Abdullah bin Nuh: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k clean up, replaced: beliau → ia (40), Beliau → Ia (16) using AWB
Baris 21:
Dalam pengawasan ketat ayahnya ini, Abdullah kecil belajar agama dan bahasa Arab setiap hari. Sehingga dalam waktu relatif masih muda, ia sudah mampu berbicara bahasa Arab. Di samping mampu pula menalar kitab alfiah (kitab bahasa arab seribu bait) serta swakarsa belajar bahasa Belanda dan Inggris.
Berbekal ilmu yang telah dikuasainya itu, Abdullah bin Nuh muda mengajar di Hadralmaut School. Sekaligus menjadi redaktur majalah Hadralmaut, sebuah mingguan berbahasa Arab yang terbit di [[Surabaya]], [[Jawa Timur]] sejak tahun 1922 hingga tahun 1926. Setelah itu ayahnya mengirim Abdullah untuk menimba i1mu di Fakultas Syariah Universitas AI-Azhar, [[Kairo]], [[Mesir]].
Setelah dua tahun lamanya Abdullah belajar di [[Universitas_AlUniversitas Al-Azhar|AI -Azhar]], Kairo, Mesir, untuk kemudian kembali ke tanah air dan aktif mengajar di Cianjur serta Bogor. Hal itu dilakukannya sejak tahun 1928 hingga tahun 1943.
 
 
== NASABNYA ==
Baris 32 ⟶ 31:
Cianjur ialah sebuah kota yang sejak dahulu telah terkenal para ulama dan para pahlawannya, Para Ulama giat menyebarkan ilmunya. Tak kenal lelah dan tanpa mengharapkan upah. Para pahlawannya gigih, berani dalam melaksanakan perjuangan, tanpa pamrih gaji. Kesemuanya hanyalah mengharapkan keridhoan Allah SWT dan rahmat-Nya.
 
Pada tahun 1912 dikota Cianjur berdirilah sebuah Madrasah yang bernama Al-l’anah ; pendirinya ialah juragan Rd. H. Tolhah Al Kholidi, sesepuh Cianjur pada waktu itu. Dalam pembinaannya beliauia dibantu oleh seorang Cucunya AI-Haafidh (yang hafal AI Qur’an) As-Sufi (yang menguasai kitab Ihya ‘Ulumuddin) K.H.R. Nuh, seorang ‘Aalim besar keluaran Makkah Almukarromah, murid seorang ulama besar yang ilmunya barokah, menyebar keseluruh dunia Islam, yang bermukim di kota Makkah AI-Mukarromah, yaitu : K.H.R. Mukhtar Al-thoridi, putra Jawa (Bogor)
 
Nadhir (Guru kepala) nya waktu itu adalah Syekh Toyyib Almagrobi, dari Sudan. Bertindak sebagai pembantu (guru bantu) adalah Rd. H. Muhyiddin adik ipar Juragan Rd. H. Tolhah AI-Kholidi. [[Murid]] pertamanya adalah : Rd. H. M. Sholeh Almadani.
 
Syekh Toyyib Almagrobi mengajar di AI-I’anah hanya 2 (dua) tahun, karena beliauia diusir oleh.pemerintah Belanda. Maka untuk mengisi kekosongan, Nadhir AI-I’anag dipegang oleh AI Ustadz Rd. Ma’mur keluaran pesantren Kresek Garut (Gudang Alfiyah) dan lulusan Jami’atul Khoer Jakarta (Gudang Bahasa Arab). Di antara murid-muridnya ialah:
*1.[[Rd. Abdullah]],
*2.[[Rd. M. Soleh Qurowi]]
*3.[[Rd. M. Zen]]
 
Dari AI I’anah Almubarokah inilah muncul para pahlawan dan sastrawan Muslim yang namanya tidak akan sirna, tetap tercantum dalam lembaran sejarah, di antaranya ialah Rd. Abdullah bin Nuh. BeliauIa telah menguasai bahasa Arab sejak usia 8 (delapan) tahun (penjelasan beliauia sendiri sewaktu hidup kepada salah seorang muridnya).
 
Rd. Abdullah bin Nuh adalah juara Alfiah, beliauia sanggup menghafal Al-fiah lbnu Malik dari awal sampai akhir dan dibalik dari akhir ke awwal (demikian menurut AI-Ustadz Rd. Abubakar sesepuh Cianjur). Walhasil: kecerdasan, bakat dan watak Rd. Abdullah bin Nuh semenjak duduk di bangku Madrasah AI-I’anah sudah nampak jelas keunggulannya.
 
