Kalimantan Tengah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Hanamanteo (bicara | kontrib)
Menolak perubahan teks terakhir (oleh Rieckypphoo) dan mengembalikan revisi 7954123 oleh Alamnirvana
Alamnirvana (bicara | kontrib)
Baris 47:
Pada abad ke-16 Kalimantan Tengah masih termasuk dalam wilayah [[Kesultanan Banjar]], penerus Negara Daha yang telah memindahkan ibukota ke hilir sungai Barito tepatnya di [[Banjarmasin]], dengan wilayah mandalanya yang semakin meluas meliputi daerah-daerah dari [[Tanjung Sambar]] sampai [[Tanjung Aru, Tanjung Harapan, Paser|Tanjung Aru]]. Pada abad ke-16, berkuasalah '''[[Raja Maruhum Panambahan]]''' yang beristrikan '''Nyai Siti Biang Lawai''', seorang puteri Dayak anak Patih Rumbih dari Biaju. Tentara Biaju kerapkali dilibatkan dalam revolusi di istana Banjar, bahkan dengan aksi pemotongan kepala ([[ngayau]]) misalnya saudara muda Nyai Biang Lawai bernama Panglima Sorang yang diberi gelar '''Nanang Sarang''' membantu Raja Maruhum menumpas pemberontakan anak-anak Kiai Di Podok. Selain itu orang Biaju (sebutan Dayak pada zaman dulu) juga pernah membantu [[Sultan Agung dari Banjar|Pangeran Dipati Anom (ke-2)]] untuk merebut tahta dari [[Rakyatullah dari Banjar|Sultan Ri'ayatullah]]. Raja Maruhum menugaskan Dipati Ngganding untuk memerintah di negeri [[Kerajaan Kotawaringin|Kotawaringin]]. Dipati Ngganding digantikan oleh menantunya, yaitu [[Pangeran Dipati Anta-Kasuma]] putra Raja Maruhum sebagai raja Kotawaringin yang pertama dengan gelar '''Ratu Kota Waringin'''. Pangeran Dipati Anta-Kasuma adalah suami dari Andin Juluk binti Dipati Ngganding dan Nyai Tapu binti [[Mantri Sakai|Mantri]] [[Kahayan]]. Di Kotawaringin [[Pangeran Dipati Anta-Kasuma]] menikahi wanita setempat dan memperoleh anak, yaitu Pangeran Amas dan Putri Lanting.<ref name="hikayat banjar"/> Pangeran Amas yang bergelar Ratu Amas inilah yang menjadi raja Kotawaringin, penggantinya berlanjut hingga Raja Kotawaringin sekarang, yaitu [[Pangeran Ratu]] Alidin Sukma Alamsyah. Kontrak pertama Kotawaringin dengan VOC-Belanda terjadi pada tahun 1637.<ref>[http://books.google.co.id/books?id=z_A_AAAAYAAJ&dq=koningen%20van%20Cotawaringi&pg=PA53#v=onepage&q=koningen%20van%20Cotawaringi&f=false {{nl}} L. C. van Dijk, Ne©erland's vroegste betrekkingen met Borneo, den Solo-Archipel, Camobdja, Siam en Cochin-China, Scheltema, 1862]</ref>Menurut laporan Radermacher, pada tahun 1780 telah terdapat pemerintahan pribumi seperti Kyai Ingebai Suradi Raya kepala daerah Mendawai, Kyai Ingebai Sudi Ratu kepala daerah Sampit, Raden Jaya kepala daerah Pembuang dan kerajaan Kotawaringin dengan rajanya yang bergelar [[:pl:Władcy Kalimantanu#Władcy Kota Waringin|Ratu Kota Ringin]]<ref>{{en icon}} {{cite journal|url=http://books.google.co.id/books?id=fHhNAAAAYAAJ&dq=laut%20pulo&pg=RA1-PA98#v=onepage&q=laut%20pulo&f=true |author=The New American Encyclopaedia|title=The New American Encyclopaedia: ''a popular dictionary of general knowledge'' |volume= 2|publisher= D. Appleton|year= 1865}}</ref>
 
