Punk in Love: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
JohnThorne (bicara | kontrib) Perbaikan |
k Bot: Penggantian teks otomatis (- tapi + tetapi) |
||
Baris 36:
Di tempat tujuan, mereka bertemu dengan seorang penjual sate Madura (Suro) dan meminta buatkan 40 tusuk sate. Namun karena keempat anak punk tadi memberi tukang sate itu dengan uang Rp. 6.000,-, tukang sate itu marah sambil menghunus [[celurit]]. Hampir saja keempat anak punk itu dihabisi kalau Arok tidak meneriakkan kata-kata penyesalan untuk Maia karena tak berhasil menyatakan cinta. Tukang sate itu mengampuni mereka atas dasar kesamaan nasib. Dirinya gagal menikah dengan pujaan hatinya Tiwi karena orang tua Tiwi berniat menjodohkan anaknya dengan seorang juragan garam. Tidak itu saja, mereka dibolehkan membeli 20 tusuk sate dan empat lontong seharga Rp. 6.000,- asalkan mereka sendiri yang membakar.
Almira, Arok, Mojo, dan Yoji meneruskan perjalanan ke [[Kota Semarang|Semarang]] dengan menumpang minibus. Di tengah perjalanan, Yoji merasa ingin buang air besar akibat sate yang dimakan semalam. Akhirnya, Yoji buang air besar di [[jendela]],
Mereka meneruskan perjalanan ke [[Rembang, Rembang|Rembang]]. Di permukiman Tionghoa di pinggir pantai, Mojo melihat poster bergambar Yoji yang sedang main basket. Mojo tertawa karena merasa pose Yoji konyol, sehingga mengundang 3 sahabatnya mendekat. Setelah mengamati, Almira dan Arok juga ikut tertawa. Tinggallah Yoji yang marah dan meninggalkan mereka ke pinggir pantai. Almira menyusul dan mengatakan kalau Yoji terlihat menjijikkan di poster itu. Akhirnya, Yoji ikut tertawa.
Baris 42:
Setelah itu, mereka menumpang truk pengangkut tepung terigu ke Semarang. Di Semarang, mereka turun di suatu tempat yang sedang dilanda [[banjir]]. Terpaksalah Arok, Mojo, dan Yoji berjalan sambil menggotong Almira yang tentunya tidak mungkin menanggalkan pakaian bawah. Akhirnya, mereka semua tercebur ke air karena Yoji merasa ada yang lewat di kakinya. Malam harinya, mereka menumpang [[kereta api barang]] setelah membantu membereskan sampah yang dibawa seorang pemulung tua (Saputra). Selama perjalanan, Arok bermimpi disodomi oleh bapak-bapak (Hartawan) yang memisahkan dirinya dengan Maia dan teman-temannya menertawakannya. Setiba di [[Stasiun Notog]] ([[Kabupaten Banyumas|Banyumas]]), mereka menumpang mobil ambulans yang membawa mereka ke [[Kota Cirebon|Cirebon]]. Perjalanan ini diwarnai dengan sopir (Rombeng) yang terkantuk-kantuk, sehingga ugal-ugalan dalam mengemudikan mobil. Keempat anak punk itu ketakutan. Mengikuti Mojo, mereka berdoa kepada Tuhan agar selamat dalam perjalanan, padahal sebelumnya Almira, Arok, dan Yoji mengingkari keberadaan Tuhan.
Setiba di Cirebon, mereka semua kelaparan. Yoji dan Almira mengamen di jalanan dengan menyanyi [[dangdut]] dan berjoget. Arok dan Mojo awalnya tidak mau ikut karena malu ketahuan bergaya dangdut oleh grup punk lain,
Pada malam harinya, Arok dkk. hendak meneruskan perjalanan ke Jakarta,
Mereka akhirnya tiba di [[Stasiun Jatinegara]], Jakarta. Memasuki jalanan yang padat, Arok menunjukkan cincin yang dicurinya dari toko cenderamata di Bromo untuk diserahkan kepada Maia. Ketiga sahabatnya marah karena semestinya cincin itu bisa dijual untuk makan. Mojo yang emosi menonjok muka Arok, dan tanpa sengaja menubruk seorang pejalan kaki. Pejalan kaki itu menubruk seseorang yang duduk di warung, yang ternyata Leo ([[Dendy Subangil]]), preman di wilayah itu. Leo menghajar si pejalan kaki, yang kemudian menunjuk Arok sebagai orang yang menubruknya. Akhirnya Leo melepas pejalan kaki, dan gantian menyerang Arok dan membuatnya terkapar. Polisi keburu datang, lalu Leo melarikan diri bersama anak buahnya. Sebelum itu, ia sempat membawa cincin Arok yang terjatuh.
Jadilah keempat anak punk itu masuk penjara. Atas bujukan Maia, Yoji menghubungi Tante Rossa (Catherine Wilson) yang dahulu membawanya menjadi model. Tante Rossa mengeluarkan keempat anak punk itu dengan memberi jaminan, dengan syarat Yoji harus ikut 3 kali sesi pemotretan. Yoji awalnya enggan,
Film ditutup dengan Arok dan Maia yang sedang mengandung menyambut pelanggan di depan Warung Maia Arok yang didirikannya, Yoji yang menjadi model, dan Mojo – yang dahulunya penggali kubur – mewujudkan impiannya menjadi aktor.
|