Soeman Hasiboean: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
→Karier menulis: Mengedit 'terinzpirasi' menjadi 'terinspirasi Mengedit 'berhentj' menjadi 'berhenti' Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
→Kehidupan awal: 'mulei' menjadi 'mulai' Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
Baris 27:
Soeman lahir di [[Bengkalis]], [[Riau]], [[Hindia Belanda]], pada 1904.{{efn|Tanggal tidak dicatat. Soeman kemudian menyatakan bahwa ia diberitahukan tahun kelahirannya oleh ayahnya, namun ia tidak memastikan apakah informasi tersebut akurat {{harv|Kasiri|1993|p=92}}.}} Ayahnya, Wahid Hasibuan, dan ibunya, Turumun Lubis, lahir di [[Kotanopan, Mandailing Natal|Kotanopan]] (yang sekarang merupakan bagian dari [[Kabupaten Mandailing Natal|Mandailing Natal]]), namun berpindah ke Bengkalis setelah pernikahan untuk menghindari konflik antara keluarga Hasibuan dan sebuah [[Marga (Batak)|klan]] rival. Dalam sebuah wawancara 1989, Soeman menyatakan bahwa ia tidak tahu menahu sumber konflik tersebut, namun ia menduga bahwa ayahnya, yang merupakan keturunan dari seorang raja [[suku Mandailing|Mandailing]], merasa seolah-olah kurang dihormati.{{sfn|Kasiri|1993|p=91}}
Di Bengkalis, Wahid dan Turumun menanam [[nanas]] dan [[kelapa]]. Wahid juga mengajarkan [[ngaji]], yang membuatnya meraih pemasukan dari keluarga Muslim.<ref>{{harvnb|Tanjungpinang, 2014}}; {{harvnb|Muhammad|2002|p=201}}; {{harvnb|Kasiri|1993|p=93}}.</ref> Karena ayahnya mengajar di rumahnya, Soeman
Bercita-cita menjadi guru, Soeman berupaya masuk kursus untuk menjadi guru potensial di [[Medan]], [[Sumatra Utara]], setelah lulus. Setelah ia masuk kursus, ia menjalani dua tahun belajar di kota tersebut. Salah satu gurunya adalah [[Mohammad Kasim]], yang kemudian kumpulan cerita pendek buatannya ''[[Teman Doedoek]]'' (1937) menjadi karya pertama dalam kanon sastra Indonesia.{{sfn|Kasiri|1993|pp=94–95}} Di luar kelas, Soeman menyimak cerita-cerita Kasim tentang para pengarang dan proses penulisan kreatif; hal tersebut membuatnya ingin menjadi penulis.{{sfn|Kasiri|1993|p=107}} Setelah dua tahun di Medan, Soeman melanjutkan pendidikan ke sebuah [[sekolah normal]] di [[Langsa]], [[Aceh]], dimana ia singgah selama 1923. Di sana, ia bertemu dengan calon istrinya, Siti Hasnah.{{sfn|Kasiri|1993|pp=94–95}}
Setelah lulus, Soeman menemukan pekerjaan di HIS Siak Sri Indrapura, sebuah [[Hollandsch-Inlandsche School|sekolah berbahasa Belanda untuk murid-murid pribumi]] di [[Kesultanan Siak Sri Indrapura|Siak Sri Indrapura]], Aceh.{{sfn|Kasiri|1993|p=95}} Soeman bekerja sebagai guru bahasa Melayu
== Karier menulis ==
|