Natal, Mandailing Natal: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Andra Aliyev (bicara | kontrib)
Membalikkan revisi 11077667 oleh Rachmat04 (bicara)
k Dikembalikan ke revisi 11077667 oleh Rachmat04 (bicara): ~rapikan. (Twinkle)
Baris 1:
{{Coord|0|33|N|99|07|E|region:ID_type:city|display=title}}
{{disambig info|Natal}}
{{kecamatan
|nama=Natal
Baris 11 ⟶ 13:
|provinsi=Sumatera Utara
}}
{{disambig info|Natal}}
 
{{Coord|0|33|N|99|07|E|region:ID_type:city|display=title}}
[[Berkas:Natal alun-alun 2.jpg|thumb|Alun-alun Natal]]
[[Berkas:Natal rue.jpg|thumb|Jalan di Natal]]
[[Berkas:Natal maison 1.jpg|thumb|Rumah penduduk dekat Natal]]
[[Berkas:Pantai Barat Natal.jpg|jmpl|Masyarakat di Natal menyebutnya sebagai Pantai Kapling. Pantai ini merupakan Pantai dengan kontur yang landai di wilayah Kec. Natal.]]
 
'''Natal''' adalah sebuah [[kecamatan]] di [[Kabupaten Mandailing Natal]], [[Sumatera Utara]], [[Indonesia]], di pantai barat [[Sumatera Utara]]. Di dekat kota ini terdapat [[Taman Nasional Batang Gadis]] dan di sana terdapat kegiatan menambang [[emas]]. Natal berasal dari kata ''Ranah Nata'' ([[Bahasa Minangkabau]] : Tanah yang Datar), sebuah kerajaan yang pernah berdiri di wilayah ini.
Baris 28 ⟶ 23:
 
== Budaya ==
Sebagai wilayah rantau Minangkabau, kebudayaan Natal banyak dipengaruhi oleh [[budaya Minangkabau]]. Bahasa yang digunakan masyarakatnya ialah [[Bahasa Minangkabau]] logat Pariaman.<ref name="apa kabar sidimpuan online">{{cite web |url=http://apakabarsidimpuan.com/2011/01/malang-benar-nasib-kampung-soetan-sjahrir/ |title=Malang Benar Nasib Kampung Soetan Sjahrir |trans-title= |author= |date= |work=apakabarsidimpuan.com |publisher= |accessdate={{date|February 14, 2016}} |language= |quote= |archivedate= |archiveurl= |dead-url=no}}</ref> Namun sebagai kota perdagangan yang heterogen, budaya Natal juga banyak menyerap kebudayaan-kebudayaan lain, seperti budaya Melayu, Mandailing, Aceh, Bugis, India, dan Arab.
 
Seperti wilayah lainnya di pesisir barat Minangkabau, di Natal seorang anak yang ibu dan ayahnya keturunan bangsawan, maka akan berhak menyandang gelar Sutan (laki-laki) atau Puti (perempuan). Namun jika ibunya bukan keturunan bangsawan, maka anaknya hanya menggunakan gelar Marah (laki-laki) atau Sitti (perempuan).<ref>Elizabeth Graves, The Minangkabau Response to Dutch Colonial Rule in the Nineteenth Century, Cornell University, 1981</ref>