Muhammad Adnan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (-Namun demikian +Namun)
k clean up, replaced: Beliau → Ia (3), beliau → ia (18) using AWB
Baris 53:
Pada masa kecil dan remajanya suasana hidup yang meliputinya masih dipengaruhi oleh feodalisme; tradisi Kasunanan Surakarta sangat nampak sifat kefeodalannya.
Stratifikasi masyarakat Jawa tempo dulu dalam kenyataannya hanya dibagi menjadi tiga bagian; raja (pangeran), bangsawan, dan petani. Feodalisme Jawa berada pada puncaknya bertepatan dengan pengaruh Belanda yang telah masuk bukan saja dalam arti geografis, melainkan juga masuk kedalam struktur masyarakat Jawa. Sepanjang zaman itu empat tingkat dapat dibedakan; pertama para raja (monarkhi), kedua para kepala daerah (provinsi) lebih kurang setaraf dengan para bupati modern, ketiga para kepala desa, dan keempat massa penghuni desa.
Dapat dicontohkan pada penampilan ayahanda Muhammad Adnan, yakni Tafsir Anom V, dalam kesehariannya sering memakai jubah dan bersorban sebagaimana umumnya busanana ulama pada masa itu. Namun beliauia sebagai pejabat kraton, kiai kanjeng pengulu ini memakai kain batik, berjas beskap hitam berenda-renda dan punggungnya diselipkan keris sebagai kelengkapan busana tradisional jawa. Tutup kepalanya bercorak khusus, kombinasi model udheng jawa dan sorban yang berwarna putih.
Pakaian model ini dipakai dalam tugas dinas ke kantor Yogaswara (departemen Urusan Agama Kraton), atau menghadap Sri Susuhunan ke kraton, selain itu beliauia diiringi oleh para pembantunya yang membawa payung kebesaran yang berwarna hijau kuning keemasan. Orang-orang yang berjumpa dengan iring-iringan pisowanan itu biasanya lalu berjongkok, kadang-kadang disertai sembah (hormat) dengan tangan yang dirapatkan ke hidung.
Muhammad Adnan tinggal bersama orang tuanya di rumah pengulon (tempat pengulu), selain sebagai rumah juga dipakai semacam "kantor" yang mengurusi NTR (nikah, talak, rujuk) dan masalah keagamaan Islam, terutama yang menyangkut keluarga kasunanan.
Rumah pengulon berada di kampung kauman di sebelah utara masjid Agung. Letak yang demikian itu sesuai dengan tradisi kota di Jawa pada umumnya dan tata kota di ibu kota kerajaan Surakarta dan Yogyakarta pada khususnya, yakni istana (kraton), raja (bupati) disebelah selatan, dengan alun-alun di mukanya dan masjid disebelah baratnya, di sekitar Masjid (kauman) tinggal para agamawan (pemimpin, kiai dan santrinya).
Kebijaksanaan meletakkan tempat ulama dan para santrinya dekat dan kraton adalah usaha untuk menjalin hubungan yang dekat antara raja (pemimpin pemerintahan atau umara) dengan ulama (pemimpin agama). Rumah-rumah paman Muhammad Adnan berada di sekeliling rumah induk pengulon.
 
 
== Pendidikan ==
Baris 75 ⟶ 74:
Muhammad Adnan bersama kedua saudaranya mengaji dengan tekun dan hidup sederhana sebagai layaknya santri. Ditengah-tengah masa studinya di Makkah ayahnya memerintahkan salah satu di antara ketiga bersaudara mau belajar di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Atas persetujuan bersama, yang berangkat ke al-Azhar adalah saudara mudanya yaitu Muhammad Isham.
Menjelang tahun 1914 karena suasana dunia internasional genting, yaitu setelah terbunuhnya orang penting di Sarajevo yang menjadi penyebab perang dunia pertama, dan pada waktu di Arabia timbul bahaya kekurangan makan. Ayahnya memerintahkan agar putra-putranya kembali ke tanah air. Dimungkinkan ada kekhawatiran, jika nanti timbul peperangan besar, maka hubungan antara jazirah Arab dan Indonesia menjadi terputus dan dapat menyebabkan para mukimin Indonesia di Makkah terlantar hidupnya.
