Tarombo Batak: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 70:
Keturunan Raja Naiambaton dikenal sebagai keturunan yang terdiri dari berpuluh-puluh marga yang tidak boleh saling kawin ''(ndang boi masiolian)''. Kumpulan persatuan rumpun keturunan Raja Naiambaton disebut dengan [[PARNA]] (Parsadaan Raja Nai Ambaton). Catatan: huruf R dalam kata PARNA bukan representasi 'raja', tapi PAR=Parsadaan ("persatuan"), NA=Nai Ambaton.
Raja
Raja
Raja NaiAmbaton memiliki 5 orang putra dan 1 orang putri. Namun ke-6 anak-anak Raja NaiAmbaton ini berasal dari 2 orang istri
Bagi orang Batak, anak laki-laki sulung adalah si pembawa nama bagi keluarganya. Dan apabila laki-laki menikahi 2 orang perempuan, keturunan dari istri pertamalah 'Raja Jolo' bagi keturunan laki-laki orang Batak tersebut, sekalipun dari istri kedua lebih dahulu memiliki keturunan dari istri pertama. Ini hampir terjadi dihampir semua orang Batak, terlebih orang Batak dulu atau nenek moyang dari masing-masing marga, hampir semua marga mengalami kisah yang sama terkait masalah ini.
Baris 86:
Perlu untuk kita ketahui, kejadian marultop terjadi ketika Si Bolon Tua, Tamba Tua sudah magodang, termasuk Saragi Tua, Munthe Tua, dan Nahampun Tua. Semenjak muda dan belum menikah, tidak ada permasalahan akan siakkangan, karena sudah menikahlah baru kelihatan adat bagi orang Batak itu. Pembagian jambar, ulos, pasu-pasu, dan yang selalu tampil saat itu selalu Si Bolon Tua, disinilah mereka yang abang beradik itu baru mulai mempermasalahkannya, disaat mereka mulai menyadari makna dan mengerti adat istiadat itu sendiri, ditambah adik-adik Tamba Tua yang juga mulai menyadari dan mengerti, lalu disampaikan pada haha dolinya Tamba Tua untuk mempertegas masalah ini ke Tuan Sorba Dijulu. Jadi ke lima anak Tuan Sorba Dijulu sudah marhasohotan sebelum beberapa anak-anaknya pergi dari Pangururan termasuk borunya si Pinta Haomasan.
Kembali pada cerita sebelumnya, diceritakan Pinta Haomasan lah kepada ibotona Tamba Tua tentang apa yang telah diperbuat ayah mereka Tuan Sorba Dijulu. Tamba Tua merasa kecewa sekali, dan hal ini diceritakanlah kepada adik-adiknya Saragi Tua, Munthe Tua dan Nahampun Tua. Kemudian mereka sepakat untuk meninggalkan Pangururan. Rencana inipun didengar oleh itonya Pinta Haomasan, dengan bersedih hati karena rencana ito-itonya ini, Pinta Haomasan
Disamping versi tersebut, ada versi lain yang mengatakan namun tidaklah berbeda jauh dari kisah diatas. Dikisahkan tidak sampai terjadi kejadian namarultop i, sebelum kejadian marultop, Pinta Haomasan sudah lebih dahulu memberitahukan Tamba Tua apa yang telah dilakukan Tuan Sorba Dijulu ayahanda mereka, dengan rasa kekecewaan dan sedih akhirnya Tamba Tua dan adik-adiknya sepakat untuk pergi dari tanah Pangururan. Lalu di versi yang lain dikatakan setelah kejadian marultop, muncul lah perasaan dendam Si Bolon Tua terhadap Tamba Tua dimana dia telah membuat masalah akan siakkangan, padahal saat marultop telah terbukti Tamba Tualah yang berdarah kena ultop Si Bolon Tua, dan Si Bolon Tua berencana membunuh Tamba Tua, namun rencana Si Bolon Tua diketahui Pinta Haomasan, dan dengan segera Pinta Haomasan memberitahukannya pada Tamba Tua, akhirnya Tamba Tua sepakat pergi meninggalkan tanah Pangururan bersama adik-adiknya.
