Masjid Baiturrahman Banda Aceh: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Alfahri (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Alfahri (bicara | kontrib)
Tolong Diterima Sejarah Asli Milik Kami
Baris 21:
}}
 
Masjid Raya Baiturrahman adalah sebuah masjid [[Kesultanan Aceh Darussalam]] yang di bangun oleh Yang Mulia Paduka [[Sultan Iskandar Muda]] Mahkota Alam pada tahun 1022 H/1612 M. Bangunan indah nan megah yang mirip dengan [[Taj Mahal]] di India ini terletak tepat di jantung Kota [[Banda Aceh]] dan menjadi titik pusat dari segala kegiatan di Aceh Darussalam.
 
Sewaktu [[Kerajaan Belanda]] menyerang [[Kesultanan Aceh]] pada agresi tentara Belanda kedua Bulan Shafar 1290H/10 April 1873 M, Masjid Raya Baiturrahman dibakar. Kemudian, pada tahun 1877 Belanda membangun kembali Masjid Raya Baiturrahman untuk menarik perhatian serta meredam kemarahan Bangsa Aceh. Pada saat itu Kesultanan Aceh masih berada di bawah pemerintahan Sultan Muhammad Daud Syah Johan Berdaulat yang merupakan [[Sultan Aceh]] yang terakhir.
 
Sebagai tempat bersejarah yang memiliki nilai seni tinggi, Masjid Raya Baiturrahman menjadi objek wisata religi yang mampu membuat setiap wisatawan yang datang berdecak kagum akan sejarah dan keindahan arsitekturnya, dimana Masjid Raya Baiturrahman termasuk salah satu Masjid terindah di Indonesia yang memiliki arsitektur yang memukau, ukiran yang menarik, halaman yang luas dengan kolam pancuran air bergaya [[Kesultanan Turki Utsmani]] dan akan sangat terasa sejuk apabila berada di dalam Masjid ini.
 
 
== Sejarah ==
[[File:Kohler death inscription in Banda Aceh.jpg|thumb|ki|Tugu tempat tewasnya Johan Harmen Rudolf Köhler di bawah Pohon Ketapang yang berada di halaman Masjid Raya Baiturrahman]]
 
Masjid Raya Baiturrahman merupakan Masjid Kesultanan Aceh yang dibangun pada masa pemerintahan [[Sultan Iskandar Muda]] pada tahun 1022 H/1612 M. Riwayat lain menyebutkan bahwa yang mendirikan Masjid Raya Baiturrahman adalah [[Sultan Alaidin Mahmudsyah]] pada tahun 1292 M. Pada masa [[Perang Aceh]], masjid ini berfungsi sebagai benteng pertahanan umat [[Islam]]. Mesjid ini pernah terbakar habis akibat penyerangan tentara Belanda dalam ekspedisinya yang kedua pada bulan Safar 1290 H/April 1873 M. Empat tahun setelah terbakar, pada pertengahan Shafar 1294 H/Maret 1877 M, dengan mengulangi janji Jenderal [[Van Swieten]], maka [[Gubernur Jenderal]] [[Van Lansberge]] menyatakan akan membangun kembali Masjid Raya Baiturrahman.
 
Pada masa Kesultanan Aceh Darussalam, Selain Masjidil Haram di kota suci Makkah, Masjid Raya Baiturrahman ini juga menjadi salah satu pusat pembelajaran agama Islam yang dikunjungi oleh orang-orang yang ingin mempelajari Islam dari seluruh penjuru dunia.
Pernyataan ini diumumkan setelah diadakan permusyawaratan dengan kepala-kepala negeri sekitar [[Banda Aceh]]. Hal ini disebabkan pengaruh masjid raya yang sangat besar bagi rakyat Aceh saat itu. Janji tersebut dilaksanakan oleh Mayor Jenderal [[Karel van der Heijden]] selaku [[gubernur militer Aceh]] pada waktu itu. Dan tepat pada hari Kamis, 13 Syawwal 1296 H bersamaan dengan 9 Oktober 1879 M, diletakan batu pertamanya yang diwakili oleh Teungku Qadhi Malikul Adil. Masjid Raya Baiturrahman ini selesai dibangun kembali pada tahun 1299 H yang hanya memiliki satu kubah.
 
