Purwodadi, Barat, Magetan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Sejarah Kadipaten Purwodadi
Tanda baca
Baris 1:
Pada
zaman dahulu desaDesa Purwodadi sebenarnya adalah sebuah hutan , dan didirikanlah sebuah
pemukiman penduduk hingga berdiri sebuah Kadipaten Purwodadi yang megah pada
saat itu , dengan bangunan Kadipaten yang luasnya kurang lebih sekitar 4 hektar.
Berdirinya Kadipaten ini menunjukan bahwa Purwodadi pada waktu itu memiliki
peran penting terhadap Kabupaten Magetan pada masa Perang Diponegoro
berlangsung . Desa Purwodadi merupakan sebuah desa yang terletak di perbatasan
Kecamatan Barat dan Kecamatan Karangrejo , dan memiliki letak lapangan yang sangat
strategis yang dahulunya ini adalah sebuah alun - alun kota dan dijadikan pasar
pon pada saat Kadipaten Purwodadi masih aktif .
 
Semenjak
kedatangan para priyayi dari Puro Mangkunegaran yang bernama ''Raden Ahmad'' , daerah hutan tersebut
dirubahnya menjadi sebuah pemukiman penduduk pada hari ''seninSenin kliwonKliwon'' bulanBulan muludMulud ( salah satu nama bulan Jawa ) . Beliau
adalah seorang bangsawan dari Praja Mangkunegaran yang kalah perang dengan
kompeni Belanda . Karena pada saat itu daerah Jawa Tengah telah menjadi daerah
yang rawan serangan kompeni Belanda . Raden Ahmad mendapat saran dari Adipati
Semarang untuk pergi ke daerah Gunung Lawu sebelah timur , akhirnya beliau dan
para pengikutnya menerima masukan tersebut dan pergi ke arah Gunung Lawu ditemani
dengan ''Raden Arya Damar'' putra dari
Adipati Semarang . Setelah sampai disekitaran Gunung Lawu sebelah timur , Raden Arya
Damar memberi saran kepada Raden Ahmad untuk berhenti dan mendirikan sebuah pemukiman
di daerah tersebut (Sumarsini, 2015).
Baris 27:
bangsawan dari Yogyakarta dan meminta izin menidirikan sebuah benteng
pertahanan untuk dijadikanlah Kadipaten pada waktu Perang Diponegoro berlangsung
di daerah ini ( sekitar tahun 1825 ) . Perang Jawa ( 1825 - 30 ) adalah garis batas
dalam sejarah Jawa dan Indonesia umumnya antara tatanan lama Jawa dan zaman
modern . Itulah masa dimana untuk pertama kali sebuah pemerintahan kolonial
Eropa menghadapi pemberontakan sosial yang berkobar di sebagian besar Pulau Jawa.
Hampir seluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur , serta banyak daerah lain di
sepanjang pantai utaranya , terkena dampak pergolakan itu . Dua juta orang , yang
artinya sepertiga dari penduduk Jawa , terpapar oleh kerusakan perang;
seperempat dari seluruh lahan pertanian yang ada , rusak; dan jumlah penduduk
Jawa yang tewas mencapai 200.000 orang (Carey 1976:52 catatan 1).
 
Bangsawan
tersebut adalah anak dari Pangeran Diponegoro yang mendapatkan tugas dari
ayahnya untuk mengikuti perang dan memperkuat daerah bumiBumi Mataram agar terbebas
dari penjajah Belanda dengan mendirikan benteng pertahanan dan Kadipaten . Anak
kedua Pangeran Diponegoro yang datang menemui Raden Ahmad bernama ''R.M Dipokusumo / R.M Dipoatmodjo / Pangeran''
Abdul Aziz '', beliau datang atas perintah dari ayahnya Pangeran Diponegoro
yang dikenal oleh masyarakat sekitar dengan sebutan Sultan Erutjokro dan ditemani
oleh para pengikutnya . Sebagai seorang pendiri dari Kadipaten Purwodadi atas
perintah dari Pangeran Diponegoro , beliau diangkat sebagai Adipati resmi dan
mempersiapkan prajurit - prajurit perang untuk melawan penjajah Belanda .
 
R.M
Dipokusumo menjabat Adipati tidak terlalu lama , ini dikarenakan tugas beliau
untuk melanjutkan amanah dari ayahnya dalam melawan penjajah Belanda di daerah
lain , kemudian beliau menunjuk ''R.Ng
Mangunnegoro'' sebagai Adipati sekaligus panglima perang di daerah ini , namun''
takdir berkata lain dimana R.Ng Mangunnegoro akhirnya gugur dalam medan
pertempuran di daerah Bagi . Akhirnya posisi panglima perang digantikan oleh
anaknya yang bernama ''R. Ng Mangunprawiro ''sekaligus
sebagai Adipati di Kadipaten Purwodadi setelah “Perjanjian Sepreh” . Pada masa
kepemimpinannya penjajah Belanda berhasil menguasai Magetan dan membaginya
sistem pemerintahan di Magetan menjadi 7 daerah kekuasaan oleh Belanda , yang
diputuskan dalam pertemuan semua Bupati se-wilayah Mancanegara Wetan pada 3-4
Juli 1830 di Desa Sepreh , Kabupaten Ngawi yang  mengharuskan Kadipaten Purwodadi untuk tunduk
kepada pemerintah Belanda bersamaan dengan 7 Kadipaten lainnya di Magetan .
 
Pangeran
Dipokusumo adalah anak kedua dari ''B.P.H
Diponegoro / Pangeran Diponegoro / B.R.M Mustahar / R.M Ontowirjo / Sultan Ngabdulhamid
Erutjokro Sayidin'' ''Panatagama Khalifat
Rasulullah ing Tanah Jawa ''dari isteri pertamanya ''R. Ay Retno Madubrongto ''yang merupakan puteri kedua dari ''Kiai Gede Dadapan '', ulama terkemuka dari
Desa Dadapan , dekat Tempel-Sleman , daerah Yogyakarta (Carey 2014:26) . Kadipaten
tersebut diberi nama Kadipaten Purwodadi dikarenakan nama Purwodadi berasal
dari kata ''“Purwo”'' yang berarti ''“wiwitan”'' dan ''“dadi”'' yang berarti ''“dumadi”'',
dengan maksut awal berdirinya sebuah Kadipaten .
 
<span lang="SV">Pada tahun 1870 Kadipaten Purwodadi dihapuskan. ''Berturut-turut yang menjabat Adipati di