra Raja Muna VI [[Sugi Manuru]] dengan pasangannya [[Wa Tubapala]]. Nama itu seharusnya ditulis: La Kilaponto sesuai cara penamaan orang [[Muna]] yang masih terpelihara hingga sekarang. Setelah menyerahkan tahta kerajaan [[Muna]] ke adiknya [[La Posasu]] (gelar: Kobangkuduno)
Ia selanjutnya menuju Buton karena mendengar kerajaan Buton sedang diserang oleh [[La Bolontio]] (Kapitan dari [[Banggai]], sebuah kabupaten kepulauan di [[Sulawesi Tengah]] sekarang). Dari sumber sejarah [[Kabupaten Kepulauan Selayar|Selayar]] diketahui bahwa kedatangan La KilapontoLakilaponto ke Buton atas permintaan Raja Mulae ([[Raja Buton V]]); dan selain La Kilaponto, turut pula membantu Opu Manjawari (Raja Selayar). Cerita rakyat menyebutkan bahwa [[La Bolontio]] hanya memiliki satu mata. Dalam sebuah pertarungan terbuka, La Kilaponto sempat terdesak dan jatuh ke tanah berpasir (diduga pertarungan itu dilakukan di pantai). Dalam situasi itu La KilapontoLakilaponto kemudian menendang pasir langsung mengenai mata [[La Bolontio]] dan situasi kemudian berbalik, La Kilaponto akhirnya menguasai pertarungan dan berhasil membunuh La Bolontio. Karena keberhasilannya itu, La KilapontoLakilaponto kemudian dinobatkan sebagai Raja [[Buton]] VI.
 
Di kemudian hari La Kilaponto kemudian menobatkan dirinya sebagai Sultan [[Buton]] I dengan gelar Sultan Muhammad Isa Kaimuddin Khalifatl Khamis atau lebih dikenal dengan Sultan [[Murhum]] dan mengubah bentuk pemerintahan Buton menjadi Kesultanan setelah ia memeluk agama [[Islam]]. Sejak itu Islam berkembang pesat di [[Buton]]. Nama [[Halu Oleo]] diabadikan oleh masyarkat [[Sulawesi Tenggara]] menjadi nama sebuah universitas negeri terbesar di daerah itu: [[Universitas Halu Oleo]]. Kata “Haluoleo” diambil dari nama salah seorang raja pada Kerajaan Konawe yang hidup sekitar abad tujuh belas. Haluoleo selain dikenal sebagai pemimpin yang bijak, diyakini pula sebagai ksatria yang tak kenal menyerah dan gigih membela tumpah darahnya. Secara harfiah Haluoleo berarti delapan hari dalam [[bahasa Tolaki]] – bahasa penduduk asli Kerajaan Konawe yang mendiami Kendari.