Ahmad Syafi'i Ma'arif: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Gombang (bicara | kontrib)
Menolak perubahan teks terakhir (oleh Efwijaya) dan mengembalikan revisi 8113248 oleh Bonaditya: pada saat itu Indonesia masih jajahan Belanda
Baris 43:
== Kehidupan ==
==== Kehidupan awal ====
Ahmad°—Ahmad Syafii Maarif lahir di Nagari Calau, [[Sumpur Kudus, Sijunjung|Sumpur Kudus]], [[Minangkabau]] pada 31 Mei 1935.{{sfn|Maarif|2009|pp=1–30}} Ia lahir dari pasangan Ma'rifah Rauf Datuk Rajo Malayu, dan Fathiyah.{{efn|Ayahnya beberapa kali menikah, dan Fathiyah merupakan istri pertama dari tiga istri ayahnya. Setahun setelah ibunya meninggal, ayahnya kembali menikah dengan dua orang perempuan, yakni Maran dan Lamsiah.{{sfn|Maarif|2009|pp=71–80}}}} Ia bungsu dari 4 bersaudara seibu seayah, dan seluruhnya 15 orang bersaudara seayah berlainan ibu.{{sfn|Maarif|2009|pp=71–80}} Ayahnya adalah saudagar gambir, yang belakangan diangkat sebagai kepala suku di kaumnya.{{sfn|Maarif|2009|pp=31–70}} Sewaktu Syafii berusia satu setengah tahun, ibunya meninggal. Syafii kemudian dititipkan ke rumah adik ayahnya yang bernama Bainah, yang menikah dengan adik seibu ibunya yang bernama A. Wahid.{{sfn|Maarif|2009|pp=31–70}}
 
Pada tahun 1942, ia dimasukkan ke sekolah rakyat (SR, setingkat SD) di [[Sumpur Kudus, Sijunjung|Sumpur Kudus]].{{sfn|Maarif|2009|pp=1–30}} Sepulang sekolah, Pi'i, panggilan akrabnya semasa kecil,{{sfn|Maarif|2009|pp=101–110}} belajar agama ke sebuah [[Madrasah Ibtidaiyah]] (MI) [[Muhammadiyah]] pada sore hari dan malamnya belajar [[mengaji]] di [[surau]] yang berada di sekitar tempat ia tinggal, sebagaimana umumnya anak laki-laki di [[Minangkabau]] pada masa itu.{{sfn|Maarif|2009|pp=31–70}} Pendidikannya di SR, yang harusnya ia tempuh selama enam tahun, dapat ia selesaikan selama lima tahun. Ia tamat dari SR pada tahun 1947, tetapi tidak memperoleh [[ijazah]] karena pada masa itu terjadi perang [[Sejarah Indonesia (1945–1949)|revolusi kemerdekaan]].{{sfn|Maarif|2009|pp=81–100}} Namun, setelah tamat, karena beban ekonomi yang ditanggung ayahnya, ia tidak dapat meneruskan sekolahnya selama beberapa tahun.{{sfn|Maarif|2009|pp=1–30}} Baru pada tahun 1950, ia masuk ke Madrasah Muallimin Muhammadiyah di [[Balai Tangah, Lintau Buo Utara, Tanah Datar|Balai Tangah]], [[Lintau Buo Utara, Tanah Datar|Lintau]] sampai duduk di bangku kelas tiga.{{sfn|Maarif|2009|pp=71–80}}