Sambil menunggu UU pemerintahan daerah yang baru setelah [[Dekrit Presiden 5 Juli 1959]], Presiden mengeluarkan PenPres No 6 Tahun 1959 sebagai penyesuaian UU 1/1957 terhadap [[UUD 1945]] yang diberlakukan kembali. Pengaturan Daerah Istimewa dalam peraturan ini juga tidak banyak berbeda<ref>'''(1)''' Kepala Daerah Istimewa diangkat dari keturunan keluarga yang berkuasa menjalankan pemerintahan daerah itu di zaman sebelum Republik Indonesia dan yang masih berkuasa menjalankan pemerintahan di daerahnya, dengan memperhatikan syarat-syarat kecakapan, kejujuran, kesetiaan pada Pemerintah Republik Indonesia serta adat istiadat dalam daerah itu dan diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. '''(2)''' Untuk Daerah Istimewa dapat diadakan seorang Wakil Kepala Daerah Istimewa, yang diangkat dan diberhentikan dengan memperhatikan syarat-syarat tersebut dalam ayat (1) pasal ini. '''(Pasal 6 ayat (1) dan (2) PenPres No 6/1959)'''</ref>. Selain itu Sultan HB IX mulai aktif kembali dalam politik Nasional, praktis kepemimpinan sehari-hari DIY di pegang oleh Sri Paduka PA VIII.
==Periode IV: 1965 - 1998 ==
===Redupnya Bintang Kejayaan===
PadaTanggal tahun[[1 September]] [[1965]], sebulan sebelum terjadi [[G30S/PKI]], Pemerintah mengeluarkan UU No. 18 tahun 1965 tentang pemerintahan daerah. Dalam UU ini Yogyakarta dijadikan sebuah Provinsi (sebelumnya adalah Daerah Istimewa Setingkat Provinsi). Dalam UU ini pula seluruh swapraja yang masih ada baik secara ''de facto'' maupun ''de jure'' yang menjadi bagian dari daerah lain yang lebih besar dihapuskan. Dengan demikian Yogyakarta menjadi satu-satunya daerah bekas swapraja yang diakui oleh Pusat. UU ini juga mengisyaratkan penghapusan status istimewa baik bagi Aceh maupun Yogyakarta di kemudian hari.<ref>Pada saat berlakunya UU ini, maka: a. Daerah tingkat I dan Daerah Istimewa Yogyakarta yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan UU No 1 tahun 1957 serta [[Daerah Istimewa Aceh]] berdasarkan Keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia No. 1/Missi/1959 adalah “Provinsi” termaksud dalam pasal 2 ayat (1) sub a UU ini. '''(Pasal 88 ayat (1) sub a UU No 18/1965)''' </ref> (sebelumnya adalah Daerah Istimewa Setingkat Provinsi [lihat periode III di atas]). Dalam UU ini pula seluruh “swapraja” yang masih ada baik secara ''de facto'' maupun ''de jure'' yang menjadi bagian dari daerah lain yang lebih besar dihapuskan<ref>Daerah-daerah swapraja yang ''de facto'' maupun ''de jure'' dinyatakan hapus. '''(Petikan Pasal 88 ayat (3) UU No 18/1965)'''</ref>. Dengan demikian Yogyakarta menjadi satu-satunya daerah bekas swapraja yang diakui oleh Pusat<ref>Sifat istimewa suatu daerah berlaku terus hingga dihapuskan. Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta yang sekarang, pada saat berlakunya UU ini, adalah Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yang tidak terikat pada jangka waktu masa jabatan dimaksud dalam pasal 17 ayat (1) dan pasal 21 ayat (5). '''(Petikan Pasal 88 ayat (2) sub a dan b UU No 18/1965)'''</ref><ref>Daerah-daerah. swaprajaUU yangini dejuga factomengisyaratkan maupunpenghapusan destatus jureistimewa dinyatakanbaik hapus.bagi (Pasal[[Aceh]] 88maupun ayat[[Yogyakarta]] (3)di UUkemudian Nohari 18/1965)</ref><ref>Daerah yang bersifat istimewa disebut Daerah Istimewa. Karena itu, maka sebutan Daerah Yogyakarta dan sebutan Daerah Istimewa Aceh berlaku terus hingga dihapuskan atau diganti dengan peraturan-peraturan perundangan yang sah. Pada saatnya diharap bahwa status atau sifat istimewa bagi Yogyakarta dan Aceh akan hapus. '''(Petikan Penjelasan pasal 1 dan 2 UU No 18/1965)'''</ref>. Mulai dengan keluarnya UU No 18/1965 dan UU pemerintahan daerah selanjutnya, keistimewaan Yogyakarta semakin hari semakin kabur.
