Melayu-Bugis: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1:
== Awal Kedatangan Orang Melayu ke Sulawesi ==
Pada tahun 1542, [[Antonio de Paiva]] seorang petualang [[Portugis]] mendarat di Siang, sebuah kerajaan tua di pesisir selatan [[Makassar]]. De Paiva menyatakan ketika mendarat ia telah bertemu orang Melayu di Siang. Mereka mendiami perkampungan Melayu dengan susunan masyarakat yang teratur sejak 1490.<ref>{{cite book | last =Pelras | first =Christian | authorlink = | coauthors = | title =Sulawesi Selatan sebelum datangnya Islam berdasarkan kesaksian Portugis dalam citra masyarakat Indonesia | publisher =YRS | date =1983 | location =Jakarta | url = | doi = | isbn = | page =}}</ref> Manuel Pinto yang mengunjungi Siang pada tahun 1545, menyatakan bahwa orang Melayu di Siang berjumlah sekitar 40.000 jiwa. Pada zaman pemerintahan Karaeng Tumaparisi Kallonna (1500-1545), orang Melayu sudah mendirikan pemukiman di Mangallekana, sebelah utara [[Somba Opu, Gowa|Somba Opu]] ibu kota [[kerajaan Gowa]]. Pada masa Karaeng Tunipallangga, orang Melayu mengutus Datuk Nakhoda Bonang menghadap raja Gowa agar Mangallekana diberi hak otonomi.
== Peran Melayu di Sulawesi ==
Sejak kedatangan orang Melayu ke
Peranan orang Melayu di kerajaan juga meliputi sastra dan pengajaran agama Islam. Beberapa naskah keagamaan dan karya-karya sastra diterjemahkan dari [[bahasa Melayu]] ke [[bahasa Bugis]]. Seperti Hikayat Rabiatul Adawiah, Hikayat Isma yatim, Hikayat Muhammad Hanafiah, Hikayat Shahi Mardan Ali Al Murtada, Hikayat Puteri Jauhar Manikam. Tradisi intelektual berlanjut hingga abad ke-19 dengan penulisan ulang ''Sureg I Lagaligo'' oleh Ratna Kencana atau Collipujie Arung Pancana Toa Datu Tanete.
|