Wikipedia:Bak pasir: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k duta global edutainment |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1:
PILKADA JADI ATAU DIUNDUR?
Tahapan Pilkada DKI yang sudah sampai pada akhir penutupan pendaftaran Cagub/Cawagub ke KPUD masih belum berkepastian, malahan ada indikasi kecenderungan menjadi Runyam. Masyarakat Jakarta khususnya, rakyat Indonesia umumnya yang terus mengikuti perkembangan tahapan Pilkada DKI sudah merasakan kejutan-kejutan dari sikap dan tindakan Parpol-parpol.
Mulai dari munculnya Adang Dorojatun bersama PKS, deklarasi koalisi jakrata yang mengusung Fauzi Bowo sebagai Cawagub dan menyerahkan untuk menentukan sendiri cawagubnya, kesibukan dan susah payahnya Parpol-parpol koalisi Jakarta pada tingkat DPD/DPW untuk mengusung serta mensosialisassikan cawagub masing-masing agar dapat dipilih oleh fauzi Bowo, lalu berakhir dengan sebuah “ dagelan” Parpol-parpol koalisi Jakarta tingkat DPD/DPW yang tiba-tiba “ membuang” para cawagub yang telah bersama-sama mereka bersusah payah berusaha, kemudian menerima cawagub yang turun dari langit dan langsung mendeklarasikannya berpasangan dengan Fauzi Bowo tanggal 1 Juni 2007 di Tugu Proklamasi.
Disamping itu, parpol besar yang tertinggal adalah PAN dan PKB. Mau bergabung namun terjadi tarik menarik soal cawagubnya, PAN menawarkan Agum sedangkan PKB menawarkan Sarwono. Ketika ada titik temu tentang cagubnya Sarwono, hambatan muncul karena masing-masing bersikukuh tentang cawagub dan syarat untuk dapat mencapai 15%.
Dari dinamika dan mekanisme yang terjadi pada tahapan Pilkada diatas, didapat suatu kesimpulan awal sebagai berikut :
Pertama : Suka tidak suka haruslah diakui bahwa Adang.D bersama PKS telah mentaati UU, Aturan, Prosedur dan Mekanisme. Adang.D memulai dengan pengunduran diri, diteruskan Kapolri ke Presiden untuk dapat diterbitkannya Keppres pemberhentian dari dinas aktif/ Pensiun. Setelah menerima Keppres yang menjadi dasar hukum, barulah dia masuk ke PKS yang kemudian mendeklarasikan sebagai Cagub dari PKS.
Kedua : Priyanto yang hanya menyatakan telah mengundurkan diri tanggal 30 Mei 2007, kemudian diterima parpol koalisi dan langsung dideklarasikan sebagai cawagub berpasangan dengan Fauzi Bowo, sangat jelas kebalikan dari apa yang telah ditempuh oleh Adang.D bersama PKS. Sebab pernyataan mengundurkan diri, belum bisa dijadikan dasar syah bahwa ybs resmi “diberhentikan dari dinas aktif” oleh karena itu, deklarasi tanggal 1 Juni 2007, yang bersangkutan masih berstatus perwira aktif karena dasar hukum berupa Keppres pemberhentian dari Dinas Aktif memang belum ada saat Deklarasi. Cobalah simak kembali pernyataan ybs yang dimuat diharian Kompas tanggal 31 Mei 2007. “ Saya akan mengundurkan dari TNI apabila sudah pasti menjadi cawagub” . Apa arti dari pernyataan tersebut? Artinya : setelah dideklarasikan menjadi Cawagub yang merupakan kepastian, barulah proses pengunduran diri sampai dengan mendapat Keppres pemberhentian dinas aktif mulai berjalan. Jadi, saat dideklarasikan ybs masih berstatus aktif. Hal ini yang kemudian dinilai mayarakat sebagai sikap dan tindakan menciderai Undang-Undang.
Ketiga : Tarik menarik antara PAN dan PKB berakhir dengan pengunduran diri Sarwono – Jefry Geofani. Pasangan ini merasa bahwa mereka berdua hanya diombang-ambing tanpa kepastian, atau suatu usaha untuk menjegal seperti yang terjadi pada Agum Gumelar? Hal inilah kemudian yang memunculkan desakan dari berbagai kalangan untuk mensegerakan terbitnya keputusan MK agar banyak muncul calon independent sebagai suatu kehendak rakyat. Cermin dari suatu kehidupan demokrasi yang harus dibangun.
Sehubungan hal tersebut, perlu dicermati perkembangan baru dengan berbagai wacana yang terus bergulir, agar setidak-tidaknya rakyat Jakarta khususnya dapat menyiapkan diri menghadapi setiap kemungkinan yang bakal terjadi pada Pilkada DKI untuk pertama kali dilaksanakan secara langsung dan akan tetap menjadi barometer bagi daerah lain.
• Bahwa dari beberapa pernyataan dan kegiatan PKS bersama Adang.D- Dani Anwar terkandung suatu keinginan agar Pilkada DKI tidak hanya memunculkan dua pasangan calon. Hal ini perlu disimak secara cerdas, apakah benar PKS telah berhitung bahwa dengan dua pasangan saja Adang.D – Dani Anwar akan tetap kalah setipis apapun selisihnya?