Selain belajar di AI-I’anah, Rd. Abdullah bin Nuh tidak henti-hentinya menggali dan menimba ilmu dari ayahnya beliau. (BeliauIa pernah berkata kepada salah seorang muridnya : “Mama mah tiasana maca Kitab lhya teh khusus ti bapa Mama” begitu dengan logat Cianjurnya). Jadi jelas, Kota Cianjur adalah Gudang Ulama, pabrik para pahlawan dan pusat para santri. Maka tidak heran kalau kota Cianjur sejak dahulu penuh dikunjungi oleh para peminat ilmu Syari’at Islam dari seluruh pelosok Jawa Barat, dari daerah Priangan Sarat sampai ke Timur seperti : Bandung, Garut, Tasikmalaya dan Ciamis.
 
== PEKALONGAN DAN SYAMAILUL HUDA ==
Baris 51 ⟶ 50:
Pekalongan sebuah kota kecil yang mungil, berhasil mencetak kader-kader Muslim yang militan dan berwatak, membina mental pemuda -pemuda Islam yang berjiwa pahlawan dan bercita-cita tinggi menuju Indonesia Merdeka dengan landasan Kalimatullahi Hiyal ‘Ulya.
 
Di kota Pekalongan telah berdiri sebuah madrasah Arabiyyah yang benama “Syamailul Huda” yang terletak di JI. Dahrian (sekarang JI. Semarang). Madrasah tersebut mempunyai sebuah internat (pondok pesantren) dipinggiran JI. Raya, di tengah-tengah keramaian manusia, bahkan tepat berhadap-hadapan dengan sebuah gedung bioskop. Nakhoda madrasah tersebut ialah seorang Sayyid keturunan Hadrol Maut bernama: Sayyid Muhammad bin Hasyim bin Tohir AI-‘Alawi Al-Hadromi. BeliauIa seorang ‘Alim yang berjiwa besar, bercita¬cita tinggi, berpandangan luas. BeliauIa tak mengenal payah dan lelah, tak ingin melihat putra-putri Islam tidak maju. BeliauIa bersemboyan: “sekali maju tetap maju, bekerja dengan semangat, disertai ikhlas niat, pasti dapat dengan selamat “.
 
Di Madrasah dan internat inilah Sayyid Muhammad bin Hasyim mendidik, menerapkan ajaran Islam, menggemleng pemuda-pemuda yang berwatak, calon pahlawan/ Da’i/ Muballig dan Ulama.
Baris 59 ⟶ 58:
 
Pada tahun 1918 putra-putra Cianjur, murid-murid pilihan dari madrasah AI-I’anah berangkat ke Pekalongan menuju Syamailul Huda. Putra-putra pilihan itu ialah
*1. Rd. Abdullah, <ref>Abdullah</ref> [http://aziachmad.wordpress.com/galeri/foto-ulama/kh-abdullah-bin-nuh/]
*2. Rd. M.Zen,
*3. Rd. Taefur Yusuf ,
Baris 66 ⟶ 65:
*6. Rd. M. Soleh Qurowi
 
BeliauIa-beliauia inilah yang termasuk murid-murid dakhiliyyah yang bermukim di Internat (Pondok Pesantren) Syamailul Huda bersama-¬sama dengan teman-temannya yang berjumlah sekitar 30 orang (dari Ambon, Menado, Surabaya, Singapura, dan Malaysia/ daratan Malaka). Sahabat karib Rd. Abdullah bin Nuh pada waktu itu, yang masih ada sekarang, Al Ustadz Said bin Ahmad Bahuwairits (kelahiran Ambon) yang tinggal di alamat, JI. Surabaya No. 69 [[Pekalongan]], [[Jawa Tengah]] BeliauIa lebih tua usianya dan Rd. Abdullah bin Nuh, beliauia dilahirkan di [[Ambon]] pada tahun 1904 (waktu di Syamailul Huda Rd. Abdullah bin Nuh kelas 3, AI Ustadz Said kelas 4).
 
