Abdul Halim dari Majalengka: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
BP79Pandu (bicara | kontrib)
ubah isi
Tag: BP2014
BP79Pandu (bicara | kontrib)
+kategori
Tag: BP2014
Baris 6:
 
== Kehidupan awal dan pendidikan ==
Sebagai anak yang dilahirkan di lingkungan keluarga [[pesantren]], Kiai Abdul Halim telah memperoleh pendidikan agama sejak balita dari keluarganya maupun dari masyarakat sekitar.<ref name="Ensiklopedi"/> Ayahnya meninggal ketika Kiai Abdul Halim masih kecil, sehingga ia banyak diasuh oleh ibu dan kakak-kakaknya.<ref name="Ensiklopedi"/> Sejak kecil Kiai Abdul Halim tergolong anak yang gemar belajar.<ref name="Ensiklopedi"/> Terbukti ia banyak membaca ilmu-ilmu keislaman maupun ilmu-ilmu kemasyarakatan.<ref name="Ensiklopedi"/> Ketika berumur 10 tahun Kiai Abdul Halim belajar [[al-Qur'an]] dan [[Hadis]] kepada K.H. [[Anwar]], yang sekaligus menjadi guru pertamanya di luar keluarganya sendiri.<ref name="Ensiklopedi"/> K.H. Anwar merupakan seorang ulama terkenal dari [[Ranji Wetan]], Majalengka.<ref name="Ensiklopedi"/> Sebagai penggemar ilmu, AbdulKiai Halim juga mempelajari disiplin ilmu lainnya, tidak pandang apakah yang menjadi gurunya sealiran ([[Islam]]) ataupun tidak, asalkan dapat bermanfaat bagi perjuangannya kelak.<ref name="Ensiklopedi"/> Hal itu terlihat ketika Kiai Abdul Halim belajar [[bahasa Belanda]] dan [[huruf latin]] kepada [[Van Hoeven]], seorang [[pendeta]] dan [[misionaris]] di [[Cideres]], Majalengka.<ref name="Ensiklopedi"/>
 
Ketika menginjak usia dewasa, Kiai Abdul Halim mulai belajar di berbagai Pondok Pesantren di wilayah Jawa Barat.<ref name="Ensiklopedi"/> Di antara pesantren yang pernah menjadi tempat belajar Kiai Abdul Halim adalah :<ref name="Ensiklopedi"/>
* [[Pesantren Lontang jaya]], [[Penjalinan]], [[Leuimunding]], [[Majalengka]], pimpinan Kiai [[Abdullah]].
* [[Pesantren Bobos]], [[Kecamatan Sumber]], [[Cirebon]], asuhan Kiai [[Sujak]].
Baris 14:
* Dan yang terakhir Abdul Halim berguru kepada K.H. [[Agus]] ,[[Kedungwangi]], [[Kenayangan]], [[Pekalongan]], sebelum akhirnya kembali memperdalam ilmunya di Pesantren Ciwedus.
 
=== DiBelajar di Mekah ===
Setelah banyak belajar di beberapa pesantren di Indonesia, Kiai Abdul Halim memutuskan untuk pergi ke [[Mekah]] untuk melanjutkan mendalami ilmu-ilmu keislaman.<ref name="Ensiklopedi"/> Di Mekah, Kiai Abdul Halim berguru kepada ulama-ulama besar di antaranya Syeikh [[Ahmad Khatib al-Minangkabawi]], seorang ulama asal [[Indonesia]] yang menetap di Mekah dan menjadi ulama besar sekaligus menjadi [[Imam]] di [[Masjidil Haram]].<ref name="Ensiklopedi"/> Selama menuntut ilmu di Mekah, Kiai Abdul Halim banyak bergaul dengan K.H. [[Mas Mansur]] yang kelak menjadi Ketua Umum [[Muhammadiyah]] dan K.H. Abdul Wahab Hasbullah yang merupakan salah seorang pendiri [[Nahdlatul Ulama]] dan Rais Am Syuriyah (Ketua Umum Dewan Syuro) Pengurus Besar organisasi tersebut setelah Kiai [[Hasyim Asy’ari]] meninggal pada tahun [[1947]].<ref name="Ensiklopedi"/> Kedekatan Kiai Abdul Halim terhadap kedua orang sahabatnya yang berbeda latar belakang antara pembaharu dan tradisional inilah yang membuatnya terkenal sebagai ulama yang amat toleran.<ref name="Ensiklopedi"/>
 
Selain belajar langsung kepada Syeikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, Kiai Abdul Halim juga mempelajari kitab-kitab para ulama lainnya, seperti kitab karya Syeikh [[Muhammad Abduh]], Syeikh [[Muhammad Rasyid Ridlo]], dan ulama pembaharu lainnya.<ref name="Ensiklopedi"/> Selain itu Kiai Abdul HakimHalim juga banyak membaca majalah [[al-Urwatul Wutsqo]] maupun [[al-Manar]] yang membahas tentang pemikiran kedua ulama tersebut.<ref name="Ensiklopedi"/>
 
== Majlis Ilmi dan Hayatul Qulub ==
 
Setelah tiga tahun belajar di Mekah, Kiai Abdul Halim kembali ke Indonesia untuk mengajar. Pada tahun [[1911]], ia mendirikan lembaga pendidikan [[Majlis Ilmi]] di Majalengka untuk mendidik santri-santri di daerah tersebut.<ref name="Ensiklopedi"/> Setahun kemudian setelah lembaga pendidikan tersebut telah berkembang, Kiai Abdul Halim mendirikan sebuah organisasi yang bernama [[Hayatul Qulub]], yang kemudian Majlis Ilmi menjadi bagian di dalamnya.<ref name="Ensiklopedi"/>
 
== MenikahPernikahan ==
Pada umur 21 tahun, Kiai Abdul Halim menikah dengan [[Siti Murbiyah]] puteri Kiai [[Ilyas]] ([[Penghulu]] [[Landraad]] Majalengka).<ref name="Ensiklopedi"/> Pernikahan mereka dikaruniai tujuh orang anak.<ref name="Ensiklopedi"/>
 
== Referensi ==
Baris 34:
 
[[Kategori:Tokoh dari Majalengka]]
[[kategori:Tanggal kelahiran 26 Juni]]
[[Kategori:Kelahiran 1887]]
[[Kategori:Tanggal kematian 7 Mei]]
[[Kategori:Kematian 1962]]
[[Kategori:Ulama Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh Jawa Barat]]
[[Kategori:Tokoh Jawa]]