Oleh karena itu Muhammad Adnan bersaudara memutuskan untuk memenuhi perintah ayahnya pulang ke tanah air. Dengan naik kapal laut mereka kembali ke tanah air dan pada tahun 1916 tiba dengan selamat. Sekembali ke Indonesia beliauia masih belajar lagi di madrasah Manbaul Ulum Solo.
Karena ketekunannya dalam mencari ilmu, Muhammad Adnan sampai mendapatkan gelar Profesor dalam ilmu Fiqh.
 
Baris 110 ⟶ 109:
Banyak orang yang berdatangan di rumahnya. Orang-orang dari berbagai kalangan untuk beguru dan mempelajari agama Islam. Ada di antara mereka dari kalangan anak muda, orang tua dan wanita. Orang yang berlatar belakang awam, orang-orang sederhana dan ada yang tergolong intelek. Diantara golongan orang yang intelek terdapat guru-guru sekolah umum, misalnya Soemadi dan Koesban, keduanya adalah guru HIS. Mereka mengaji di luar jam kerja, yakni dari ashar sampai maghrib.
Melihat kegiatan pengajian yang padat itu, ayahandanya memerintahkan anak-anaknya untuk medirikan sekolah. Itu dipenuhi dengan mendirikan sekolah Bawaleksana (khusus putri), Madrasah Tarbiyatul Aitam (Pendidikan anak-anak yatim) dan madrasah Syari’ah (pendidikan Agama Islam, khusus laki-laki). Ketiga jenis sekolah itu semuanya memberikan pendidikan agama Islam. Sedangkan sekolah Bawaleksana yang hanya khusus putri itu memberikan pendidikan umum dan agama.
Sebagai pendidik Muhammad Adnan pernah diangkat menjadi guru pada sekolah Madrasah Islamiyah di Pasar Kliwon (1916-1923), yang kemudian menjadi Holland Arabische School. BeliauIa juga menjadi Mahaguru pada ”Kenkoku Gakuin” (Persiapan Sekolah Tinggi Hukum) zaman pendudukan Jepang.
Pada tahun 1948 Kementrian Agama RI, Muhammad Adnan diserahi membentuk SGHI (Sekolah Guru Hakim Islam) di Surakarta, yang kemudian pindah ke Yogyakarta dan berganti nama SGHA (Sekolah Guru Hakim Agama), kemudian menjadi PHIN (Pendidikan Hakim Islam Negeri) dan beliauia sebagai ketuanya.
Muhammad Adnan pernah memimpin Madrasah Manba’ul Ulum Surakarta, setelah beliauia kembali belajar dari Makkah. Madrasah Manba’ul Ulum pertama kali dipimpin dipimpin oleh oleh Kiai Arfah, setelah Muhammad Adnan diangkat menjadi Penghulu maka pada tahun 1919 madrasah itu dipimpin oleh K.H. Jumhur, dan pada tahun 1946 Manbaul Ulum dipimpin oleh K.H. Jalil Zamakhsari.
Pada tahun 1951 Muhmmad Adnan mempelopori berdirinya ”Al Djami’atul Islamiyah” Perguruan Tinggi Islam Indonesia (PTII) di Surakarta bersama KH. Imam Ghozali dan KH. As’at. Selanjutnya PTII Solo ini digabung dengan UII Yoyakarta dan dikenal kemudian dengan nama UII cabang Solo. Pada tahun ini pula beliauia diangkat sebagai Dewan Kurator/Pengawas serta diangkat sebagai Guru Besar tidak tetap pada Fakultas Hukum PTII.