Pada tanggal 26 Maret 1873 Kerajaan Belanda menyatakan perang kepada Kesultanan Aceh, mereka mulai melepaskan tembakan meriam ke daratan Aceh dari kapal perang Citadel Van Antwerpen. Pada 5 April 1873, Belanda mendarat di Pante Ceureumen di bawah pimpinan Johan Harmen Rudolf Köhler, dan langsung bisa menguasai Masjid Raya Baiturrahman. Köhler saat itu membawa 3.198 tentara. Sebanyak 168 di antaranya para perwira. Namun peperangan pertama ini dimenangkan oleh pihak Kesultanan Aceh, dimana dalam peristiwa tersebut tewasnya Jendral Johan Hermen Rudolf Kohler yang merupakan Jendral besar Belanda akibat ditembak dengan menggunakan senapan oleh seorang pasukan perang Kesultanan Aceh yang kemudian diabadikan tempat tertembaknya pada sebuah monumen kecil dibawah Pohon Kelumpang yang berada di dekat pintu masuk sebelah utara Masjid Raya Baiturrahman.
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM De Baiturrahman moskee in Koetaradja TMnr 60023672.jpg|thumb|Foto Masjid Raya Baiturrahman pada tahun [[1910]] - [[1930]] dari arsip Tropen Museum]]
 
<nowiki> </nowiki>Sebagai markas perang dan benteng pertahanan rakyat Aceh, Pada saat itu, Masjid Raya Baiturrahman digunakan sebagai tempat bagi seluruh pasukan perang Kesultanan Aceh berkumpul untuk menyusun strategi dan taktik perang. Sejarah mencatat bahwa pahlawan-pahlawan nasional Aceh seperti Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien turut serta mengambil andil dalam mempertahankan Masjid Raya Baiturrahman.
Pada tahun 1935 M, Masjid Raya Baiturrahman diperluas bagian kanan dan kirinya dengan tambahan dua [[kubah]]. Perluasan ini dikerjakan oleh Jawatan Pekerjaan Umum (B.O.W) dengan biaya sebanyak F. 35.000,- (tiga puluh lima ribu [[gulden]]) dengan pimpinan proyek Ir. M. Thahir dan selesai dikerjakan pada akhir tahun 1936 M.
 
<nowiki> </nowiki>Masjid Raya Baiturrahman terbakar habis pada agresi tentara Belanda kedua pada tanggal 10 April bulan Shafar 1290H/April 1873 M yang dipimpin oleh Jendral van Swieten.
Usaha perluasan dilanjutkan oleh sebuah panitia bersama yaitu Panitia Perluasan Masjid Raya Kutaraja. Dengan keputusan menteri tanggal 31 Oktober 1975 disetujui pula perluasannya yang kedua dan pelaksanaannya diserahkan pada pemborong NV. Zein dari [[Jakarta]]. Perluasan ini bertambah dua kubah lagi dan dua buah [[menara]] sebelah utara dan selatan. Dengan perluasan kedua ini Masjid Raya Baiturrahman mempunyai lima kubah dan selesai dekerjakan dalam tahun 1967 M.
 
Tindakan Belanda yang membakar Masjid Raya Baiturrahman yang merupakan masjid kebanggaan milik Kesultanan Aceh Darussalam inilah yang membuat rakyat Aceh murka sehingga melakukan perlawanan yang semakin hebat untuk mengusir Belanda dari Kesultanan Aceh. Pembakaran Masjid Raya Baiturrahman yang dilakukan oleh pihak Belanda ini membuat salah seorang putri terbaik Aceh, Cut Nyak Dhien sangat marah dan berteriak dengan
Dalam rangka menyambut [[Musabaqah Tilawatil Qur’an]] Tingkat Nasional ke-XII pada tanggal 7 s/d 14 Juni 1981 di Banda Aceh, Masjid Raya Baiturrahman diperindah dengan peralatan, pemasangan [[klinkers]] di atas jalan-jalan dalam pekarangannya. Perbaikan dan penambahan tempat [[wudhuk]] dari [[porselin]] dan pemasangan pintu krawang, lampu chandelier, tulisan [[kaligrafi]] ayat-ayat [[Al-Qur’an]] dari bahan kuningan, bagian kubah serta instalasi [[air mancur]] di dalam kolam halaman depan.
lantang tepat di depan Masjid Raya Baiturrahman yang sedang terbakar sambil membangkitkan semangat Jihad Fillsabilillah Bangsa Aceh.
[[Cut Nyak Dhien]] berteriak :
 
<nowiki> </nowiki>“Wahai sekalian mukmin yang bernama orang Aceh !! Lihatlah !!
[[File:Banda Aceh's Grand Mosque, Indonesia.jpg|jmpl|ki|Setelah sekitar 600 tahun lebih melewati peristiwa-peristiwa bersejarah, Sampai saat ini Masjid Raya Baiturrahman masih berdiri kokoh sebagai simbol agama, budaya, semangat, kekuatan, perjuangan dan nasionalisme Suku Aceh]]
<nowiki> </nowiki>Saksikan sendiri dengan matamu !! Masjid kita dibakarnya !!
<nowiki> </nowiki>Mereka menentang Allah Subhanahuwataala !!
<nowiki> </nowiki>Tempatmu beribadah dibinasakannya !!
<nowiki> </nowiki>Nama Allah dicemarkannya !!
<nowiki> </nowiki>Camkanlah itu !!
<nowiki> </nowiki>Janganlah kita melupakan budi si kafir yang serupa itu !!
<nowiki> </nowiki>Masih adakah orang Aceh yang suka mengampuni dosa si kafir yang serupa itu ??
<nowiki> </nowiki>Masih adakah orang Aceh yang suka menjadi budak kafir Belanda ??”
<nowiki> </nowiki>(Szekely Lulofs, 1951:59).
 
