Kalimantan Timur: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Escarbot (bicara | kontrib)
Alamnirvana (bicara | kontrib)
Baris 52:
Sebelum masuknya suku-suku dari Sarawak dan suku-suku pendatang dari luar pulau, wilayah ini sangat jarang penduduknya. Sebelum kedatangan Belanda terdapat beberapa kerajaan yang berada di Kalimantan Timur, diantaranya adalah [[Kerajaan Kutai]] (beragama [[Hindu]]), [[Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura]], [[Kesultanan Pasir]] dan [[Kesultanan Bulungan]].
 
Wilayah Kalimantan Timur meliputi Pasir, Kutai, Berau dan juga Karasikan diklaim sebagai wilayah taklukan Maharaja Suryanata, gubernur Majapahit di Negara Dipa (Amuntai) hingga tahun 1620 di masa Kesultanan Banjar. Sejak tahun 1620, negeri-negeri di Kaltim menjadi daerah pengaruh Kesultanan Makassar, sebelum adanya [[perjanjian Bungaya]].<ref name="Tijdschrift 23">{{nl}}{{cite journal|author=Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië |url=http://books.google.co.id/books?id=ZxkmAQAAIAAJ&dq=panembahan%20Marrhoem&pg=PA201#v=onepage&q=panembahan%20Marrhoem&f=false|title=Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië |volume= 23|issue=1-2|pages=201 | year=1861 }}</ref> Menurut [[Hikayat Banjar]] Sultan Makassar pernah meminjam tanah untuk tempat berdagang meliputi wilayah timur dan tenggara Kalimantan kepada Sultan Mustain Billah dari Banjar sewaktu Kiai Martasura diutus ke Makassar dan mengadakan perjanjian dengan Sultan [[Tallo, Makassar|Tallo]] I Mangngadaccinna Daeng I Ba’le’ Sultan Mahmud Karaeng Pattingalloang<ref name="hikayat banjar"/>, yang menjadi mangkubumi dan penasehat utama bagi Sultan Muhammad Said, Raja Gowa tahun 1638-1654 dan juga mertua [[Sultan Hasanuddin]]<ref>{{nl}} {{cite journal|url=http://books.google.co.id/books?id=HBEDAAAAYAAJ&dq=aji%20tenggal&pg=PA243#v=onepage&q&f=false |pages=243 |title=Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde |volume= 6 |author=Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, Lembaga Kebudajaan Indonesia |publisher=Lange & Co.|year= 1857}}</ref><ref>{{id}} {{cite book|url=http://books.google.co.id/books?id=ENuMmZ1CaTcC&lpg=PA128&dq=sejarah%20banjar&pg=PA129#v=onepage&q=sejarah%20banjar&f=false |first-Denys |last=Lombard |title=Nusa Jawa: silang budaya kajian sejarah terpadu: Jaringan Asia, |volume= 2|pages=129|isbn= 9796054531|publisher=PT Gramedia Pustaka Utama|year= 1996}} ISBN 978-979-605-453-4 ISBN 979-605-452-3 ISBN 978-979-605-452-7 </ref> yang akan menjadikan wilayah Kalimantan Timur sebagai tempat berdagang bagi Kesultanan Makassar (Gowa-Tallo)<ref name="hikayat banjar">{{ms}} {{cite book|first=[[Johannes Jacobus Ras|Johannes Jacobus]]|last=Ras|title=''[[Hikayat Banjar]]'' diterjemahkan oleh [[Siti Hawa Salleh]]|publisher=[[Malaysia]]: Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka |year= 1990|isbn=9789836212405}}ISBN 983-62-1240-X</ref> sejak itulah mulai berdatanganlah etnis asal Sulawesi Selatan. Namun berdasarkan Perjanjian Kesultanan Banjar dengan VOC pada tahun 1635, VOC membantu Banjar mengembalikan negeri-negeri di Kaltim menjadi wilayah pengaruh Kesultanan Banjar.
 
Pada abad ke-18 Raja Bugis-Wajo, [[La Madukelleng]] menawan daerah Kutai, Paser, Pagatan dan menyerang Banjarmasin tetapi berhasil dipatahkan. Sebelumnya [[La Madukelleng]] menikah dengan [[Andin]] Anjang/Andeng Ajeng putri dari Aji Geger bin Aji Anom Singa Maulana (Sultan Aji Muhammad Alamsyah). Ketika Sultan wafat, istri La Maddukelleng dicalonkan menjadi Ratu Paser, namun sebagian orang-orang Paser menolak pencalonan tersebut dan terjadi pemberontakan di kerajaan. Untuk meredakan keadaan La Maddukelleng bersama pasukannya menyerang dan menaklukkan Paser. Ia menjadi Raja Pasir tahun [[1726]]–[[1736]]. Salah seorang putri La Maddukelleng dengan Andeng Ajeng bernama Aji Putri Agung kemudian menikah dengan Sultan Aji Muhammad Idris (Sultan Kutai XIV).