Gendang guro-guro aron: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Pazukat (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 4:
[[Penyanyi]] terdiri dari pria dan wanita (sepasang) yang disebut ''[[perkolong-kolong]]''. Biduan ini mengenakan [[pakaian adat karo]] dan biasanya memiliki suara yang enak didengar serta pintar saling beradu pantun atau "ejekan" dalam konteks halus dan canda. Lagu-lagu yang dinyanyikan disesuaikan dengan acara yang telah tertata oleh kelaziman yang ada. Lagu pertama biasanya adalah lagu "''[[Pemasu-masun]]''" dengan [[lirik]] men[[doa]]kan agar segenap masyarakat yang ada pada acara tersebut diberikan kelimpahan rahmat, rezeki, kesehatan dan umur panjang serta kedamaian dari Yang Maha Kuasa. Sembari biduan bernyanyi ; semua panitia dan tamu undangan diajak menari di atas panggung. Lagu pembukaan bernada sentimentil ini diringi [[serunai]], [[penganak]], [[gong]] dan [[anak gung]] (semacam gamelan) membuat suasana menjadi khidmat dan syahdu. Seusai lagu "''Pemasu-masun Simalungun Rakyat''", selanjutnya biduan menyanyikan lagu-lagu permintaan yang diikuti dengan tarian dari masing-masing "[[marga]]" ([[pam]]) yang hadir. Para penari harus berpasangan dengan istrinya atau jika belum menikah berpasangan dengan impal ([[pariban]])nya. Kesempatan ini biasanya digunakan muda-mudi untuk berkenalan atau lebih mengintensifkan perkenalan yang telah dijalin.
 
Setelah semua marga (ada lima marga dalam masyarakat Karo), [[panitia]], [[petugas keamanan]] dan kelompok-kelompok lain yang ada pada acara usai mendapat giliran menari maka kedua biduan diadu bernyanyi dengan saling membalas pantun atau "ejekan" sambil mengerahkan kemampuan menari yang dimiliki. Adegan ini biasanya diadakan menjelang [[tengah malam]], yang merupakan puncak acara.
 
''Gendang Guro-guro Aron'' sejak dahulu juga sering dimanfaatkan oleh para [[penguasa]] (pemimpin/tokoh adat) masyarakat Karo untuk menyampaikan pesan-pesan, biasanya pesan [[perdamaian]] dan [[semangat kerja]] kepada masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya lagu-lagu Karo yang tercipta dengan nada riang penuh semangat mengajak masyarakat bekerja keras . Pada masa [[revolusi seni tradisional]] ini dijadikan pula sebagai penggelora semangat perjuangan [[kemerdekaan]]. Hal ini tercermin dari lagu-lagu perjuangan yang bernada heroik.