Empat tahun setelah Masjid Raya Baiturrahman itu terbakar, pada pertengahan shafar 1294 H/Maret 1877 M, dengan mengulangi janji jenderal Van Sweiten dan sebagai permintaan maaf juga untuk meredam kemarahan rakyat Aceh maka Gubernur Jenderal Van Lansberge menyatakan akan membangun kembali Masjid Raya Baiturrahman yang telah terbakar itu.
Pada tahun 1991-1993, Masjid Raya Baiturrahman melaksanakan perluasan kembali yang disponsori oleh gubernur Dr. [[Ibrahim Hasan]], yang meliputi halaman depan dan belakang serta [[masjid]]nya itu sendiri. Bagian masjid yang diperluas, meliputi bagian lantai masjid tempat [[shalat]], [[perpustakaan]], ruang tamu, ruang perkantoran, aula dan tempat wudhuk. Sedangkan perluasan halaman meliputi, taman dan tempat parkir serta satu buah menara utama dan dua buah minaret. Sehingga luas ruangan dalam Masjid menjadi 4.760 m<sup>2</sup> berlantai marmer buatan [[Italia]], jenis secara dengan ukuran 60 × 120 cm dan dapat menampug 9.000 jamaah.
 
Pernyataan ini diumumkan setelah diadakan permusyawaratan dengan kepala-kepala negeri sekitardisekitar Kota [[Banda Aceh]]. HalDimana inidisimpulkan disebabkanbahwa pengaruh masjid raya yangMasjid sangat besar kesannya bagi rakyat Aceh saatyang itu100% beragama [[Islam]]. Janji tersebut dilaksanakan oleh Jenderal Mayor Jenderal [[Karel vanVan derDer Heijden]] selaku [[gubernur militer Aceh]] pada waktu itu. Dandan tepat pada hari Kamis, 13 Syawwal 1296 H bersamaan dengan 9 Oktober 1879 M, diletakan batu pertamanya yang diwakili oleh Teungku Qadhi Malikul Adil. Masjid Raya Baiturrahman ini selesai dibangun kembali pada tahun 1299 H yang hanya memiliki satu kubah.
tepat pada hari Kamis 13 Syawal 1296 H/9 Oktober 1879 M, diletakan batu pertamanya yang diwakili oleh Tengku Qadhi Malikul Adil. Masjid Raya
Baiturrahman ini selesai dibangun kembali pada tahun 1299 H dengan hanya memiliki satu kubah.
 
<nowiki> </nowiki>Pada tahun 1935 M, Masjid Raya Baiturrahman diperluas bagian kanan dan kirinya dengan tambahan dua [[kubah]]. Perluasan ini dikerjakan oleh Jawatan Pekerjaan Umum (B.O.W) dengan biaya sebanyak F. 35.000,- (tiga puluh lima ribu [[gulden]]) dengan pimpinan proyek Ir. M. Thahir dan selesai dikerjakan pada akhir tahun 1936 M.
dengan biaya sebanyak F. 35.000,- (tiga puluh lima ribu gulden) dengan pimpinan proyek Ir. M. Thahir dan selesai dikerjakan pada akhir tahun 1936 M.
 
<nowiki> </nowiki>Usaha perluasan dilanjutkan oleh sebuah panitia bersama yaitu Panitia Perluasan Masjid Raya Kutaraja. Dengan keputusan menteri tanggal 31 Oktober 1975 disetujui pula perluasannya yang kedua dan pelaksanaannya diserahkan pada pemborong NV. Zein dari [[Jakarta]]. Perluasan ini bertambah dua kubah lagi dan dua buah [[menara]] sebelah utara dan selatan. Dengan perluasan kedua ini Masjid Raya Baiturrahman mempunyai lima kubah dan selesai dekerjakan dalam tahun 1967 M.
 