Berdasarkan traktat [[13 Agustus]] [[1787]], [[Sunan Nata Alam]] dari Banjarmasin menyerahkan daerah-daerah di Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, sebagian Kalimantan Barat dan sebagian Kalimantan Selatan (termasuk Banjarmasin) kepada VOC, sedangkan [[Kesultanan Banjar]] sendiri dengan wilayahnya yang tersisa sepanjang daerah Kuin Utara, Martapura, [[Hulu Sungai]] sampai [[TamiangDistrik LayangPattai]], Dusun[[Distrik Timur, Barito Timur|Tamiang LayangSihoeng]] dan [[Mengkatip, Dusun Hilir, Barito Selatan|Mengkatip]] menjadi daerah protektorat VOC, Belanda. Pada tanggal [[4 Mei]] [[1826]] [[Sultan Adam]] al-Watsiq Billah dari Banjar menegaskan kembali penyerahan wilayah Kalimantan Tengah beserta daerah-daerah lainnya kepada pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Secara de facto wilayah pedalaman Kalimantan Tengah tunduk kepada Hindia Belanda semenjak Perjanjian Tumbang Anoi pada tahun 1894. Selanjutnya kepala-kepala daerah di Kalimantan Tengah berada di bawah Hindia Belanda.<ref name="Tijdschrift 23">{{en}}{{cite journal|author=Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië |url=http://books.google.co.id/books?id=sAxBAAAAcAAJ&dq=pangeran%20Rotoe-anom%20Irman-sjah%20(of%20Herman-sjah).&pg=RA1-PA205#v=onepage&q=pangeran%20Rotoe-anom%20Irman-sjah%20(of%20Herman-sjah).&f=false|title=Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië |volume= 23|issue=1-2|pages=205 | publisher=Nederlandsch-Indië | year=1861 }}</ref> Sekitar tahun 1850, daerah [[Tanah Dusun]] (Barito Raya) terbagi dalam beberapa daerah pemerintahan yaitu: Kiaij Martipatie, Moeroeng Sikamat, Dermawijaija, Kiaij Dermapatie, Ihanjah dan Mankatip.<ref>[http://www.indonesianhistory.info/map/borneo1850.html Borneo in 1850]</ref><ref>[http://www.indonesianhistory.info/map/borneoc19-1.html Borneo 1800-1857 ]</ref>
 
Sejak tahun 1845, Hindia Belanda membuat susunan pemerintahan untuk daerah zuid-ooster-afdeeling van Borneo [meliputi daerah [[sungai Kahayan]], sungai Kapuas Murung, sungai Barito, sungai Negara serta Tanah Laut] selain Residen terdapat juga Rijksbestierder alias Kepala Pemerintahan Pangeran [[Ratoe Anom Mangkoeboemi Kentjana]]. Di dalam hierarki pemerintahan tersebut terdapat nama kepala suku Dayak seperti [[Tumenggung Surapati]] dan [[Toemenggoeng Nicodemus Djaija Negara]].<ref name="Almanak 22">{{nl}} {{cite book|pages=83 |url= http://books.google.co.id/books?id=7FVVAAAAcAAJ&dq=Pangerang%20%D0%92%D0%B0%D1%88%D0%B5%20Anom%20Mangkoe%20Boemie%20Kentjana&hl=id&pg=PA83#v=onepage&q=Pangerang%20%D0%92%D0%B0%D1%88%D0%B5%20Anom%20Mangkoe%20Boemie%20Kentjana&f=false|title=Almanak van Nederlandsch-Indië voor het jaar |first=Landsdrukkerij (Batavia) |last=Landsdrukkerij (Batavia)|publisher=Lands Drukkery|year=1849|volume=22}}</ref>