[[Berkas:Klungkung-Palace-1.jpg|thumb|275px|right|Balekambang Kerta Ghosa di dalam kompleks [[Istana Klungkung|Puri Agung Klugkung]] di [[Semarapura]].]]
[[Belanda]] mulai mengurangi kedaulatan kerajaanKerajaan Klungkung dan ingin memasukkan ke dalam wilayah [[Hindia Belanda]], seperti pada tanggal [[24 Mei]] [[1843]] diadakan perjanjian penghapusan tradisi [[Tawan Karang|tawan karang]] kerajaanKerajaan Klungkung. Perjanjian ini telah menimbulkan rasa tidak senang dikalangan pejabat kerajaan. Ditambah dengan sebab-sebab lainnya seperti perampasan dua buah kapal yang kandas di Bandar Batulahak (Kusamba) .Keterlibatan laskar Klungkung dalam perang antara Buleleng dengan Militer Belanda di Jagaraga Tahun [[1848]]-[[1849]] mempertajam permusuhan antara pihak Belanda dengan pihak kerajaanKerajaan Klungkung. Permusuhan dan rasa tidak puas Dewa Agung Istri Balemas memuncak, dan akhirnya meletus menjadi perang terbuka yaitu [[Perang Kusamba]] tahun [[1849]]. Pada perang itulah Jendral Michiels tewas sebagai pimpinan ekspedisi militer Belanda.
Yang menarik dari peristiwa perang Kusamba menurut sumber penulis [[Belanda]] ialah munculnya tokoh wanita yaitu Dewa Agung Istri Balemas sebagai seorang sebagai seorang wanita yang sangat benci dan menentang intervensi Belanda dan ia dianggap pemimpin golongan yang senantiasa menggagalkan perjanjian perdamaian dengan pihak Belanda.
Diawal Abad ke-20 disodorkan lagi perjanjian tentang Tapal Batas antara [[Kerajaan Gianyar]] dengan Kerajaan Klungkung, tepatnya pada tanggal [[7 Oktober]] [[1902]]. Setelah penandatanganan perjanjian Tapal Batas timbul perselisihan antara kerajaanKerajaan Klungkung dengan ''Gubernemen'' mengenai Daerah Abeansemal, Vasal Kerajaan Klungkung yang berada di daerah kerajaanKerajaan Gianyar. Dukungan raja Klungkung terhadapdilakukan semasa meletusnya perang Puputan di Kerajaan Badung tahun [[1906]].
Perjanjian tanggal [[17 Oktober]] [[1906]] tentang kedaulatan ''Gubernemen'' atas kerajaanKerajaan Klungkung telah menurunkan status kenegaraan dan politik kerajaanKerajaan Klungkung sebagai ''sesuhunan'' raja-raja Bali. Hal ini memperkuat sikap menentang Dewa Agung Jambe II dan kalangan pembesar kerajaan yang memuncak pada perlawanan [[Puputan|Puputan Klungkung]] tahun [[1908]], yang menyebabkan kehancuran kerajaan dengan terbunuhnya raja Dewa Agung Jambe II beserta banyak pengikutnya.
Pada [[25 Juli]] [[1929]], pemerintah [[Hindia Belanda]] merestorasi kepemimpinan Kerajaan Klungkung dengan mengangkat Dewa Agung Oka Geg sebagai ''Regent''. Selanjutnya setelah kemerdekaan [[Republik Indonesia]], Klungkung hanya berstatus sebagai sebuah kabupaten di dalam pemerintahan [[Provinsi Bali]].