Tahun 1950 ketika Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) diresmikan diberi kepercayaan menjadi ketuanya sampai perguruan tinggi itu menjadi IAIN (1960), selain itu beliauia juga diangkat menjadi guru besar dalam bidang fiqh beliauia juga menjadi dosen luar biasa di Univesitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.
Dalam pendidikan keluarga, Muhammad Adnan memberikan pendidikan agama kepada anak-anaknya ada yang dilakukan dengan secara langsung dan ada pula yang dilaksanakan secara tidak langsung. Mulai usia 4 tahun, semua putranya diberikan pelajaran menghafal al-Fatihah ayat demi ayat, di teruskan dengan surat-surat dari juz ‘Amma yang pendek-pendek. Tuntunan menghafalkan firman Allah Swt. yang berupa surat-surat yang pendek itu diberikan langsung oleh Muhammad Adnan. Sesudah itu, ibu anak-anak melatih lagi hafalan-hafalan surat-surat pendek seperti surat al-Ikhlash, al-falaq dan yang lain-lain. Makin meningkat umur anak itu mangkin meningkat hafalannya.
Ketika di Jakarta, Muhammad Adnan memerintahkan kepada istrinya agar anak-anak ditingkatkan pendidikan agamanya, bukan hanya agar dapat membaca al-Qur’an saja melainkan perlu juga diberi pelajaran pokok-pokok ajaran Islam tentang Rukun Iman, Rukun Islam, tuntunan Ibadah dan Akhlak. Untuk melaksanakan maksud ini, anak-anak yang sudah agak besar (8-11 tahun) setiap sore sehabis salat Ashar diberikan pendidikan dan pelajaran agama yang meliputi bidang tauhid, fiqh, dan Akhlaqul Karimah.
Buku rujukan (reference) yang digunakan Ibu adalah Aqidatul Awam untuk tauhid, Safinatun Najat untuk fiqh dan Hidayatul Islam karangan Muhammad Adnan sendiri untuk akhlaq. Kitab Hidayatul Islam adalah kitab karya Muhammad Adnan sendiri dengan memakai berbahasa Jawa berhuruf Arab Pegon, yang banyak juga disertai sumber-sumber Al-Qur’an dan Al-Hadis.
Dalam kebijaksanaan pendidikannya, meskipun Muhammad Adnan tergolong ulama, beliauia tidak pernah mengharuskan putra-putranya memilih bidang studi tertentu. Ia tidak pernah memberi tekanan kepada anak-anaknya. Kalau beliauia mempunyai pendapat tentang arah studi yang perlu ditempuh anak-anak, secara persuasif ia hanya menganjurkan dan bukan mewajibkan.
Muhammad Adnan juga tidak pernah memerintah anak-anaknya yang berlebihan, dikarenakan menjaga supaya anak-anaknya terhindar dari dosa. Sebab perkara yang mubah bisa menjadi wajib jikala perintah itu dari orang tua ditujukan kepada anak-anaknya. Jangan sampai membebani anak yang akhirnya mengakibatkan dosa bagi si anak jika tidak dikerjakan perintah tesebut.
=== Bidang Peradilan Agama ===
Baris 126 ⟶ 125:
Sejak masa pemerintahan Gubernur Jenderal Daedles, penghulu di setiap kabupaten di wilayah kekuasan gubernemen mulai ditarik ke dalam lingkungan pengadilan negeri (landraad) yang dibentuk oleh pemerintah Belanda. Jabatan penghulu yang disandang dalam lingkungan pengadilan negeri adalah penasihat hukum adat, karena itu mereka di panggil dengan sebutan Kanjeng Penghulu Landraad. Rangkap jabatan ini hanya dikenakan kepada penghulu kepala (hoofd-penghulu) pada tiap-tiap kabupaten, dan rangkap jabatan ini tidak mengalami perubahan hingga pemerintah Belanda mengakhiri kekuasannya di Hindia Belnada (jawa).
Sejak masa pemerintahan Hindia Belanda, pemerintahan Jepang sampai masa pemerintahan Republik Indonesia. Muhammad Adnan mempunyai tugas sebagai hakim agama dalam lingkungan peradilan agama Islam.
