D. Djajakusuma: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 45:
Presiden [[Sukarno]] memproklamasikan [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|kemerdekaan Indonesia]] pada 17 Agustus 1945, setelah [[Pengeboman atom Hiroshima dan Nagasaki|pengeboman Hiroshima dan Nagasaki]]. Saat mengetahui bahwa pemerintah kolonial Belanda akan kembali, Djajakusuma dan Ismail membantu pendirian Seniman Merdeka sebagai bentuk perlawanan.
Setelah kedatangan [[NICA]], kelompok tersebu terkadang mencoba untuk memata-matai orang Eropa atau menyembunyikan informasi yang dianggap telah digunakan oleh pasukan Belanda yang telah datang. Dikarenakan pekerjaannya berbahaya, Djajakusuma mulai membawa-bawa sebuah pistol, dan pergi ke [[Banten]] untuk meminta kepada [[kyai]] agar ia
Pada awal 1946, ketika pasukan kolonial Belanda menguasai Jakarta, Djajakusuma mengungsi ke ibukota negara yang baru di [[Yogyakarta]].{{sfn|Biran|2009|p=354}} Disana, ia menghabiskan waktu dengan kantor berita nasional [[Antara (kantor berita)|Antara]]{{sfn|Suara Karya 1987, D.Djajakusuma}} sebelum bergabung dalam divisi pendidikan [[Tentara Nasional Indonesia|militer]] yang membuatnya mendapatkan pangkat kapten.{{sfn|Said|1982|p=139}} Pada bidang militer, Djajakusuma menyunting mingguan ''Tentara''; ia juga berkontribusi pada artikel-artikel majalah kebudayaan ''Arena'' milik Ismail.{{sfn|Hoerip|1995|pp=20–21}}
Djajakusuma diminta oleh Kementerian Informasi pada 1947 untuk mengajar di sebuah sekolah seni pertunjukan, Stichting Hiburan Mataram.{{sfn|Biran|2009|p=356}} Ketika di Mataram, ia dan Ismail berkenalan dengan pembuat film [[Andjar Asmara]], Huyung, dan Sutarto; keduanya belajar dibawah pengajaran ketiganya. Sementara itu, Djajakusuma ditugaskan untuk menyensor penyiaran radio di wilayah yang masih dipertahankan oleh Republik, tugas tersebut ia lakukan sampai [[
[[File:Usmar Ismail Sewindu Perfini p11.jpg|left|thumb|[[Usmar Ismail]], yang membawa Djajakusuma ke Perfini paada 1951]]
Setelah [[Revolusi Nasional Indonesia]] berakhir dengan pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Belanda pada 1949, Djajakusuma melanjutkan pekerjaannya sebagai seorang jurnalis ''Patriot'' (yang kemudian berganti nama menjadi ''Tentara'') dan majalah ''Kebudajaan Nusantara'';{{sfn|JCG, Djaduk Djajakusuma}} Mataram kembali dibuka, dan Djajakusuma mulai mengajar kembali selain mengurusi bioskop Soboharsono dan menulis beberapa drama panggung.{{Sfn|Hoerip|1995|p=24}} Sementara itu, Ismail, kembali ke Jakarta dan mendirikan [[Perfini|Perusahaan Film Nasional]] atau Perfini;{{sfn|Setiawan 2009, National Film Month}} produksi pertamanya, ''[[Darah dan Doa]]'', yang menceritakan dengan versi fiksi dari perjalanan [[Divisi Siliwangi]] dari Yogyakarta ke [[Jawa Barat]] pada 1948, yang disutradarai oleh Ismail dan diluncurkan pada 1950.{{sfn|Said|1982|p=51}}
|