Filsafat Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ferryhidayat (bicara | kontrib)
Ferryhidayat (bicara | kontrib)
Baris 91:
 
Karya-karya pengantar Filsafat Islam juga banyak ditulis oleh filsuf Islam Indonesia seperti oleh Abdul Aziz Dahlan dengan judul ''Pemikiran Falsafi dalam Islam'', Soedarsono dalam karyanya ''Filsafat Islam'', [[Oemar Amin Hoesin]] dalam dua bukunya yang amat klasik ''Filsafat Islam'' dan ''Filsafat Islam: Sedjarah dan Perkembangannya dalam Dunia Internasional'', H. Musa Asya’arie dalam karyanya ''Filsafat Islam: Kajian Ontologis, Epistemologis, Aksiologis, Historis, Prospektif'', dan oleh [[J.W.M. Bakker]] dalam karyanya yang klasik ''Pengantar Filsafat Islam''.
 
 
====Filsafat Islam Arab dan Persia====
 
Filsafat Islam Regional seperti ‘Filsafat Arab Klasik’, misalnya, dikaji oleh [[Harun Nasution]] dalam karyanya ''Teologi Islam'', Hasan Asari dalam bukunya ''Nukilan Pemikiran Islam Klasik'', dan oleh Ilhamuddin dalam buku ''Pemikiran Kalam Baqillani''. ‘Filsafat Arab Modern’ dikaji, umpamanya, oleh [[H.A. Mukti Ali]] dalam bukunya ''Alam Pikiran Islam Modern di Timur Tengah'', A. Munir dalam bukunya ''Aliran Modern dalam Islam'', H.A. Mukti Ali dalam buku ''Islam dan Sekularisme di Turki Modern'' dan oleh Harun Nasution dalam karyanya ''Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah''. ‘Filsafat Islam Persia’ juga banyak yang mengkaji, terutama setelah Syi’isme disebarluas oleh cendekiawan Syi’ah Indonesia seperti [[Jalaluddin Rachmat]] dan [[Haidar Bagir]]. Amroeni Drajat mengkaji Filsafat Yahya Al-Suhrawardi dalam karyanya ''Filsafat Illuminasi: Sebuah Kajian terhadap Konsep ‘Cahaya’ Suhrawardi''.
 
 
====Filsafat Islam Indonesia====
 
Suatu ‘Filsafat Islam Regional’ lainnya, seperti ‘Filsafat Islam Indonesia’, sudah banyak yang membahas, terutama mengenai mazhab-mazhab seperti ‘Tradisionalisme’, ‘Modernisme’, ‘Revivalisme’, ‘Neo-modernisme’, ‘’Transformasionisme’, ‘Liberalisme’, dan ‘Perenialisme’, sehingga tak perlu dibahas lagi di sini. Hanya saja, ada kecenderungan baru saat ini yang dinamakan ‘sesatisme', yang mulai menyuarakan pandangan-pandangan mereka dalam buku-buku tebal yang dipublikasikan secara luas. Walaupun belum layak dianggap sebagai suatu mazhab filsafat, pandangan mereka mulai diterima luas oleh masyarakat Islam Indonesia. Pendasaran argumentasi mereka pada terjemahan [[Al-Quran]] berbahasa Indonesia atau ‘terjemahan sewenang-wenang’ mereka sendiri atas ayat Al-Quran—ini keunikan tersendiri dari mereka, yang sekaligus juga merupakan bukti ketololan mereka akan tata-bahasa Arab—cukup membuktikan bahwa mereka memiliki sandaran filosofis yang jelas. Yang mereka pegang bukanlah Al-Quran, tapi terjemahannya atau ‘tafsir bebas’ nya. Dan terjemah atau ‘tafsir bebas’ adalah sejenis filsafat. [[Hartono Ahmad Jaiz]] dapat dimasukkan dalam mazhab ini. Dalam bukunya ''Aliran dan Paham Sesat di Indonesia'', Jaiz mengritik sebagai ‘sesat’ beberapa mazhab ‘Filsafat Islam’ yang pernah ada sebelumnya, yakni, mazhab-mazhab ‘Liberalisme’, ‘Modernisme’ dan ‘Neo-modernisme’. Bukunya yang lain ''Ada Pemurtadan di IAIN'', mengritik beberapa dosen UIN/IAIN yang bercorak liberal, modern, dan neo-modern.