Baris 92:
Perlu untuk kita ketahui kembali, Pinta Haomasan menikah dengan Raja Silahi Sabungan, dan Tamba Tualah yang menikahkan Pinta Haomasan dengan Raja Silahi Sabungan disaksikan Saragi Tua, Munthe Tua, dan Nahampun Tua. Saat itu Si Bolon Tua terlalu sibuk dengan urusannya bersama Tuan Sorba Dijulu marmahan, berburu, mengadu kesaktian sehingga Tamba Tualah yang mangamai Pinta Haomasan saat itu, dimana posisi Tamba Tua sudah menikah dengan boru Malau Pase. Namun hari-hari kegiatan Pinta Haomasan banyak dihabiskan bersama ibotona karena Raja Silahi Sabungan yang mengadu kesaktian di luar tanah Pangururan dan jarang kembali. Keturunan dari Pinta Haomasan adalah Silalahi Raja. Namun setelah Silalahi Raja besar dia tidak lagi dapat berkumpul dengan tulangnya Tamba Tua, Saragi Tua, Munthe Tua dan Nahampun Tua dan anak-anak tulangnya, karena Tamba Tua dan adik-adiknya serta keturunannya sudah pergi dari tanah Pangururan, sehingga hanya tinggal Si Bolon Tua dan keturunannya lah yang tinggal di tanah Pangururan. Oleh karena itu, Silalahi Raja menikahi boru tulangnya dari Si Bolon Tua, dan itu terjadi piga-piga sundut mangalap boru tulangna Si Bolon Tua. Karena sudah beberapa sundut mengambil boru tulangnya dari Si Bolon Tua, maka dikatakanlah Silalahi Raja boru sihabolonan ni Simbolon, karena sudah mengambil dari atas boru Simbolon. Selebihnya pihak Silalahi Raja lah yang lebih mengetahuinya.
Lalu Munthe Tua dan anak seorang anaknya ikut ke tanah Karo, anak dari Munthe Tua ini diketahui adalah Ompu Jelak Karo yang akhirnya tidak mau kembali dan menetap di tanah Karo. Anak dari Munthe Tua sendiri ada tiga, Raja Sitempang, Ompu Jelak Maribur, dan Ompu Jelak Karo. Namun yang ikut ke huta Tamba hanyalah Ompu Jelak Maribur dan Ompu Jelak Karo, namun karena Ompu Jelak Karo mengikuti Munthe Tua ke tanah Karo namun enggan kembali, yang kembali hanya Munthe Tua ke tanah Tamba dan tinggalah Ompu Jelak Maribur beserta keturunannya. Lalu bagaimana dengan anaknya yang pertama Raja Sitempang…??
Baris 98:
Raja Sitempang tidak ikut Munthe Tua dari tanah Pangururan ke huta Tamba disebabkan ketika Raja Sitempang lahir, Munthe Tua langsung mengasingkan Raja Sitempang jauh ke pusuk buhit, tidak ada yang tau akan hal ini. Sehingga ketika kejadian namarultop Raja Sitempang tidak tahu menahu akan hal tersebut. Sedikit tentang Raja Sitempang, Raja Sitempang diasingkan ke pusuk buhit, Raja Sitempang tidak tau sama sekali apa yang terjadi di kampung halamannya di Pangururan. Baik itu kejadian ultop, menikahnya namboru Pinta Haomasan dll. Raja Sitempang diasingkan oleh karena (sattabi sangap di ompui) cacat fisik yang dideritanya. Lama diasingkan dipusuk buhit, Raja Sitempang bertemu dengan seorang gadis yang juga ternyata diasingkan orangtuanya, gadis ini memiliki nasib yang sama dengan Raja Sitempang yang cacat fisik, Raja Sitempang tidak mengetahui siapa gadis ini yang adalah anak dari namboru kandungnya Pinta Haomasan, begitu juga dengan gadis tersebut tidak mengetahui Raja Sitempang adalah anak dari tulangnya Munthe Tua. Karena saling tidak mengetahui siapa masing-masing diri mereka, yang sebenarnya mereka ada sepupu kandung akhirnya mereka saling mengasihi dan menikah, namun tidak ada keturunan yang dihasilkan dari pernikahan ini. Dalam hal ini, Raja Sitempang satu level dengan Si Boru Marihan, yang adalah nama si gadis tersebut. Lama dipusuk buhit, tanpa ada yang tau persis penyebabnya, diketahui Raja Sitempang kembali normal seperti manusia biasanya. Dikatakan dia bersemedi di pusuk buhit meminta pada Mulajadi Nabolon untuk kesembuhannya dan Mulajadi Nabolon mengabulkannya. Bukan hanya sembuh, Raja Sitempang juga memiliki cukup kesaktian dalam dirinya. Setelah kenormalan fisik Raja Sitempang, dia memutuskan kembali ke kampung halamannya ke tanah Pangururan. Tanah Pangururan yang didatanginya tidak sama dengan tanah Pangururan yang telah lama ditinggalkannya, dia tidak lagi menemukan Munthe Tua, bapatuanya Saragi Tua, Tamba Tua dan bapaudanya Nahampun Tua yang dia temui hanyalah keturunan dari Si Bolon Tua.