Banyak sekali kata-kata mutiara yang diucapkannya. BeliauIa memulai percakapan dengan kata-kata: “Waktu saya berziarah ke rumah Abdullah kebetulan waktu sholat Maghrib, saya tahu persis keadaan dalam rumahnya, hanya dua kamar yang sempit dan satu kamar mandi yang darurat. Padahal kalau melihat ilmunya, dan banyak murid-muridnya, dia itu orang besar, sudah tidak sesuai lagi. Tidak seperti orang-orang besar sekarang mobil-mobil banyak, gedung-gedungnya mewah, dengan rumah saya saja sudah jauh berbeda “(rumah AI Ustadz Said itu gedung dan besar sekali).
 
BeliauIa (AI Ustadz Said) melanjutkan dengan ucapan beliauia: “Maka dari gambaran suasana rumahnya yang sangat sederhana itu, Masya Allah - Masya Allah - Masya Allah, Abdullah sedang syugul lillahi Ta’ala, dia AZ-Zaahid”
*1. Inilah Ulama, ini waktu, mencari seperti itu tidak ada ;
*2. Abdullah tetap Abdullah sebagai Kiyai ;
*3. Ini hidup yang benar ;
*4. Ini thoriq (jalan) yang benar ;
*5. Abdullah saudara saya
 
Ada beberapa Amanat-amanat beliauia kepada putra-putri AI-Ustadz Abdullah bin Nuh:
*1. Berjalanlah menurut Abdullah bin Nuh ;
*2. Ana ad’uu lahum (Aku berdoa untuk mereka);
*3. Panggillah saya ‘aamii (anggaplah orang-tuanya) ;
*4. Salam dari saya kepada keluarga Abdullah ;
*5. Dan minta foto Abdullah setetah mendekat wafat
 
AI Ustadz Said bin Ahmad Bahuwairits memberi julukan kepada Rd. Abdullah bin Nuh dengan julukan: '''Al Ustadz''' , '''AI-‘Aalim''' ; '''Al-Adiib''' ; '''Azzahid''' ; '''Al-Mutawadli''' ; '''AI-Haliim.'''
 
Madrasah Syamailul Huda ialah Samudra tempat menimba tinta mas Ilmu Ilahi. Internatnya laksana ladang tempat mendulang berlian llmu Agama Allah SWT. Maka tidak sedikit pentolan-pentolan Ulama dan pahlawan yang dihasilkan dari Madrasah tersebut. Di antaranya yang berhasil dengan gemilang dan menonjol sekali Rd. Abdullah bin Nuh, putra Cianjur, sehingga beliauia menjadi kesayangan gurunya.
Rd. Abdullah bin Nuh sewaktu duduk di kelas 4 kelas terakhir Syamailul Huda, telah turut aktif mengaji bersama-sama dengan para guru Madrasah tersebut. Jadi Rd. Abdullah bin Nuh sudah lebih dahulu maju dari teman-teman kakak kelasnya.
 
Baris 98 ⟶ 97:
 
Gedung “Hadrolmaut School” ialah tempat Rd. Abdullah bin Nuh dan teman-temannya dididik, dibina, digembleng cara praktek mengajar, berpidato, memimpin dan lain-lain yang dipertukan.
Rd. Abdullah bin Nuh di samping diperbantukan mengajar di sekolah tersebut, beliauia tidak henti-hentinya menyerap dan menerima bermacam-macam ilmu Agama dan Umum, mempelajari beraneka ragam [[bahasa]] dari gurunya. Demikianlah keadaan Rd. Abdullah bin Nuh di kota Surabaya, beliauia berjiwa arek-arek Suroboyo yang paling lincah berjuang. Dengan ilmunya yang mendalam, jiwa yang suci dan kemauannya yang kuat, maka beliauia terpilih sebagai siswa yang akan dibawa ke Mesir oleh gurunya besama-sama dengan teman-temannya, sebanyak 15 orang.
 
Teman Rd. Abdulah bin Nuh yang bersama-sama belajar di Mesir yang masih ada di Kota Surabaya sekarang, ialahdialah AI-Ustadz Abdul Razak AI-‘Amudi di kompleks IAIN Wonocolo. BeliaulahIalah yang menyandang gelar: Syahadatul Aalimiyah dari “Jami’atul Azhar” dan Deblum Daril ‘Ulumil ‘Ulya dari Madrasah Darul ‘Ulumul ‘Ulya.
 