Bermula beliauia menjadi anggota luar biasa Pengadilan Agama di Surakarta berdasarkan besluit Gouverner Hindia Belanda yang berkedudukan di Bogor, No. 52 Tanggal 36-12-1919. kemudian dengan Besluit Residen Surakarta, No. 190 tanggal 9-10-1921, diangkat menjadi Adjunct Pengulu Landraad (pengadilan Negeri) Surakarta.
Tugas Penghulu Landraad antara lain melakukan pengambilan sumber terhadap terdakwa atau saksi yang diajukan ke Pengadilan negeri (Landraad). Disamping itu juga dimintai nasihat tentang perkara yang ada hubungannya dengan hukum Islam, misalnya yang menyangkut perkara warisan.
Untuk memperjuangkan hak-hak pengadilan Agama, Muhammad Adnan pada tahun 1937 mendirikan organisasi kepenguluan yang diberi nama Perhimpunan Pengoeloe dan Pegawainya, disingkat PPDP yang ruang lingkupnya meliputi wilayah Jawa dan Madura. Pada masa itu Pengadilan Agama hanya terdapat di Jawa dan Madura. Pada tahun 1940 perkumpulan ini berencana untuk mendirikan sekolah pendidikan penghulu di Surakarta disebut “Madrasah Pengoeloe”.
PPDP ini mempunyai cabang dimana-mana tempat, di seluruh Indonesia. Meskipun Muhammad Adnan menjadi ketua Mahkamah Islam Tinggi Jakarta, tetapi beliauia tetap menjadi ketua pengurus besar PPDP, hanya pengerus harian tetap di Solo.
Setelah itu Dengan surat keputusan Gubernur jenderal Hindia-Belanda tanggal 11-8-1941 Nomor 6, terhitung mulai 1-8-1941. Muhammad Adnan diangkat menjadi ketua Mahkamah Islam Tinggi di Jakarta. Setelah Muhammad Isa, ketua Mahkamah Islam Tinggi pertama meninggal dunia.
Muhammad Adnan mengusulkan agar pemerintah membentuk suatu departemen yang khusus mengurusi dan memperhatikan urusan keislaman. Yang dihaapkan dapat memberikan penerangan tentang Islam dan memberikan bimbingan kepada umat muslim guna kemaslahatan bersama. Dengan adanya departemen urusan agama Islam diharapkan sebagaian urusan masyarakat, terutama yang berhubungan dengan Islam dan kaum Muslimin dapat terurus dengan seksama.
Baris 147 ⟶ 146:
Muhammad Adnan menjadi anggota DPA RI pada tahun 1947. Muhammad Adnan, seorang ulama yang hanya berpendidikan pesantren tanpa pendidikan Barat dengan tanpa ditanya lebih dahulu diangkat menjadi anggota Lembaga Tinggi Negara, yaitu Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Pemberitahuan pengangkatan itu hanya diketik diatas sehelai kartu pos cetakan Jepang, tertanggal 28 September 1945 dan ditandatangani Sekretaris Negara Mr. A.G. Pringgodigto.
Pada masa Revolusi segala-galanya memang sederhana, bahkan sangat sederhana. Anggota DPA mendapat uang kehormatan 200 rupiah per bulan. Ini berlaku bagi mereka yang tidak merangkap pegawai negeri. Mereka yang merangkap jabatan sebagai pegawi negeri hanya memperoleh uang duduk (uang sidang) 20 rupiah sehari dan uang harian 15 rupiah.
Kemudian menjadi anggota DPR di Jakarta pada tahun 1950 – 1955. Selain itu pada tahun 1956 – 1959 beliauia juga menjadi anggota Konstituante RI di Bandung hasil Pemilihan Umum pertama.
