'''Daerah Istimewa Yogyakarta''' termasuk salah satu provinsi tertua yang dibentuk oleh pemerintah Indonesia. Provinsi ini juga memiliki status istimewa atau otonomi khusus. Status ini merupakan sebuah warisan dari jaman sebelum kemerdekaan yang kemudian diakui oleh BPUPKI dan PPKI.
== 1749 - 1945 ==
Pada tahun 1749, setelah menderita sakit parah yang berkepanjangan, Raja Mataram kesembilan, Susuhunan Paku Buwono II, menandatangani sebuah perjanjian yang menyerahkan secara sementara Kerajaan Mataram kepada VOC yang diwakili oleh Gubernur dan Direktur Jawa. Dengan demikian Kerajaan Mataram bukan lagi negara berdaulat penuh, melainkan semacam kerajaan protektorat dari VOC. Namun perjanjian tersebut hanya di atas kertas dan baru dilaksanakan sepenuhnya setelah kedatangan Gubernur Jenderal Daendels serta Letnan Gubernur Jenderal Inggris Sir Thomas Stamford Raffles.
{{cquote|Pengakuan keistimewaan Provinsi Istimewa Yogyakarta didasarkan pada asal-usul dan peranannya dalam sejarah perjuangan nasional, sedangkan isi keistimewaanya adalah pengangkatan Gubernur dengan mempertimbangkan calon dari keturunan Sultan Yogyakarta dan Wakil Gubernur dengan mempertimbangkan calon dari keturunan Paku Alam yang memenuhi syarat sesuai UU ini. (Penjelasan Pasal 122 UU No 22/1999)}}
Pada tahun 2000, MPR RI melakukan perubahan kedua UUD 1945. Pada perubahan ini, status daerah istimewa diperjelas dalam pasal 18B. Dalam pasal ini keistimewaan suatu daerah diatur secara khusus dalam suatu undang-undang.
{{cquote|Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-undang. (Pasal 18B ayat (1) UUD 1945)}}
PemPropPemProv DIY maupun DPRD DIY pernah mengajukan usul UU Keistimewaan Yogyakarta untuk menjalankan aturan pasal 18B konstitusi., Namunnamun usul tesebuttersebut tidak mendapat respon yangtanggapan positif bila dibandingkan dengan PropProv NAD dan PropProv Papua yang telah menerima otonomi khusus masing-masing dengan ''UU No 18/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam'' (LN 2001 No.114; TLN 4134) dan ''UU No 21/2001tentang2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua'' (LN 2001 No 135; TLN 4151).
Ketika masa jabatan Sultan HB X berakhir di tahun 2003, kejadian di tahun 1998 terulang kembali. Semua berkat rumusan pasal yang multi tafsir. Masyarakatpun terbelah menjadi setidaknya dua kubu. DPRD PropProv DI Yogyakarta menginginkan pemilihan Gubernur sesuai UU 22/1999. Namun kebanyakan masyarakat menghendaki agar HB X dan PA IX ditetapkan (ditunjukmenjadi bukanGubernur melaluidan pemilihan!)Wakil Gubernur. Sekali lagi HB X dan PA IX diangkat menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur dengan masa jabatan 2003-2008. BanyakTahun tokoh2004, yangmasalah mulaikeistimewaan angkatkembali bicarabergolak. baikDalam melaluiUU dialogNo umum32/2004 maupuntentang mediaPemerintahan massaDaerah (LN 2004 No 125; TLN 4437), status keistimewaan Provinsi DIY diisyaratkan akan diatur secara khusus. SemuaNamun kembalisebelum UU yang mengatur status keistimewaan Provinsi DIY diterbitkan, seluruh pelaksanaan pemerintahan mengacu pada proUU dantersebut. kontraSama mengenaiseperti statusdaerah istimewaprovinsi yang lain, kecuali Aceh dan isiPapua, keistimewaanPemerintahan Yogyakarta Provinsi DIY dibagi menjadi Dinas, Badan, Kantor, Rumah Sakit, serta Sekretariat PemProv dan DPRD.
Sekali lagi HB X dan PA IX diangkat menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur dengan masa jabatan 2003-2008, setelah sebagian besar masyarakat termasuk pegawai pemda mengajukan tuntutan kepada DPRD Provinsi DIY. Masalah menjadi mereda sebentar. Tahun 2004 masalah keistimewaan kembali bergolak. Dalam UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah (LN 2004 No 125; TLN 4437), status keistimewaan Provinsi DIY diisyaratkan akan diatur secara khusus. Namun sebelum UU yang mengatur status keistimewaan Provinsi DIY diterbitkan, maka seluruh pelaksanaan pemerintahan mengacu pada UU tersebut. Sama seperti daerah provinsi yang lain, kecuali Aceh dan Papua, Pemerintahan Provinsi DIY dibagi menjadi Dinas, Badan, Kantor, Rumah Sakit, serta Sekretariat PemProp dan DPRD.
{{cquote|Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-undang. (Pasal 2 ayat (1) dan (8) UU No 32/2004)}}
{{cquote|Yang dimaksud dengan UU tersendiri adalah UU Nomor 34 tentang Daerah Khusus Ibukota Jakarta, UU Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh, jo UU Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, UU Nomor 21 Tahun 2001tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. (Penjelasan pasal 226 ayat (1) UU No 32/2004)}}
Hal ini menyebabkan pertentangan semakin mencuat dan muncul ke permukaan. Banyak karangan artikel di surat kabar lokal maupun berbentuk buku yang berisi pro dan kontra terhadap keistimewaan. MasalahpunMasalah semakin melebar dengan pertanyaan keistimewaan apa yang dimiliki DIY. Sebagian besar masyarakat, dalam sebuah jajak pendapat surat kabar, berpendapat keistimewaan terletak pada kepemimpinan DIY di tangan dinasti Hamengku Buwono dan Paku Alam. Di tengah pro dan kontra masyarakat, pada 7 April 2007, Sultan mengeluarkan pernyataan lewat orasi budaya pada perayaan ulang tahunnya yang ke-61, yang pada intinya tidak bersedia lagi menjabat sebagai Gubernur DIY setelah masa jabatannya selesai tahun 2008. Sontak masyarakat DIY terkejut. Di harian lokal hampir setiap hari menyorot dan membicarakan masalah keistimewaan. Pro dan kontra semakin sengit. Akhirnya Pemerintah Pusat berjanji untuk menyelesaikan UU yang mengatur keistimewaan sebelum berakhirnya masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur tahun 2008.
== Daftar pustaka ==
|