Populasi Provinsi Jambi adalah 2.400.940 jiwa menurut sensus tahun [[2000]].
http://groups.yahoo.com/group/santriwati_jambi/
==Daerah Tingkat II==
Daerah Tingkat II di Provinsi Jambi terdiri dari:
{{Daftar Daerah Tingkat II Jambi}}
{{jambi}}
{{Provinsi Indonesia}}
Santriwati adalah seorang anak gadis yang sedang belajar dan menuntut ilmu pengetahuan agama Islam dan pengetahuan umum yang dapat membawa hidup kepada kebaikan untuk diri sendiri, orang tua, negara, bangsa dan agama Islam. Disini kita bisa bertukar pikiran mengenai berbagai hal mengenai perempuan, seperti: Kesehatan Reproduksi Remaja, Gender, Pra Nikah, Sastra, Dan Masalah Narkoba, AIDS/HIV. Atau apa saja yang berhubungan dengan dunia perempuan termasuk mode dan fashion.
{{indo-geo-stub}}
Saya adalah NURDIANA santriwati suku MELAYU dari Kumpeh Muaro Jambi Propinsi Jambi Sumatra. Mari Saudara Seiman Islam berbagi ilmu dan persaudaraan Islam dimanapun.
[[Kategori:Jambi| ]]
[[Kategori:Provinsi Indonesia]]
{{sub-rapikan}}
<!--
PESONA WISATA JAMBI
Jambi terletak disebelah timur Sumatera. Tahun 50 an, Provinsi Jambi belum ada dalam peta Indonesia. Karena wilayah ini sebelumnya masuk dalam provinsi Sumatera Tengah. Wilayah Jambi sangat luas sekitar 50 ribu kilometer persegi atau 80 kali luas DKI Jakarta dan 20 persen dari kawasan Jambi masih diselimuti hutan. Berkunjung ke Jambi, Anda akan menikmati panorama alam yang elok. Pengunungan Bukit Barisan yang membentang disebagian wilayah ini sudah lama mengoda wisatawan dan para pendaki. Jambi juga memiliki keunikan budaya dan adat istiadat serta peninggalan sejarah yang belum banyak digali.
Inilah Gunung Kerinci. Kawasan yang terletak di Kabupaten Kerinci di Jambi ini sudah lama menjadi dayak tarik wisatawan untuk datang ke Provinsi Jambi. Sejak abad ke 19, pemerintah kolonial Belanda sudah memperkenalkan kawasan ini hingga ke mancanegara. Sehingga Kerinci sudah tidak asing lagi bagi wisatawan dunia. Sekitar 300 ribu wisatawan setiap tahun datang kesini untuk menikmati keindahan alam. Kendati letaknya cukup terisolir. Gunung Kerinci adalah salah satu harta yang tidak ternilai yang dimiliki Provinsi Jambi. Masih banyak yang menarik dari provinsi ini yang tidak sekedar pesona alam semata. Seperti Masjid Agung Pondok Tinggi yang dibangun hampir 132 tahun lalu secara gotong royong oleh masyarakat setempat.
Menjelajahi sebagian wilayah Jambi dan ternyata masih banyak yang menarik untuk dikunjungi. Salah satunya adalah situs peninggalan purba di Muara Jambi sekitar 40 kilometer dari kota Jambi. Situs ini merupakan peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang beragama Budha pada abad X hingga 13 Masehi. Di komplek seluas 12 kilometer persegi ini terdapat 60 buah candi. Namun sayangnya hanya 9 candi yang masih bisa direnovasi. Situs ini pertama kali ditemukan oleh Perwira Inggris S_C Crooke pada tahun pada tahun 1820. Sebagian bangunan candi ini kondisinya sudah rusak. Bahkan sebagian lagi sudah tidak memungkinkan lagi untuk diperbaiki. Satu diantaranya adalah candi setinggi 7 meter ini. Bangunan candi rusak karena dimakan waktu. Selain itu, candi ini dibangun dengan batu bata yang memang mudah lapuk dan rusak.
Pihak purbakala sudah berupaya melakukan perbaikan dengan tetap menggunakan batu aslinya. Penempatannya disesuaikan dengan bentuk ukuran batu, kemudian ditempelkan dengan cara mengosok-gosokan kedua batu dengan air. Candi Gumpung juga termasuk candi yang baru direnovasi. Candi ini terletak di pusat kunjungan wisata percandian di Muara Jambi. Candi ini dipagari setinggi sekitar 4 meter. Disini banyak ditemukan peninggalan sejarah yang tidak ternilai.
Candi-candi ini menunjukkan bahwa wilayah ini dahulunya adalah pusat peribadatan agama Budha dan beraliran Tantrayana pada abad ke IV dan V Masehi. Beberapa meter dari Candi Gumpung terdapat sebuah telaga yang merupakan tempat permandian para raja pada masa Kerajaan Melayu. Serta sebuah kolam sedalam 3 meter yang digunakan sebagai waduk.
Kami juga mengunjungi sebuah museum di komplek purbakala. Berbagai benda-benda yang ditemukan disekitar candi disimpan di museum ini. Belanga setinggi 67 centimeter ini misalnya, ditemukan secara tidak sengaja saat penggalian di Candi Kedaton tahun 2002. Untuk mempertahankan nilai budaya dan sejarah candi Muara Jambi ini pemerintah kerap membuat acara yang digelar setiap tahun. Sayangnya kondisi komplek candi ini terlihat tidak terawat. Tanaman liar dibiarkan tumbuh disekitar komplek candi sehingga jadi santapan lezat bagi hewan ternak.Keterbatasan dana kembali menjadi persoalan. Kondisi itulah yang sering menimpa cagar budaya di negara ini.