== MESIR DAN AL-AZHARNYA ==
Baris 107 ⟶ 106:
 
=== Jami’atul Azhar ( [[Syari’ah]] ) ===
di Fakultas ini, lama belajarnya 6 tahun mendapat gelar : '''Syahadatul ‘Alimiyah'' dan kalau belajar 3 tahun mendapat gelar : '''Syahadatul Ahliyyah.'''
 
=== Madrasah Darul’ Ulum AI-‘Ulya (AI-Adaab) ===
Baris 113 ⟶ 112:
Lama belajar 4 tahun mendapat gelar: '''Deblum Daril ‘Ulumil ‘Ulya''' Syarat-syarat masuk Jami’atul Azhar di antaranya harus hafal AI-Qur’an 30 Juz. Tetapi murid-murid yang dibawa oleh AI-Ustadz Sayyid Muhammad bin Hasyim yang 15 orang itu mendapat prioritas diterima dengan hafal beberapa surat. Pengecualian ini menunjukkan kebesaran dan keberkahan murid-murid AI-Ustadz Sayyid Muhammad bin Hasyim. AI-Ustadz Rd. Abdullah bin Nuh bersama-sama dengan teman-temannya mula-mula bertempat tinggal di Syari’ul Hilmiyyah, lalu berpindah ke Syari’ul Bi’tsah Bi Midanil Abbasiyah. Pelayannya orang-orang Yaman.
 
Siang dan malam AI-Ustadz Rd. Abdullah bin Nuh tidak henti-hentinya belajar. Waktu adalah betul-betul berharga bagi betiau. Keluar dari Jami’atul Azhar beliauia pulang hanya mengganti pakaian, memakai pantalon, berdasi dan memakai torbus, terus mengikuti pengajian-pengajian di luar AI-Azhar. Mahasiswa AI-Azhar mempunyai ciri khas ialah berjubah dan bersorban dibalutkan dikepala (udeng).
 
AI-Ustadz Rd. Abdullah bin Nuh di Mesir sudah tidak mempelajari bahasa Arab lagi, karena beliauia ketika masih di [[Indonesia]] sudah benar-benar pandai dan ahli, mengusai berbagai bahasa. BeliauIa di Mesir hanya belajar fak Fiqih (ini menurut cerita beliauia kepada salah seorang muridnya, katanya dalam bahasa Sunda Mama mah di Mesir teh mung diajar ilmu fiqih wungkul”. Selanjutnya beliauia bertanya: “Dupi salira kitab-kitab fiqih naon anu parantos diaos? Dijawab oleh muridnya dengan menyebutkan beberapa kitab Fiqih. Setelah sampai menyebut kitab Iqna, maka beliauia berkata: “Mama mah tamatna Iqna teh di Mesir, ari salira mah tamat Iqna teh di Indonesia.”
 
Dengan berkah ketekunan dan kesungguh-sungguhan, maka AI-Ustadz Abdullah bin Nuh di Mesir telah kelihatan sebagai seorang Pelajar yang paling cakap di dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. AI-Ustadz Abdur Rozzaq berpendapat: “Sebabnya Abdullah itu mempunyai kelainan daripada teman-¬temanya yang semasa, karena dia mendapatkan banyak ilmu dari hasil muthola’ah. Muthola’ah satu kitab saja sampai 10 kali. Inilah syarat muthola’ah kata AI-Ustadz Abdullah bin Nuh. Di antara kitab yang didawamkan muthola’ah ialah kitab: ARAB 2
AI-Ustadz Abdullah bin Nuh belajar di Mesir hanya selama dua tahun, dikarenakan putra gurunya yang beliauia temani tidak merasa betah dan gurunya pulang ke Hadrolmaut, maka AI-Ustadz Rd. Abdullah bin Nuh pun pulang ke Indonesia. Inilah riwayat hidup singkat beliauia masa belajar/ tholabul’ilmi atau masantren.
 
