Kesultanan Pelalawan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Shaid22 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Shaid22 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 39:
 
=== Asal Usul Kerajaan Pelalawan ===
Berasal dari kata dasar "''Lalau''", yang berarti "''Cadang''", disebutlah daerah Pe-''lalau''-an atau daerah Pen-''cadang-''an (tempat yang pernah dicadangkan). Kerajaan ini merupakan sebuah Negeri yang sebelumnya bernama [[Kesultanan Tanjung Negeri|Kerajaan Tanjung Negeri]], dengandibawah pimpinan Maharaja Dinda II sebagai Rajanya ([[1720]] M - [[1750]] M), dan berdiri dibawah kekuasaan [[Sultan Johor]] (sebagai Yang Dipertuan Tinggi).
 
Diawali sekitar tahun [[1725]] M, Maharaja Dinda II memindahkan Pusat Kerajaan Tanjung Negeri dari Sungai Nilo ke Hulu Sungai Rasau. Hal ini terjadi dikarenakan wabah penyakit yang menyerang rakyat Tanjung Negeri sejak masa kekuasaan leluhurnya Maharaja Wangsa Jaya ([[1686]] M - [[1691]] M). Seiring perpindahan tersebutlah Maharaja Dinda II mengubah nama Kerajaan Tanjung Negeri menjadi '''Kerajaan Pelalawan'''.
 
=== Pertikaian Siak Sri Indrapura dan Pelalawan ===
Pada Masa Pemerintahan Maharaja Lela II ([[1775]] M - [[1798]] M), banyak kemelut yang terjadi di [[Kesultanan Johor]], yaitu iaitusisa-sisa perebutanpertikaian takhta di antara [[Raja Kecil]] dan Bendahara Padang Saujana Abdul Jalil pada tahun 1722. Bendahara Padang Saujana dan anaknya Tengku Sulaiman (kemudian menjadi Sultan Sulaiman Badrul Alam Shah Johor) berpakat dengan Bugis 5 bersaudara ([https://ms.wiki-indonesia.club/wiki/Daeng_Parani Daeng Parani], [https://ms.wiki-indonesia.club/wiki/Daeng_Marewah Daeng Merewah], [https://ms.wiki-indonesia.club/wiki/Daeng_Menambun Daeng Menambun], [https://ms.wiki-indonesia.club/wiki/Daeng_Kemasi Daeng Kemasi] dan [[Daeng Chelak]]) pada tahun 1722 untuk mengusir Raja Kecil dari takhta Johor. [[Raja Kecil]] dikalahkan dan lari ke Siak menubuhkan [[Kesultanan Siak Sri Indrapura]] yang kekuasaannya mengambil tanah bekas jajahan Johor di pulau Sumatra. Karena tidak bersedia tunduk dan mengakui kekuasaan Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah akan takhta Johor yang direbutnya, lalukarena masalah itulah Maharaja Lela II memisahkan diri dari Kekuasaan Johor. Hal ini diperkuat oleh kenyataan bahwa penguasa [[Kesultanan Johor]] bukan lagi dari keturunan leluhurnya [https://ms.wiki-indonesia.club/wiki/Sultan_Alauddin_Riayat_Shah_II Sultan Alauddin Riayat Syah II] (Malaka) tapi dari wangsa Bendahara yang merampas takhta.
 
Sehubungan dengan hal itu, [[Sayyid Ali dari Siak|Sultan Syarif Ali]] yang berkuasa diRaja [[Siak Sri Indrapura]] (1784-1811) menuntut agar Kerajaan Pelalawan mengakui [[Kesultanan Siak Sri Inderapura|Kesultanan Siak]] sebagai Yang Dipertuannya, mengingat beliau adalah pewaris sah [[Abdul Jalil Syah dari Siak|Raja Kecil]], putra [[Sultan Mahmud Shah II]] (Sultan [[Kesultanan Johor|Johor]] terdahulu). Namun Maharaja Lela II menolaknya sehingga memicu pertikaian antara Siak Sri Indrapura dan Pelalawan.
 
=== Serangan Siak Sri Indrapura ke Pelalawan ===
Dalam catatan sejarah, terdapat dua kali serangan Pasukan Besar Siak Sri Indrapura ke Pelalawan melalui air dan darat. Peristiwa ini terjadi antara tahun [[1797]] M hingga- [[1810]] M. Pada perang inilah beberapa Tokoh terkenal muncul, seperti [[Said Osman Syahabuddin]], Datuk Maharaja Sinda, Panglima Kudin dan gurunya Panglima Katan, Panglima Hitam, Hulubalang Engkok, Cik Jeboh, Panglima Garang dan sebagainya.
 
Pada masa itu, Kerajaan Siak Sri Indrapura melalui penasehat istana mereka yang bernama Said Osman Syahabuddin (Ayah dari [[Sayyid Ali dari Siak|Sultan Syarif Ali]] penguasa Siak kala itu), berencana melakukan penyerangan ke Pelalawan melalui jalur air Sungai Kampar, hal itu dilakukan mengingat benteng pertahanan Pelalawan yang terletak di kuala Sungai Mempusun. Demi mempersiapkan penyerangannya, Said Osman Syahabuddin beserta pengikutnya membuatmenyiapkan sebuah kapal perang yang bernama "Kapal Baheram", kapal besar Siak dengan rancangan militer yang kokoh.
 
Diperkirakan pada awal tahun [[1797]] M, Said Osman Syahabuddin beserta pasukannya melancarkan serangan ke Pelalawan menggunakan Kapal Baheram. Setibanya mereka di kuala mempusun, terjadilah peperangan antara pasukan Said Osman Syahabuddin yang disambut oleh Pasukan Pelalawan dibawah pimpinan Hulubalang Engkok, perang sengitpun terjadi. Pada pekan pertama, Kapal Baheram Said Osman Syahabuddin terkena hantaman Meriam dari pasukan Hulubalang Engkok, Kapal Baheram mengalami kerusakan, dan memaksa Said Osman Syahabuddin memundurkan sementara pasukannya. Setelah berhasil mundur, Said Osman Syahabuddin beserta awak kapalnya mendiami suatu tempatteluk, yang sekarang dinamakan "Teluk Mundur" di sebelah hilir Kuala Mempusun. Di Teluk Mundur ia kembali mengatur serangan, lalu dengan segera melakukan serangan ke duanya ke KualaBenteng Mempusun. Setelah perang terjadi beberapa hari, Kapal Baheram mendapat kerusakan yang semakin parah, dan tidak dapat melanjutkan peperangan lagi. Lalu pada sorenya, Said Osman Syahabuddin dan pasukannya memutuskan mundur dan kembali ke Siak Sri Indrapura menggunakan Kapal Baheram yang dalam keadaan rusak parah. Sesampainya mereka di seberang kampung Ransang, Kapal Baherampun tenggelam. Dan sejak saat itu, wilayah tersebut dinamakan "Rasau Baheram", namun Said Osman Syahabuddin dan pasukannya berhasil kembali ke Siak Sri Indrapura dengan selamat melalui jalan darat.
 
Setelah Pasukan Said Osman Syahabuddin mundur, keluar satu pantun terkenal di masyarakat Pelalawan saat itu, yang berbunyi sebagai berikut :