Pengalihan tugas dari DPA ke DPR menyebabkan Muhammad Adnan lebih banyak lagi berkecimpung dalam dunia politik. Karena Muhammad Adnan dulu diusulkan oleh Masyumi yang merupakan satu-satunya partai politik Indonesia yang didirikan berdasarkan keputusan muktamar Umat Islam di Yogyakarta pada tanggal 7 November 1945.
 
Baris 155 ⟶ 154:
 
=== Sosial Kemasyarakatan ===
BeliauIa menjadi penasehat PMI pusat Jakarta pada tahun 1947. Juga penasehat Syuriah PBNU serta Dewan Pimpinan Umum PBNU pada tahun 1950.
Muhammad Adnan selain sebagai pendidik beliauia juga seorang arsitek yang merancang masjid jami’ Tegalsari. Pencetus gagasan untuk membangun masjid Jami’ Tegalsari adalah : K.H.R. Muhammad Adnan, H. Sonhaji, H. Djayadi, KH. A. Mudzakir, Ali Imron dan KH. M. Umar bin Akram. Semua orang tersebut di atas sudah wafat dan nama-nama beliauia tertulis di prasasti tembok belakang masjid.
Setelah bangunan masjid berdiri Muhammad Adnan segera menghubungi penguasa kraton Surakarta untuk mengajukan izin mendirikan salat jum’at. Atas beberapa pertimbangan, antara lain semakin banyaknya penduduk yang bermukim jauh dari masjid jami’ (masjid kraton) akhirnya pihak kraton memberikan izin kepada takmir masjid Tegalsari untuk menyelenggarakan shalat jum’at.
Pada tengah malam dinihari, selasa pon 24 juni 1969, pukul 03.30 Muhammad Adnan dipanggil oleh Allah Swt., setelah mencapai usia 80 tahun. Jenazahnya dimakamkan hari itu juga ke Pajang, Surakarta setelah dishalatkan di masjid Syuhada Yogyakarta dan masjid Tegalsari, Surakarta.
Baris 167 ⟶ 166:
Adalah kitab yang berisi tentang akhlaq (budi pekerti) yang ditulis dengan memakai berbahasa Jawa berhuruf Arab Pegon, yang banyak juga disertai sumber-sumber Al-Qur’an dan Al-Hadis.
* Tuntunan Iman dan Islam
Buku ini merupakan rangkuman kuliah Agama Islam beliauia waktu menjadi dosen di UGM Yogyakarta yang dibukukan. Kitab ini diterbitkan oleh penerbit Djajamurni, Jakarta, 1963.
* Ilmu Fiqh dan Ushulnya
Merupakan pidato pengukuhan Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (atas pengangkatannja sebagai guru besar dalam ilmu fiqh pada upatjara dies natalis ke-V) 26 September 1956. Buku ini diterbitkan oleh Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri, Yogjakarta, 1956.
Baris 175 ⟶ 174:
Pertama kali dicetak dengan bahasa Jawa dengan aksa Arab pegon kemudian selanjutnya dicetak dengan aksara latin dengan bahasa Jawa. Buku ini sampai tiga jilid.
* Mutiara Hikmah
Merupakan pendapat, buah pikiran dari Muhammad Adnan yang ditulis beliauia yang pernah maupun yang belum disiarkan dalam berbagai media masa baik surat kabar, majalah atau radio. Buku ini disusun oleh putranya yaitu Abdul Basit Adnan yang diterbitkan oleh penerbit Mardikintaka, Surakarta.
Dari keterangan atau ungkapan di atas tentang aktivitas Muhammad Adnan, baik sebagai penyiar agama Islam, pendidik, penulis buku dan kitab tafsir, serta perjuangannya terhadap negara di bidang politik, peradilan agama, dan diplomasi serta yang lainnya
Semua itu menunjukan bahwa, beliauia adalah sebagai sosok seorang ulama yang berpengaruh di masyarakat, berbudi luhur dan berpengetahuan luas. BeliauIa menggunakan bahasa Jawa dan Indonesia dalam karangannya supaya mudah dicerna dan diamalkan bagi masyarakat luas.
 
== Referensi ==