<nowiki> </nowiki>Dalam rangka menyambut Musabaqah Tilawatil Qur’an Tingkat Nasional
ke-XII pada tanggal 7 s/d 14 Juni 1981 di Banda Aceh, Masjid Raya
Baiturrahman diperindah dengan peralatan, pemasangan klinkers di atas
jalan-jalan dalam pekarangannya. Perbaikan dan penambahan tempat wudhuk
dari porselin dan pemasangan pintu krawang, lampu chandelier, tulisan
kaligrafi ayat-ayat Al-Qur’an dari bahan kuningan, bagian kubah serta
instalasi air mancur di dalam kolam halaman depan.
 
<nowiki> Pada tahun
1991-1993, Masjid Raya Baiturrahman melaksanakan perluasan kembali yang
disponsori oleh Gubernur Dr. Ibrahim Hasan, yang meliputi halaman depan
dan belakang serta masjidnya itu sendiri. Bagian masjid yang diperluas,
meliputi bagian lantai masjid tempat shalat, perpustakaan, ruang tamu,
ruang perkantoran, aula dan tempat wudhuk. Sedangkan perluasan halaman
meliputi, taman dan tempat parkir serta satu buah menara utama dan dua
buah minaret. Sehingga luas ruangan dalam Masjid menjadi 4.760 m2
berlantai marmer buatan Italia, jenis secara dengan ukuran 60 × 120 cm
dan dapat menampug 9.000 jamaah.</nowiki>
 
<nowiki> </nowiki>Dengan perluasan tersebut,
Masjid Raya Baiturrahman sekarang memiliki 7 kubah, 4 menara, dan 1
menara induk. Dari masa ke masa masjid ini telah berkembang pesat baik
ditinjau dari segi arsitektur maupun kegiatan kemasyarakatan. Sesuai
dengan perkembangan, luas area Masjid Raya Baiturrahman ± 4 Ha, di
dalamnya terdapat sebuah kolam, menara induk dan bagian halaman lainya
ditumbuhi rumput yang ditata dengan rapi dan indah diselingi
tanaman/pohon hias.
 
<nowiki> </nowiki>Saat bencana tsunami meluluh lantakan Tanah
<nowiki> </nowiki>Rencong Aceh pada tanggal 26 Desember 2004 lalu, Masjid Raya
Baiturrahman masih tetap berdiri dengan megahnya, ombak tsunami yang
mulai membasahi Bumi Aceh sungguh tak mampu menghancurkan rumah Allah
ini. Pada saat itu Masjid Raya Baiturrahman menjadi tempat bagi rakyat
Aceh berlindung juga sebagai tempat evakuasi jenazah para korban tsunami
<nowiki> </nowiki>yang bergelimpangan.
<nowiki> </nowiki>Setelah mengalami berbagai peristiwa-peristiwa
<nowiki> </nowiki>bersejarah, Sampai saat ini Masjid Raya Baiturrahman masih tetap
berdiri kokoh sebagai simbol agama, budaya, semangat, kekuatan,
perjuangan dan nasionalisme Suku Aceh.
 
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM De Baiturrahman moskee in Koetaradja TMnr 60023672.jpg|thumb|Foto Masjid Raya Baiturrahman pada tahun [[1910]] - [[1930]] dari arsip Tropen Museum]]
 
[[File:Banda Aceh's Grand Mosque, Indonesia.jpg|jmpl|ki|Setelah sekitar 600 tahun lebih melewati peristiwa-peristiwa bersejarah, Sampai saat ini Masjid Raya Baiturrahman masih berdiri kokoh sebagai simbol agama, budaya, semangat, kekuatan, perjuangan dan nasionalisme Suku Aceh]]
Dengan perluasan tersebut, Masjid Raya Baiturrahman sekarang memiliki 7 kubah, 4 menara, dan 1 menara induk. Dari masa ke masa masjid ini telah berkembang pesat baik ditinjau dari segi arsitektur, peribadatan maupun kegiatan kemasyarakatan. Sesuai dengan perkembangan, luas area Masjid Raya Baiturrahman ± 4 Ha, di dalamnya terdapat sebuah kolam, menara induk dan bagian halaman lainya ditumbuhi rumput yang ditata dengan rapi dan indah diselingi tanaman/pohon hias.<ref>[http://kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id2=baiturrahman Masjid Raya Baiturrahman]</ref>
 
== Wisatawan ==
Baris 54 ⟶ 114:
 
== Gambar ==
<gallery widths="175px" heights="175px">
Berkas:Masjid_Raya.JPG|Langit-langitLangit mesjidMasjid Raya Baiturrahman
Berkas:Bagian_Dalam_Mesjid_Raya_Banda_Aceh.jpg|BagianInterior dalam MesjidMasjid Raya Baiturrahman
Berkas:Tugu_Modal_Aceh.JPG|Menara utama MesjidMasjid Raya sekaligusBaiturrahman di beri gelar sebagai tugu"Tugu Aceh daerahDaerah modalModal Republik Indonesia" oleh Presiden Soekarno
</gallery>