Tjipto Mangoenkoesoemo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Luthfi Waskitojati (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Rachmat-bot (bicara | kontrib)
k cosmetic changes, replaced: nasehat → nasihat, hirarki → hierarki, Kerjasama → Kerja sama
Baris 27:
Ketika menempuh pendidikan di STOVIA, Cipto mulai memperlihatkan sikap yang berbeda dari teman-temannya. Teman-teman dan guru-gurunya menilai Cipto sebagai pribadi yang jujur, berpikiran tajam dan rajin. “Een begaafd leerling”, atau murid yang berbakat adalah julukan yang diberikan oleh gurunya kepada Cipto. Di STOVIA, Cipto juga mengalami perpecahan antara dirinya dan lingkungan sekolahnya. Berbeda dengan teman-temannya yang suka pesta dan bermain, Cipto lebih suka menghadiri ceramah-ceramah, baca buku dan bermain catur. Penampilannya pada acara khusus, tergolong eksentrik, ia senantiasa memakai surjan dengan bahan lurik dan merokok kemenyan. Ketidakpuasan terhadap lingkungan sekelilingnya, senantiasa menjadi topik pidato nya. Baginya, STOVIA adalah tempat untuk menemukan dirinya, dalam hal kebebasan berpikir, lepas dari tradisi keluarga yang kuat, dan berkenalan dengan lingkungan baru yang diskriminatif.
 
Beberapa Peraturan-peraturan di Stovia menimbulkan ketidakpuasan pada dirinya, seperti semua mahasiswa [[Jawa]] dan [[Sumatra]] yang bukan [[Kristen]] diharuskan memakai pakaian tadisional bila sedang berada di sekolah. Bagi Cipto, peraturan berpakaian di STOVIA merupakan perwujudan politik kolonial yang arogan dan melestarikan [[feodalisme]]. Pakaian Barat hanya boleh dipakai dalam hirarkihierarki administrasi kolonial, yaitu oleh pribumi yang berpangkat bupati. Masyarakat pribumi dari wedana ke bawah dan yang tidak bekerja pada pemerintahan, dilarang memakai pakaian Barat. Akibat dari kebiasaan ini, rakyat cenderung untuk tidak menghargai dan menghormati masyarakat pribumi yang memakai pakaian tradisional.
 
Keadaan ini senantiasa digambarkannya melalui [[De Locomotief]], surat harian kolonial yang sangat berkembang pada waktu itu, di samping [[Bataviaasch Nieuwsblad]]. Sejak tahun 1907 Cipto sudah menulis di harian De Locomotief. Tulisannya berisi kritikan, dan menentang kondisi keadaan masyarakat yang dianggapnya tidak sehat. Cipto sering mengkritik hubungan feodal maupun kolonial yang dianggapnya sebagai sumber penderitaan rakyat. Rakyat umumnya terbatas ruang gerak dan aktivitasnya, sebab banyak kesempatan yang tertutup bagi mereka.
Baris 48:
==Indische Partij==
[[Berkas:Ki Hadjar Dewantara, with Dekker and Mangunkusuma (page 40).jpg|jmpl|ki|200px|[[Ki Hadjar Dewantara]], [[Ernest Douwes Dekker|Douwes Dekker]], dan Tjipto Mangunkusumo ([[Tiga Serangkai]]) ]]
Setelah mengundurkan diri dari Budi Utomo, Cipto membuka praktik dokter di [[Solo]]. Meskipun demikian, Cipto tidak meninggalkan dunia politik sama sekali. Di sela-sela kesibukan nya melayani pasien nya, Cipto mendirikan Raden Ajeng Kartini Klub yang bertujuan memperbaiki nasib rakyat. Perhatiannya pada politik semakin menjadi-jadi setelah dia bertemu dengan [[Ernest Douwes Dekker|Douwes Dekker]] yang tengah berpropaganda untuk mendirikan [[Indische Partij]]. Cipto melihat Douwes Dekker sebagai kawan seperjuangan. KerjasamaKerja sama dengan Douwes Dekker telah memberinya kesempatan untuk melaksanakan cita-citanya, yakni gerakan politik bagi seluruh rakyat Hindia Belanda. Bagi Cipto [[Indische Partij]] merupakan upaya mulia mewakili kepentingan-kepentingan semua penduduk [[Hindia Belanda]], tidak memandang suku, golongan, dan agama.
 
Pada tahun [[1912]] Cipto pindah dari [[Solo]] ke [[Bandung]], dengan dalih agar dekat dengan Douwes Dekker. Ia kemudian menjadi anggota redaksi penerbitan harian ''de Express'' dan majalah ''het Tijdschrijft''. Perkenalan antara Cipto dan Douwes Dekker yang sehaluan itu sebenarnya telah dijalin ketika Douwes Dekker bekerja pada [[Bataviaasch Nieuwsblad]]. Douwes Dekker sering berhubungan dengan murid-murid STOVIA.
Baris 75:
Di Bandung, Cipto dapat bertemu dengan kaum nasionalis yang lebih muda, seperti [[Sukarno]] yang pada tahun [[1923]] membentuk Algemeene Studie Club. Pada tahun 1927 Algemeene Studie Club diubah menjadi [[Partai Nasional Indonesia]] (PNI). Meskipun Cipto tidak menjadi anggota resmi dalam Algemeene Studie Club dan PNI, Cipto tetap diakui sebagai penyumbang pemikiran bagi generasi muda. Misalnya Sukarno dalam suatu wawancara pers pada [[1959]], ketika ditanya siapa di antara tokoh-tokoh pemimpin Indonesia yang paling banyak memberikan pengaruh kepada pemikiran politiknya, tanpa ragu-ragu Sukarno menyebut Cipto Mangunkusumo.
 
Pada akhir tahun [[1926]] dan tahun [[1927]] di beberapa tempat di Indonesia terjadi pemberontakan [[komunis]]. Pemberontakan itu menemui kegagalan dan ribuan orang ditangkap atau dibuang karena terlibat di dalamnya. Dalam hal ini Cipto juga ditangkap dan didakwa turut serta dalam perlawanan terhadap pemerintah. Hal itu disebabkan suatu peristiwa, ketika pada bulan Juli 1927 Cipto kedatangan tamu seorang [[militer]] pribumi yang berpangkat [[kopral]] dan seorang kawannya. Kepada Cipto tamu tersebut mengatakan rencananya untuk melakukan [[sabotase]] dengan meledakkan persediaan-persediaan [[mesiu]], tetapi dia bermaksud mengunjungi keluarganya di [[Jatinegara]], [[Jakarta]], terlebih dahulu. Untuk itu dia memerlukan uang untuk biaya perjalanan. Cipto menasehatkanmenasihatkan agar orang itu tidak melakukan tindakan sabotase, dengan alasan kemanusiaan Cipto kemudian memberikan uangnya sebesar 10 gulden kepada tamunya.
 
Setelah pemberontakan komunis gagal dan dibongkarnya kasus peledakan gudang mesiu di Bandung, Cipto dipanggil pemerintah untuk menghadap pengadilan karena dianggap telah memberikan andil dalam membantu anggota komunis dengan memberi uang 10 gulden dan diketemukannya nama-nama kepala pemberontakan dalam daftar tamu Cipto. Sebagai hukumannya Cipto kemudian dibuang ke [[Banda]] pada tahun [[1928]].