'''''NB : kisah Si boru Marihan pun masih menjadi simpang siur bila dikaitkan dengan versi Silalahi, namun kisah
Nahampun Tua pergi ke Dairi, diketahui hanya Nahampun Tualah yang tidak kembali lagi ke huta Tamba, Nahampun Tua lama dan menetap di Dairi. Namun ada 2 versi yang mengatakan, keturunan Nahampun Tua adalah si Onom Hudon, namun versi yang lebih sering diceritakan adalah Nahampun Tua tidak berketurunan anak laki-laki, hanya anak perempuan saja. Di tanah Dairi Nahampun mewariskan warisan, namun karena tidak memiliki anak laki-laki hanya anak perempuannyalah yang mengurus, atau bahkan rumah/tanah Nahampun Tua di Dairi tidak ada yang mengurus. Lama puluhan tahun kemudian, datanglah anak rantau ke tanah Dairi, Raja Huta setempat tentu menanyakan siapa gerangan anak rantau ini, setelah diketahu bahwasanya anak rantau ini adalah keturunan Si Bolon Tua maka Raja Huta pun mengatakan bahwa di tanah Dairi ini ada peninggalan opung anak rantau ini, opung yang adalah adik dari opung mereka Si Bolon Tua, dan Raja Huta mengatakan agar anak rantau ini menempati tanah warisan dan peninggalan Nahampun Tua. Diketahui anak rantau ini adalah keturunan Si Bolon Tua dari Tuan Nahoda Raja yang bernama Tuan Seul. Akhirnya Tuan Seul tinggal dan menetap di tanah Dairi, dan memiliki 7 keturunan anak laki-laki, diantaranya Simbuyak-buyak (meninggal), Tinambunan, Tumanggor, Maharaja, Turutan, Pinayungan dan Nahampun. Alasan Tuan Seul memberikan nama anak bungsu laki-lakinya Nahampun adalah sebagai bentuk penghormatan dan mengenang Nahampun Tua, karena saat ini Tuan Seul lah yang menempati dan menggunakan warisan serta peninggalan Nahampun Tua di tanah Dairi.
Baris 117:
Hal ini memiliki keterkaitannya dengan Kapala-Kapala Nagari pemberian Belanda yang datang ke Samosir dengan mengumpulkan Raja-Raja Bius/Huta di Pangururan, namun ada Raja-Raja yang datang ada juga yang tidak bersedia datang namun tanpa sepengetahuan si Raja, adiknya mewakili dan lain-lainnya. Disinilah dimulainya orang Batak melek teknologi dan mengalami kemajuan, karena Raja-Raja yang datang tersebut selain diberi wilayah kekuasaan dan gelar Kapala Nagari, mereka juga diajarkan baca tulis dan pengetahuan lainnya seperti bercocok tanam yang baik, membuat keterampilan dan lain-lain, itu dapat kita lihat dimana ada marga-marga Batak yang maju, contohnya di Parna itu sendiri, marga-marga Simbolon dan Sitanggang adalah marga-marga yang orang-orangnya lebih dulu maju, terlihat dari jabatan, prestasi dan kemampuan mereka di berbagai bidang profesi. Karena sifat orang Batak, melihat dongan tubuna sukses, agar dapat dibantu terjadilah perubahan tutur, ini juga turut mempengaruhi, karena sukses dan agar dibantu yang butuh bantuan memanggil abang kepada yang sukses, dan yang sukses karena merupakan satu keuntungan terlepas dia tau partuturan atau tidak mereka biasanya hanya diam. Banyak sekali terjadi perubahan karena faktor politik (Kapala Nagari), ekonomi, status sosial dan lain-lain. Karena faktor-faktor tersebut dan semakin modernnya jaman, tidak lagi mempedulikan yang namanya partuturan yang penting asal bisa makan saja dulu. Namun lambat laun kemajuan teknologi itu akan merata, akan muncul orang-orang hebat dan sukses dari marga-marga yang jarang tampil di depan publik, dan mereka biasanya lambat laun memahami, menyadari adanya perubahan yang terjadi, sekalipun orang-orang tua telah menganut paham yang keliru dijaman mereka karena faktor kebutuhan untuk hidup di tanah perantauan. Ini akan dijelaskan di kisah Kapala Nagari di Tanah Batak.
==== Nai Rasaon ====
|