== MADRASAH P.S.A.==
 
Pada tahun 1927 AI-Ustadz Rd. Abdullah bin Nuh pulang dari Mesir ke Indonesia (Cianjur. Pada akhir tahun 1927 pergi ke Bogor (Ciwaringin). BeliauIa mengajar: 1. Di Madrasah Islamiyyah yang didirikan oleh Mama Ajengan Rd. Haji Manshur.2.Para Mu’allim yang berada di sekitar Bogor dikepalai oleh Mualim H. Muhammad Arsyad Bin H. Imammudin dari bojong neros bogor.
Pada awal tahun 1928 beliauia pindah ke Semarang tetapi tidak lama yaitu hanya 2 (dua) bulan, kemudian kembali ke Bogor. Lalu pulang lagi ke Cianjur dan beliauia membantu (jadi guru bantu) mengajar di AI-I’anah, waktu itu nadhirnya AI-Ustadz Rd. H.M. Sholeh AI-Madani (sekitar tahun 1930). Setelah itu beliauia pergi lagi ke Bogor kedua kalinya dan bertempat tinggal di Panaragan. Pekerjaan beliauia adalah:
*'''''Mengajar para kyai'''''
*'''''Jadi korektor Percetakan IHTIAR (Inventaris S.I.)'''''
 
Pada tahun 1934 di [[Bogor]] (di Ciwaringin) didirikan Madrasah P.S.A. (Penolong Sekolah Agama). Maksud didirkannya PSA adalah untuk mempersatukan madrasah-madrasah yang ada di sekitar Bogor yang berada di bawah asuhan Mama Ajengan Rd. H. Manshur dengan mualim H. Muhammad Arsyad bin H. Imammudin.
Baris 131 ⟶ 130:
Susunan Pengurus P.S.A. ialah :Ketua, Mama Ajengan Rd. H. Mansur, Sekretaris M.B. Nurdin (Marah Bagindo), Inspektur K. Usman Perak. Ketua Dewan Guru/ Direktur. AI-Ustadz Rd.H.Abdullah bin Nuh, Pembantu/ Sekretaris Rd. Ali Basah beserta H. Muhammad Arsyad
Selain memimpin madrasah-madrasah, juga AI-Ustadz mengajar di MULO (SLTP). Pada tahun 1939 Madrasah P.S.A, pindah ke jalan Bioskop (JI, Mayor Oking, yang sekarang dipakai Mesjid)
Dari tahun 1939 s.d 1942 beliauia tetap bertempat tinggal di Panaragan dan setiap hari mengajar ngaji para Kyai. Walaupun AI-Ustadz Rd. H. Abdullah bin Nuh ilmunya telah begitu banyak, tetapi selama di Bogor beliauia masih terus menambah ilmunya dari seorang ulama (Mufti Malaya) yaitu Sayyid ‘Ali bin Thohir dan Haji Muhammad Arysad dari bojong neros.
 
== PEJUANG KEMERDEKAAN ==
Baris 138 ⟶ 137:
Sejarah mencatat bahwa [[PETA]] lahir pada bulan Nopember 1943, lalu diikuti lahirnya HIZBULLAH beberapa minggu kemudian di mana para alim ulama kemudian masuk menjadi anggota organisasi itu. Tahun 1943 tersebut benar benar merupakan tahun penderitaan yang amat berat khususnya bagi umat Islam dan bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan. Boleh dikatakan bahwa saat itu adalah salah satu ujian paling berat bagi bangsa Indonesia. Pada akhir tahun 1943 itulah AI-Ustadz Rd. H. Abdullah bin Nuh masuk PETA dengan pangkat [[DAIDANCO]] yang berasrama di Semplak Bogor.
 
Lalu pulang lagi ke Cianjur dan beliauia membantu (jadi guru bantu) mengajar di AI-I’anah, waktu itu nadhirnya AI-Ustadz Rd. H.M. Sholeh AI-Madani (sekitar tahun 1930). Setelah itu beliauia pergi lagi ke Bogor kedua kalinya dan bertempat tinggal di Panaragan. Pekerjaan beliauia adalah: 1. Mengajar para kyai. 2. Jadi korektor Percetakan IHTIAR (Inventaris S.I.)
 
