Nafsul Lawwamah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
BP47Dhorifah (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: BP2014
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 1:
[[FileBerkas:Penyesalan.jpg|250px|right|thumb|Contoh nafsu lawwamah, yakni penyesalan terhadap diri sendiri]]
 
'''Nafsul Lawwamah''' adalah [[jiwa]] yang masih [[cacat]] cela.<ref name=a>Shadily, Hassan (1980).''Ensiklopedia Indonesia''.Jakarta:Ichtiar Baru van Hoeve. Hal 2325</ref> Walaupun dia menerima [[hidayah]] (petunjuk dari [[Tuhan]], [[patuh]] kepada-Nya, dan selalu ingin berbuat [[kebajikan]], namun sang pemilik terkadang melakukan [[perbuatan]] [[maksiat]] atau sewaktu-[[waktu]] tak dapat menguasai [[hawa nafsu]]nya, yakni [[godaan]] [[setan]].<ref name=a/> Setelah hal tersebut terjadi, maka akan timbul sebuah [[penyesalan]], lalu berbuat kepada Tuhan dan kembali patuh kepada-Nya.<ref name=a/>
 
Jika tidak dapat mengendalikan nafsu dengan sempurna, yang terjadi adalah terkadang muncul sifat-[[sifat]] seperti [[binatang]], namun terkadang pula muncul sifat [[kemanusiaan]]nya, hal ini juga disebut sebagai nafsul lawwamah.<ref name=b>Abdur Rafi', Abu Fida(2004).''Terapi Penyakit Korupsi''.Jakarta:Republika.Hal 51 </ref> Kebalikannya, jika kita mampu mengendalikan nafsu dan memepergunakannya dengan baik, justru nafsul lawwamah akan sangat membantu dalam hal mengembangkan [[stimulus]] agar selalu menyeleraskan kehendak kita dengan kehendak [[Allah]].<ref name=c>Muzadi, Hasyim (2004).''Refleksi Tiga Kiai''.Jakarta:Republika.Hal 18</ref> Biasa nafsu ini dimiliki oleh [[orang]]-orang [[awam]].<ref name=c/>
 
Dalam [[agama]] [[Islam]], pem[[bahasa]]n nafsu ini sudah termaktub dalam Surat [[Al-Qiyamah]] ayat [[satu]] sampai [[dua]] yang berbunyi: ''Dan aku ber[[sumpah]] dengan [[hari kiamat]], dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali [[diri]]nya sendiri.<ref name=d> Mujieb, Abdul (2009).''Enseklopedi Tasawuf Imam al-Ghazali''.Jakarta:Mizan.Hal 327</ref>
 
== Referensi ==
{{reflist}}