Makam Datuk Paduka Berhala
Berwisata ke Jambi tidak akan lengkap jika tidak mengunjungi Pulau Berhala. Kami bertolak dari Dermaga Muara Sabak. Dan dermaga ini kerap digunakan penduduk lokal untuk menyebrang ke kota. Pulau ini terletak di Selat Berhala dan hanya bisa ditempuh dengan menggunakan perahu speedboat selama 2 jam. Karena tidak ada kapal laut yang melewati rute ini secara tetap. Mengunjungi Pulau Berhala cukup mahal. Pengunjung harus mengeluarkan uang 4 hingga 7 juta rupiah untuk menyewa speedboat dan itupun tergantung cuaca.
Pulau seluas 64 hektar ini cukup eksotis karena memiliki pantai yang landai serta berpasir putih. Sehingga sudah ada pengusaha yang mulai melirik lokasi ini karena layak untuk menyelam atau daving. Pulau ini dihuni sekitar 69 kepala keluarga dengan mata pencaharian sebagai nelayan. Sebagian dari mereka sudah tergolong maju dengan menggunakan GPS untuk menangkap ikan karang seperti kerapu, bambang, pari dan ikan merah. Selain panorama pantai yang indah, di Pulau Berhala juga ada dua peninggalan bersejarah. Salah satunya adalah makam Datuk Paduka Berhala, tokoh yang membawa ajaran Islam pertama di Jambi.
Datuk Paduka Berhala adalah gelar yang diberikan kepada Ahmad Barus ke II, karena telah berani memusnahkan berhala yang dikeramatkan di pulau ini sebelumnya. Tidak jauh dari sini disebelah barat terdapat Bukit Meriam. Dinamakan Meriam karena di bukit ini terdapat meriam peninggalan kolonial Jepang. Untuk mendaki bukit setinggi 700 meter ini butuh sedikit perjuangan. Bukit ini dahulunya digunakan serdadu Jepang untuk mengintai, namun tidak banyak sejarah yang bisa Kami gali disini. Hanya ada satu meriam yang tersisa, meski demikian ukurannya cukup besar kira-kira 4 meter panjangnya.
Diperkirakan masih ada meriam lainnya, namun tersembunyi ditanaman liar dan bebatuan. Setelah seharian mengelilingi pulau, Kamipun bermalam di sini. Pulau Berhala dikelilingi beberapa pulau yang tidak berpenghuni. Salah satu diantaranya adalah Pulau Telur. Ke Pulau Telur ini hanya bisa ditempuh dengan perahu dayung selama 20 menit.
Pulau ini sering dijadikan persinggahan penyu untuk bertelur. Namun pada malam itu tidak ada satu ekor pun penyu yang mendarat, kendati sudah berjam-jam Kami menunggu. Meski memiliki panorama yang cukup indah, Pulau Berhala seolah tidak diperhatikan. Tidak ada hotel maupun cottage. Wisatawan yang datang ke sini harus menginap di rumah-rumah penduduk. Padahal Pulau Berhala ini modal bagi pariwisata di Jambi.
Mandi Safar
Dari Pulau Berhala Kami bertolak menuju Desa Air Hitam Laut yang Kami tempuh dengan speedboat selama satu jam. Masyarakat di desa ini akan menggelar ritual mandi safar sebuah atraksi budaya bernapaskan Islam yang dilakukan masyarakat desa setahun sekali. Sesuai dengan namanya, air laut di desa ini juga berwarna hitam kecoklatan seperti teh. Warna air disebabkan oleh hutan rawa gambut yang ada disekitar desa. Sisa pohon mati yang sangat lama membusuk lalu membentuk bahan organik sehingga menyebabkan air berwarna air seperti ini. Tidak ada yang melaut hari ini, karena semua perahu yang digunakan sehari-hari telah mereka hias. Sejak pagi warga disini sudah berkumpul. Mereka sudah mengengam selembar daun mangga bertuliskan 7 ayat kitab suci.
Daun ini nanti akan mereka bawa mandi ke laut dengan harapan agar warga disini terhindar dari bencan dan penyakit. Sebagai pelengkap ritual, mereka juga membuat menara dengan rakit yang sudah disiapkan dua hari sebelumnya. Disisi rakit ditaruh beberapa butir telur sebagai simbol bekal bagi para pemimpin untuk memimpin masyarakat. Ritual pun dimulai. Anak-anak dan guru-guru pondok pesantren kemudian mengusung menara berbentuk masjid ini menuju laut.
Tidak ada yang lumput dari cipratan air laut pada hari itu. Ada kepercayaan jika ada warga yang tidak ikut mandi atau menolak membasahi tubuhnya saat itupun akan langsung turun hujan lebat. Hari itu memang tidak turun hujan. Benar atau tidaknya keyakinan itu tergantung kepercayaan yang dianut dimana ritual atau tradisi ini hidup dan berkembang. Namun diluar keyakinan itu, ritual mandi safar adalah sebuah atraksi dalam khasanah budaya di Jambi. Mandi safar juga bentuk dari kearifan lokal masyarakat disini dalam memandang alam dan budaya.
-->
[[ar:جامبي]]
[[ca:Jambi]]
[[de:Jambi (Provinz)]]
[[en:Jambi]]
[[fr:Jambi]]
[[ms:Jambi]]
[[nl:Jambi]]
[[no:Jambi]]
[[pl:Jambi (prowincja)]]
[[pt:Jambi]]
[[ru:Джамби (провинция)]]
[[su:Jambi]]
[[sv:Jambi (provins)]]
|