Perhitungan tersebut perlu dikaitkan dengan pernyataan lain dari PKS bahwa : apabila pada saat akhir hanya dua pasangan yang akan maju pada Pilkada, maka PKS tidak akan mencalonkan pasanngannya ke KPUD. Tentu alas an dari pernyataan ini “bukan takut kalah” tetapi menghormati dan menghargai keinginan masyarakat demi demokrasi.
Namun tidak salah juga apabila berbagai kalangan memunculkan penilaian bahwa dengan banyak calon (3-4 atau lebih) maka Adang.D – Dani Anwar bisa dipastikan meraih kemenangan sebab pemilih tetap kepada Adang.D – Dani Anwar tidak berubah ( tinggal upaya untuk terus menambah ) sedangkan sisanya pemilih lain meskipun jumlahnya masih banyak, akan terbagi oleh banyak calon. Bila hal itu yang terjadi maka PKS tampil dengan dua kemenangan sekaligus yaitu penegak demokrasi dan menang Pilkada.
Salah satu indikasi kearah itu boleh kita simak yaitu, ketika Adang.D – Dani Anwar silaturrahmi ke KPUD sambil mengambil formulir, mereka ditemani oleh FBR sebagai salah satu ormas Betawi yang mendukung. Mengapa FBR sedemikian keras berupaya (ke MK dan KPUD) untuk mendesak agar segera menerbitkan keputusan tentang calon independen? Sikap dan tindakan ini dapat dinilai sebagai usaha untuk menggoalkan munculnya banyak calon independen.
Dan bila itu terjadi maka strategi PKS mulus mencapai dua kemenangn diatas,. Bila usaha ini tidak membawa hasil, maka strategi lain yang berjalan yaitu menunggu sampai menit terakhir untuk mendaftar atau tidak di KPUD. Bila muncul cagub/cawagub baru (masih Sarwono atau Agum ) dari PAN / PKB atau bergabungnya salah satu parpol yang keluar dari Koalisi, maka PKS akan mendaftarkan pasangannya. Tetapi bila dimenit menit terakhir hanya pasangan Fauzi Bowo yang mendaftar, maka PKS tidak mendaftarkan pasangannya.
Lalu,apakah ada strategi baru yang akan muncul menghadapi strategi yang mungkin diterapkan PKS – ADDA ?
Tentunya akan ada strategi baru yang bertujuan.
Pertama :Keputusan MK diharapkan terbit pada pertengahan Juni 2007.
Kedua :Pilkada harus tetap berjalan dengan mendorong agar segera muncul
cagub/cawagub baru ( Sarwono atau Agum ) dan bila itu tidak muncul,maka
perlu dikondisikan untuk muncul lagi cagub/cawagub yang lain.
Yang penting tahapan Pilkada sekalipun waktu pendaftaran diundur harus tetap berjalan,sebelum keputusan MK terbit.Bahwa pasangan baru kemudian dinilai sebagai “ Pasangan boneka “, itu persoalan lain.
Dengan demikian Pilkada terus berjalan sesuai tahapan terlepas dari ikut tidaknya pasangan Adang.D – Dani Anwar.Bahwa sampai tanggal 6 Juni 2007 siang belum ada pasangan yang mendaftarkan diri ke KPUD. Mungkin ini suatu tanda bahwa piha- pihak yang paling berkepentingan sedang adu strategi.
Dilain pihak, PAN dan PKB sedang mengejar waktu untuk membuka kembali kompromi ulang. Bila kedua belah pihak pada akhirnya mencapai kesepakatan mendukung Agum Gumelar, maka pertanyaannya adalah masihkah persoalan cawagub akan menjadi penghalang seperti halnya Sarwono? boleh jadi, salah satunya jalan adalah ketiga pihak mengambil cawagub independen dan mungkin lebih keren lagi bila diambil saja sekalian dari salah satu cawagub mantan militer independen yang kualitasnya sudah diketahui ketiga pihak.
Apabila masih juga tidak ada kesepakatan ketiga pihak sebaiknya PAN tetap mendukung Agum dan berusaha menarik salah satu partai dari koalisi Jakarta, asal cawagubnya adalah yang nanti dicalonkan oleh partai tersebut. Sebab, dengan kemunculan cagub/ cawagub ini akan memaksa pasangan PKS untuk harus ikut serta dalam Pilkada.
Kecuali PKS mengajukan pembatalan atas pasangan dari koalisi Jakarta dengan alasan “ cacat hukum” kemudian PKS tidak mendaftar, cagub/cawagub yang maju hanya tetap satu pasangan, kalau jadi.
Tanggal 7 Juni 2007 jam 00.00 adalah saat ditutupnya pendaftaran di KPUD. Rakyat sebagai hakim akhir penentu dalam Pilkada yang juga sebagai pemilik kedaulatan, hanya bisa bingung dan semakin tidak mengerti akan permainan bahkan pertarungan politik yang sedang terjadi dan hanya menerima “ paksaan” untuk harus memilih. Kapan bisa berubah? Kita tunggu akan berakhir seperti apa Pilkada DKI?
Berubah,apabila rakyat sudah tidak mau menerima paksaan dan diberi ruang untuk menyampaikan aspirasinya secara benar.
Mayjen TNI (Purn) A.Wahab Mokodongan
Mantan Kapuspen ABRI (TNI)
|