Daftar sutradara Hindia Belanda: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
What a joke (bicara | kontrib) |
What a joke (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 3:
[[File:Andjar Asmara p17.JPG|upright|thumb|alt=Seorang pria berambut pendek and a bowtie menghadap kedepan.|[[Andjar Asmara]], seorang jurnalis, menjadi seorang sutradara pada tahun 1940.]]
[[File:Usmar Ismail Perfini booklet p29-restoration.JPG|upright|thumb|alt=Gambar setengah badan seorang pria berambut hitam dan berkacamata menghadap ke depan.|[[Usmar Ismail]], membuat debutnya pada tahun 1949, yang kemudian dipanggil bapak film Indonesia.{{sfn|Kurniasari 2012, Reviving}}]]
Dua puluh sembilan orang tercatat telah [[sutradara film|menyutradarai film-film fiksi]] di [[Hindia Belanda]] antara 1926, ketika L. Heuveldorp merilis ''[[Loetoeng Kasaroeng]]'', film yang pertama kali dibuat di koloni ini,{{sfn|Biran|2009|pp=61, 68}} dan 1949, ketika Belanda secara resmi mengakui kedaulatan Indonesia pasca-[[Revolusi Nasional Indonesia|revolusi empat tahun]] yang membubarkan Hindia Belanda.{{efn|Belanda menduduki Hindia selama lebih dari 300 tahun. Setelah [[pendudukan Jepang di Indonesia|tiga tahun diduduki Jepang]] sepanjang Perang Dunia II, Indonesia [[proklamasi kemerdekaan Indonesia|memproklamasikan kemerdekaannya]] tahun 1945, suatu tindakan yang tidak disambut hangat oleh Belanda {{harv|Kahin|1952|pp=29, 101, 136}}.}}{{sfn|Kahin|1952|p=445}} Tiga belas sutradara yang aktif di Hindia Belanda melanjutkan penyutradaraan film setelah 1950, termasuk [[Usmar Ismail]]: filmnya pada tahun 1950 yang berjudul ''[[Darah dan Doa]]'' umumnya dianggap sebagai film Indonesia pertama yang sesungguhnya.{{sfn|Biran|2009|p=45}}
Sutradara pertama di koloni tersebut, Heuveldorp dan [[G. Kruger]], adalah orang Eropa atau keturunan [[orang Indo|campuran]].{{sfn|Biran|2009|p=55}} Kemudian diikuti dengan [[Tionghoa Indonesia|etnis Tionghoa]] setelahnya, ketika Nelson Wong membuat debutnya pada tahun 1928 dengan ''[[Lily van Java]]'';{{sfn|JCG, Lily van Java}} sutradara Tionghoa lainnya termasuk [[Lie Tek Swie]] (1929), Joshua dan Othniel dari [[Wong bersaudara]] (1930), dan [[The Teng Chun]] (1931). Sutradara beretnis Tionghoa mendominasi sinema koloni tersebut untuk memperlihatkan eksistensinya.{{sfn|Biran|2009|pp=379-386}} Sutradara [[pribumi Indonesia|pribumi]] pertama, [[Bachtiar Effendi]], membuat debutnya pada 1932 with the talkie ''[[Njai Dasima (film 1932)|Njai Dasima]]'';{{sfn|Said|1982|p=138}} sutradara pribumi lainnya tidak tampil sampai [[Andjar Asmara]] dan [[Rd Ariffien]] membuat debut mereka pada 1940.{{sfn|Biran|2009|pp=213}}{{sfn|Filmindonesia.or.id, Rd Ariffien}}
Sutradara yang aktif di Hindia Belanda berasal dari berbagai latar belakang. Beberapa diantaranya, seperti The Teng Chun, [[Fred Young (sutradara)|Fred Young]], dan Wong bersaudara, telah memiliki minat terhadap film sejak masa muda mereka.{{sfn|Biran|2009|p=188}} Sementara yang lainnya, seperti [[Njoo Cheong Seng]] dan Andjar, memiliki latar belakang bekerja sebagai seorang pemain teater.{{sfn|Said|1982|p=29}} Yang lainnya lagi, termasuk [[Albert Balink]] dan Ismail, memiliki latar belakang bekerja sebagai seorang jurnalis.{{sfn|Biran|2009|p=155}}{{sfn|I.N.|1981|p=549}} Mereka semua pria; wanita pertama yang menyutradarai sebuah film di kepulauan Indonesia, [[Ratna Asmara]], membuat debutnya setelah Hindia Belanda dibubarkan.{{sfn|Swestin|2009|p=104}}
|