Pemimpin-pemimpin umat ini, para alim ulama di sana-sini ditangkap oleh Dai Nippon, di antaranya Hadlorotnya Syekh Hasyim Asy’ari pimpinan Pondok Pesantren Tebu Ireng. BeliauIa dipenjarakan di Bubutan, Surabaya. Di Jawa Barat perlakuan serupa dilakukan terhadap KH. Zainal Mustofa, Tasikmalaya, bahkan sampai gugurnya karena di siksa Dai Nippon. BeliauIa adalah Pemimpin Pondok Pesantren Sukamanah, Tasikmalaya.
Tanggal 6 Agustus 1945 senjata dahsyat bom atom dijatuhkan Amerika Serikat di atas kota Hiroshima, disusul kemudian tanggal 9 Agustus born atom gelombang kedua dijatuhkan pula di atas Nagasaki. Sekutu mengumandangkan kemenangannya. Bangsa Indonesia saat itu sangat optimis dengan tekuk lututnya Jepang terhadap sekutu. Ternyata pada tanggal [[17 Agustus 1945]] beberapa hari setelah pemboman terhadap kedua kota itu kita bangsa Indonesia memperoleh hikmah, yaitu kemerdekaan yang diperoklamirkan oleh [[Bung Karno]] dan [[Bung Hatta]]. Apakah ini bukan rohmat dari Allah SWT?
 
Baris 149 ⟶ 148:
 
YOGYAKARTA DAN P.T.I. NYA (SEKARANG UII)
Yogyakarta adalah sebuah kota kecil yang mendadak menjadi ibukota Repbulik Indonesia dan pusat segala kegiatan politik. Semenjak awal 1946, situasi politik terus meningkat dan ketegangan serta pergolakan terjadi di mana-mana. Yogyakarta amat berat memikul beban nasional di atas pundaknya. Namun AI-Ustadz Rd. H. Abdullah bin Nuh adalah benar-benar seorang ulama pejuang yang pandai membagi waktu. Walaupun tugas beliauia sangat berat, sebagai tentara yang mewakili Jawa Barat dan anggota KNIP lainnya, namun beliauia masih sempat mendirikan RRI Yogyakarta siaran bahasa Arab dan kemudian mendirikan STI (Sekolah Tinggi Islam/ UII) bersama dengan KH. Abdul Kohar Muzakkir.
 
Yang lebih unik lagi ialah tidak melupakan tugas kekiyaian, yaitu mengajar ngaji. Hasil didikan beliauia waktu di Yogyakarta di antaranya adalah Ibu Mursyidah dan AI-Ustadz Basyori Alwi, yang telah berhasil membuka Pesantren yang megah di JI. Singosari No.90 dekat kota Malang, dan banyak lagi Asatidz tempaan beliauia.
 
Pada bulan Desember 1948 Yogyakarta bezet (diduduki tentara Belanda). Tentara RI mundur dari Kota Yogya dan terjadilah perang gerilya selama 6 bulan, mulai dari Desember 1948 s.d. Juni 1949. Perang gerilya ini dilakukan pula oleh para pejabat, walaupun dia itu adalah seorang Menteri.
Baris 161 ⟶ 160:
== JAKARTA DAN UI-NYA ==
 
Setelah melalui liku-liku hidup dan mengarungi pasang surutnya gelombang perjuangan, keluarga AI-Ustadz Rd. Abdullah bin Nuh menetap di Jakarta selama lebih kurang 20 tahun, yaitu mulai tahun 1950 s.d. 1970, Di Jakarta inilah beliauia menjadikan ibu kota sebagai arena pengabdiannya kepada Allah SWT dan kepada hamba-Nya. BeliauIa mengajar mengaji para asatidz/ Mu’allimin, memimpin Majlis-majlis Ta’lim, menjabat sebagai Kepala Seksi Bahasa Arab pada Studio RRI Pusat. Selain itu juga aktif dalam kantor berita APB (Arabian Press Board). Kemudian pernah pula menjadi Dosen UI (Universitas Indonesia) bagian Sastra Arab, pemimpin Majalah Pembina dan Ketua Lembaga Penyelidikan Islam.
 
Di samping itu pada tahun 1959 sebelum kepindahan ke Kota Bogor, beliauia telah aktif memimpin pengajian-pengajian di Bogor, yaitu :1. Majlis Ta’lim Sukaraja (AI-Ustadz Rd. Hidayat) 2. Majlis Ta’fim Babakan Sirna (AI-Ustadz Rd. Hasan) 3. Majlis Ta’lim Gang Ardio (KH. Ilyas) 4. Majlis Ta’lim Kebon Kopi (Mu’allim Hamim)
Dan akhirnya pada tanggal 20 Mei 1970 Mama hijrah dari Jakarta ke Bogor.
 
