Cilongok, Balapulang, Tegal: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Wagino Bot (bicara | kontrib) k penggantian teks otomatis dengan menggunakan mesin AutoWikiBrowser, replaced: beliau → dia |
||
Baris 14:
|kepadatan =-
}}
'''Cilongok''' adalah sebuah [[desa]] di kecamatan [[Balapulang, Tegal|Balapulang]], [[Kabupaten Tegal]], [[Jawa Tengah]], [[Indonesia]].
Merupakan desa yang yang terletak di kaki Gunung Slamet (3.428 meter), gunung tertinggi di Jawa Tengah. Desa cilongok adalah salah satu dari 20 desa dikecamatan Balapulang yang mayoritas penduduknya mayoritas petani. Desa cilongok termasuk kategori desa yang , hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya fasilitas umum,memiliki sumber daya alam yang cukup, serta memiliki potensi tenaga kerja yang cukup memadai.
Baris 27:
# Usia 22-60 =500 Jiwa
# 60 keatas =219 Jiwa
'''I. LUAS WILAYAH DAN BATAS DESA'''
Baris 36 ⟶ 34:
# Jalan. : 0,5 Ha
# Lain-lain. : 1,5 ha
'''II. BATAS DESA'''
Baris 42 ⟶ 39:
# Utara. : Danareja
# Barat. : Karangjambu
# Selatan. : Danasari
'''III. JUMLAH PENDUDUK'''
Baris 50 ⟶ 46:
# Laki- laki. : 1422 Jiwa
# Perempuan. : 1444 Jiwa
# KK miskin. : 399 Jiwa
Desa kecil yang terletak dikaki gunung Slamet ini, dulu kala didirikan oleh seorang kepala dusun bernama mbah Kesi, dan sampai hari ini makamnya sering dikunjungai masyarakat desa sebagai penghormatan kepada jasa jasa
▲Desa kecil yang terletak dikaki gunung Slamet ini, dulu kala didirikan oleh seorang kepala dusun bernama mbah Kesi, dan sampai hari ini makamnya sering dikunjungai masyarakat desa sebagai penghormatan kepada jasa jasa beliau. Desa yang seluruh masyarakatnya hidup dari pertanian, dan saat ini sedang bergiat mengembangkan keunggulan komparatifnya. Banyak pemuda dan pemudinya yang merantau ke kota besar, dan berhasil hidup sejahtera, sehingga menjadi penyebab tingginya urbanisasi masyarakat desa.
Sebagai akibatnya, saat ini, pertanian di desa Cilongok, banyak di kerjakan oleh orang tua, orang cacat dan orang yang punya keterbatasan, sehingga tidak bisa merantau meninggalkan desa. Sebuah ironi memang, namun semua itu bukan sebuah malapetaka, masih banyak juga pemuda-pemudinya yang bertahan di desa, sehingga perlu sebuah gerakan moral untuk meningkatkan keterampilan dan kompetensi mereka, agar mereka tergerak untuk mengembangkan desa dan menjadi penggiat yang mampu mengajak para perantau yang hidupnya sulit, serta para pensiunan, untuk kembali ke desa.
Baris 63 ⟶ 58:
Bapak Sutardjo, merupakan putra ke dua dari Bapak Waryat Wangsamidjaya, yang merupakan kepala desa di tahun 1960an, yang telah berjasa membangun saluran air irigasi, sehingga desa Cilongok tidak pernah kekeringan, sampai saat ini. Bapak Sutardjo sendiri adalah kakak kandung dari Bapak Haji Drs. Soedarso (anak ke 9 dari Bpk. Waryat), yang semasa hidupnya telah merantau ke kota Jakarta, dan setiap tahun kembali ke desa Cilongok, untuk bersilaturahmi dan menggoreskan cita-citanya untuk memajukan desa Cilongok, sebagaimana telah dilakukan oleh ayahnya, Bapak Waryat Wangsamidjaya.
Sejak tahun 1970an, saya sudah sering di ajak keliling dari desa ke desa mengunjungi keluarga besar Waryat Wangsamidjaya, dimana 10 orang anak-anaknya, hidup tersebar ke desa lain disekitarnya, mulai dari desa Karangjambu, Tembongwah, Danareja, Danasari, Buniwah, Bojong, kota Jakarta, Banjarmasin dan yang terjauh adalah anak bungsu bapak Soedarso, yakni Galuh Akhirginanti, ysng tinggal di Rouen, Perancis..
Sejak tahun 2013, desa Cilongok dipimpin oleh ibu Panca Murtiningsih, yang merupakan anak ke 5 dari bapak Soekardi (anak ke10 dari bapak Waryat Wangsamijaya), mantan Lurah th. 1996 s.d. 2008.
'''Lapangan Playangan'''
Baris 77 ⟶ 72:
<iframe width="640" height="360" src="//www.youtube.com/embed/MkBUMrQBL3I" frameborder="0" allowfullscreen></iframe>
Pemuda yang menjadi tokoh perubahan, pemimpin masa depanpun tidak mau kalah memberi masukan untuk terciptanya sebuah iklim yang sejuk serta tatanan yg lebih baik. Lapangan olahraga yang menjadi sentra kegiatan pemuda pun tidak lepas dari pengamatan dan usulan untuk diperhatikan. Setiap perubahan perlu pengorbanan itu nasihat lama yang perlu diingat. Pemuda sepakat untuk meninta kepada pihak terkait untuk melepaskan separoh tanah bengkok playangan untuk menjadi lapangan sepak bola. Perjuangan pemuda pun berhasil, surat keputusanpun dibuat, playangan lepas, menjadi lapangan, dan ini juga merupakan sebuah pengorbanan dari semua pihak yang akan menggunakaan hak pakai atas tanah tersebut untuk menjadi bagian dari penghasilannya setelah menjabat kepala desa.
'''Kondisi Sosial Ekonomi'''
Baris 88 ⟶ 83:
{{Balapulang, Tegal}}
{{kelurahan-stub}}
|