Zakiah Daradjat: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Rahmatdenas (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
Rahmatdenas (bicara | kontrib) |
||
Baris 20:
'''[[Profesor|Prof.]] [[Doktor|Dr.]] [[Haji|Hj.]] Zakiah Daradjat''' ({{lahirmati|Jorong Koto Marapak, [[Lambah, IV Angkek, Agam|Nagari Lambah]], [[Ampek Angkek, Agam|Ampek Angkek]], [[Agam]], [[Sumatera Barat]]|6|11|1929|[[Jakarta]]|15|01|2013}}) adalah pakar psikologi Islam. Berkarier di Departeman Agama Indonesia selama 30 tahun sejak 1964, ia menghabiskan sisa umurnya sebagai pendidik dan guru besar ilmu psikologi di [[Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta|Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta]].
Setelah menyelesaikan pendidikan doktor di [[Mesir]] pada 1964, Zakiah membagi waktu bekerja dan membuka praktik konsultasi psikologi. Ia pernah dipercaya sebagai Direktur Pendidikan Agama dan Direktur Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, bertanggung jawab atas kebijakan dan eksistensi lembaga-lembaga pendidikan Islam. Ia duduk di [[Dewan Pertimbangan Agung]] periode 1983–1988, satu-satunya perempuan dalam keanggotaan DPA. Pada saat yang sama, ia adalah anggota [[Dewan Riset Nasional]] dan mengurusi bidang masalah keluarga dan anak pada [[Majelis Ulama Indonesia]] (MUI)
== Kehidupan awal ==
Baris 37:
== Karier ==
Setelah kembali ke Indonesia pada tahun 1964, Zakiah merintis karier di [[Kementerian Agama Indonesia|Departemen Agama]] sebagai pegawai Biro Perguruan Tinggi dan membagi waktu mengajar pada [[Institut agama Islam negeri|perguruan tinggi agama Islam negeri Indonesia]].{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=146–154}} Pada 1967, Zakiah
Pemikiran Zakiah Daradjat di bidang pendidikan agama banyak mempengaruhi wajah sistem [[pendidikan di Indonesia]]. Semasa menjabat direktur di Kementerian Agama, Zakiah termasuk salah seorang yang membidani lahirnya kebijakan yang tertuang dalam Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri ([[Menteri Agama]], [[Daftar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia|Mendikbud]], dan [[Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia|Mendagri]]) pada tahun 1975, yaitu sewaktu jabatan [[Daftar Menteri Agama Indonesia|Menteri Agama]] diduduki oleh [[Mukti Ali]].{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=146–154}} Melalui surat keputusan tersebut Zakiah menginginkan peningkatan penghargaan terhadap status [[madrasah]], salah satunya dengan memberikan pengetahuan umum 70 persen dan pengetahuan agama 30 persen.{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=146–154}}{{sfn|Nata|2005|pp=237}} Aturan yang dipakai hingga kini di sekolah-sekolah agama Indonesia ini memungkinkan lulusan madrasah diterima di perguruan tinggi umum.{{sfn|Nasar|2013}}
Baris 50 ⟶ 48:
Zakiah Daradjat meninggal di [[Jakarta]] dalam usia 83 tahun pada 15 Januari 2013 sekitar pukul 09.00 WIB. Setelah disalatkan, jenazahnya dimakamkan di Kompleks UIN Ciputat pada hari yang sama. Menjelang akhir hayatnya, ia masih aktif mengajar, memberikan ceramah, dan membuka konsultasi psikologi. Sebelum meninggal, ia sempat menjalani perawatan di Rumah Sakit Hermina, [[Jakarta Selatan]] pada pertengahan Desember 2012.{{sfn|Republika|2013}}
Semasa hidup, Zakiah Daradjat
== Pandangan ==
Baris 60 ⟶ 58:
Nampaknya, karya-karya tulis Zakiah banyak dialami oleh perjalanan hidupnya sebagai muballighah, Psikolog, akademi dan birokrat. Ia membela kaumnya, menganjurkan relasi yang seimbang antara laki-laki dan perempuan, namun juga meletakkan perempuan pada norma-norma di masanya, sebagai penanggung jawab rumah tangga dan pendidik utama serta seorang yang berbakti pada suami.-->
== Psikolog ==
Zakiah mulai membuka praktik konsultasi psikologi sewaktu bekerja di Departemen Agama. Pada 1965, ia membuka klinik di rumahnya di Wisma Sejahtera, Jalan Fatmawati, Cipete, [[Jakarta Selatan]]. Rata-rata, ia menerima lima pasien setiap petang. Ketika diwawancara oleh ''[[Republika (surat kabar)|Republika]]'' pada tahun 1994, ia mengaku, sering tidak menerima bayaran apa-apa.{{sfn|Mahditama|2013}} Ia tidak memungut bayaran, "kalau mereka memberi, saya terima."
Dalam satu acara dengar pendapat dengan DPR pada 2004, ia menyoroti banyaknya acara siaran televisi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agama maupun etika moral masyarakat. Ia melihat dampak buruk dari siaran televisi yang mengandung unsur kekerasan, seks, dan klenik karena menurutnya hal tersebut dapat menumpulkan akal dan logika penontot. Menurutnya, secara psikologi acara siaran televisi membawa pengaruh kuat dalam waktu yang lama terhadap pikiran penontonya.
== Karya ==
|