===Ala Orde Baru===
Tahun 1973, Sultan HB IX diangkat menjadi [[Wakil Presiden Indonesia]]. Otomatis beliau tidak bisa aktif dalam mengurusi DIY. Oleh karena itu pemerintahan sehari-hari dijalankan oleh Sri Paduka PA VIII. Kebijakan initentang jugastatus Yogyakarta diteruskan oleh Pemerintah Pusat dengan UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pemerintah Daerah (LN 1974 No 38; TLN 3037). Di sini Provinsi D.I. Yogyakarta diatur secara khusus di aturan peralihan.<ref>Pada saat berlakunya UU ini: Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta yang sekarang adalah Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah menurut UU ini dengan sebutan Kepala Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta dan Wakil Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta, yang tidak terikat pada ketentuan masa jabatan, syarat, dan cara pengangkatan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah lainnya. '''(Pasal 91 sub b UU No 5/1974)'''</ref>. Dengan UU ini, susunan dan tata pemerintahan DIY praktis menjadi sama dengan daerah-daerah lain di Indonesia. Satu-satunya perbedaan adalah Kepala Daerah Istimewa dan Wakil Kepala Daerah Istimewa, beberapa urusan Agraria dan beberapa pegawai Pemda yang merangkap menjadi ''Abdi Dalem Keprajan'' (lihat periode I dan III di atas).
Sultan HB IX kembali aktif melaksanakan tugas sebagai Gubernur/Kepala Daerah Istimewa setelah berhenti sebagai wakil presiden pada tahun 1978. Melihat keistimewaan yang semakin kabur, DPRD DIY periode 1977-1982 menyatakan pendapat dan kehendaknya bahwa sifat dan kedudukan istimewa DIY perlu dilestarikan terus sampai masa mendatang sesuai dengan UUD 1945 dan isi serta maksud UU 3/1950. Putusan DPRD ini tertuang dalam Keputusan DPR DIY No. 4/k/DPRD/1980<ref name="joy">Joyokusumo, 2007</ref>.
Dengan UU ini, susunan dan tata pemerintahan DIY praktis menjadi sama dengan daerah-daerah lain di Indonesia. Satu-satunya perbedaan adalah Kepala Daerah Istimewa dan Wakil Kepala Daerah Istimewa, beberapa urusan Agraria yang pada 1982 juga disamakan dengan daerah lain, dan beberapa pegawai Pemda yang merangkap menjadi ''Abdi Dalem Keprajan''.
===The Last Emperor===
SetelahSultan berhentiHB dariIX [[Wakilhanya Presiden]]sepuluh padatahun 1978, Hamengkubuwono IXmemangku kembali aktif melaksanakan tugas sebagai Gubernur/Kepala Daerah Istimewa. KeadaanPada ini1988, tidakBeliau berlangsungwafat lamadi karenaAmerika padaSerikat 1988saat iaberobat. meninggal.Sultan Hamengku Buwono IX tercatat sebagai Gubernur terlama yang menjabat di Indonesia antara 1945-1988 dan Raja [[Kesultanan NgayogyakartaYogyakarta]] terlama antara 19391940-1988. Pemerintah Pusat tidak mengangkat Sultan [[Hamengku Buwono X]] (HB X) sebagai Gubernur Definitif melainkan menunjuk Sri Paduka [[Paku Alam VIII]], Wakil Gubernur/Wakil Kepala Daerah Istimewa, sebagai Pelaksana TugasPenjabat Gubernur/Kepala Daerah Istimewa.<ref name="ari">Ariobimo Nusantara (ed), 1999</ref>.
Pada saat reformasi, tanggal [[20 Mei]] [[1998]], sehari sebelum pengunduran diri presiden terdahulu (''former president'') [[Presiden Soeharto]], Sultan [[Hamengku BuwonoHB X]] bersama-sama dengan [[PakuSri AlamPaduka PA VIII]] mengeluarkan sebuah maklumat yang pada pokoknya berisi "ajakan kepada masyarakat untuk mendukung gerakan reformasi damai, mengajak [[ABRI]] (TNI/Polri) untuk melindungi rakyat dan gerakan reformasi, untuk menjaga persatuan dan kesatuan, dan mengajak masyarakat untuk berdoa bagi Negara dan Bangsa". Maklumat tersebut dibacakan di hadapan masyarakat dalam acara yang disebut ''Pisowanan HagengAgung''<ref name="ari">Ariobimo Nusantara (ed), 1999</ref>. Beberapa bulan setelahnya beliau menderita sakit dan meninggal pada tahun yang sama. Sri Paduka Paku Alam VIII tercatat sebagai wakil Gubernur terlama (1945-1998) dan Pelaksana Tugas Gubernur terlama (1988-1998) serta Pangeran Paku Alaman terlama (1937-1998).
Beberapa bulan setelahnya Paku Alam VIII menderita sakit dan meninggal pada tahun yang sama. Ia tercatat sebagai wakil Gubernur terlama (1945-1998) dan Pelaksana Tugas Gubernur terlama (1988-1998) serta Pangeran Paku Alaman terlama (1937-1998).
== 1998 - sekarang ==
|