== MAMA DAN “AL-GHAZALY” ==
Baris 179 ⟶ 178:
== MAMA DAN “NAHJUSSALAM” ==
 
Nahjus Salam ialah Pesantren idaman Mama yang belum terlaksana dengan sempurna dan tentunya.wajib kita tanjutkan sampai tuntas. Jauh sebelum merencanakan “Nahjus Salam”, Mama pernah mengutarakan keinginannya kepada salah seorang muridnya: “Mama ingin sekali punya Pesantren”. Kemudian muridnya itu bertanya: “Didaerah mana Mama ingin mendirikan Pesantren itu? Di Bogor Timur, Ciluar atau di Cianjur?” Mama menjawab: Di Sukaraja. Muridnya masih penasaran, kemudian melanjutkan pertanyaannya: “Kenapa ingin di Sukaraja?” BeliauIa menjawab:
Ingin dekat dengan makam eyang Mama (Kanjeng Dalem)
Melaksanakan amanat Mama Ajengan Manshur (Bilamana Mama Ajengan Manshur wafat, harus diteruskan oleh beliauia).
Ingin istirahat total
Penulis pada waktu itu tidak memperhatikan akan arti dan kandungan obrolan Mama yang sebenarnya mendalam serta penuh dengan isyarat itu.
Baris 193 ⟶ 192:
Dengan ketiga hal yang menurut penulis mengandung keanehan itu, membuktikan bahwa derajat Mama sudah lain dari pada yang lain. Obrolan Mama mengenai “ingin istirahat total” ini merupakan isyarat bahwa kepulangan Mama ke Rahmatullah telah mendekat. Karena hanya wafatnya hamba kekasih Allahlah yang termasuk dan boleh dikatakan “Istirahat Total”. Permohonan Mama ingin istirahat total dikabulkan oleh Allah SWT.
 
Pada hari senin malam selasa, jam 19.15 WIB ba’da Isya, tanggal 26 Oktober 1987 bertepatan dengan tanggal 4 Robi’ul Awwal 1408 H beliauia pulang ke Rahmatullah. “Innaa Lillaahi wa Inna Ilaihi Rooji’uuna”. Thoriqoh Mama ada tiga: 1. Mengajar2. Muthola’ah 3. Mengarang.
 
Di mana saja Mama tinggal, Mama betah, asal Mama bisa menjalankan yang tiga itu dengan tenang. Jadi jelaslah, pindahnya Mama dan satu daerah ke daerah lain adalah termasuk : yang mudah-mudahan pulangnya Mama ke Rahmatullah pun demikian adanya, hijrah kepada keridhoan Allah SWT.
 
== AMANAHNYA ==
Baris 226 ⟶ 225:
==== Rd. H. Toto Mustofa ====
 
Ulama Kharismatik itu telah pulang ke Rahmatullah Akan menerima keridhoan Allah Kita yang ditinggalkan Wajib melanjutkan Amanat Mama kita laksanakan Thoriqoh Mama kita jalankanMudah-mudahan riwayat hidup Mama yang ringkas ini menjadi cermin untuk kita semuanya kaum muslimin-muslimat, baik tua maupun muda.
 
== Karya-karya tulis ==
Baris 248 ⟶ 247:
 
Karya-karya tulis dengan bahasa Arab yaitu berbentuk natsar (karangan bebas) dan syi’ir (puisi)
 
 
Selain mengarang K.H.R. Abdullah bin Nuh juga menterjemahkan kitab-kitab berbahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia dan Sunda.
 
Kitab-kitab yang beliauia terjemahkan kebanyakan karangan Imam AI-Ghazaly yang beliauia kagumi.
Di antara terjemahannya ke dalam bahasa Indonesia adalah:
* Renungan;
Baris 260 ⟶ 258:
* Menuju Mukmin Sejati (Minhajul-Abidin, karangan terakhir imam Ghazaly.
 
Adapun yang beliauia terjemahkan ke dalam bahasa Sunda di antaranya berjudul: 1. Akhlaq; 2. Dzikir
Sebagai seorang Ahli bahasa Arab, K.H.R. Abdullah bin Nuh menyempatkan diri menyusun kamus bersama sahabatnya H. Umar Bakry, di antara kamusnya adalah:
*Kamus Arab - Indonesia;
Baris 277 ⟶ 275:
*{{id}} [http://wijayakusumah.com/?p=39 ]
*{{id}} [http://www.dakta.com/berita/nasional/26376/api-sejarah-ungkap-penyimpangan-penulisan-sejarah-indonesia.html/ ]
 
[[Kategori:Tokoh Sunda]]