Hak menentukan nasib sendiri: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Anatolia.kr (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Anatolia.kr (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 18:
 
=== Periode pertama ===
Periode pertama konsep menentukan nasib sendiri dimulai pada abad ke-19, bertahan hingga zaman pemerintahan [[Amerika Serikat]] dipimpin oleh presiden Woodrow Wilson, dan berakhir pada sekitar tahun 1945. [[John Stuart Mill]], di antara ahli yang lainnya, menyatakan bahwa keterkaitan antara etnisitas; bahasa; dan budaya pada satu sisi, dan status sebagai negara pada sisi lain, merupakan pijakan yang melatarbelakangi pergerakan nasional di abad ke-19. Namun Hanum berpendapat, pergerakan nasional klasik pada periode tersebut bukanlah untuk memecah suatu kekuasaan, melainkan untuk menggabungkan kelompok-kelompok/bangsa-bangsa, seperti yang terjadi di [[Jerman]] dan [[Italia]]. Menentukan nasib sendiri sebagai kekuatan politik dalam masyarakat internasional merupakan fenomena yang baru muncul sebagai akibat dari perang dunia I, dan akibat pemisahanpemecahan wilayah yang termasuk dalam [[kekaisaran Ottoman]] dan [[kekaisaran Austro-Hongaria]]. Kelompok-kelompok nasional yang lebih kecil di dalam kekaisaran berkehendak menarik diri dan membagi wilayah mereka. Menentukan nasib sendiri setelah terdisintegrasinya kekaisaran Ottoman dan kekaisaran Austro-Hongaria, dengan demikian, mengambil bentuk berupa pembagian/pemisahan diri daripada penggabungan teritorial.<ref name=":11" /><ref name=":6" />
 
====== Konferensi perdamaian ======
Baris 114:
|}
[[Berkas:Burnt down house in northern Rakhine State (Moe Zaw-VOA).jpg|jmpl|Sebuah rumah yang dibakar di desa Rohingya di bagian utara [[Rakhine]] akibat adanya konflik sektarian pada Agustus 2017]]
Penerimaan menentukan nasib sendiri yang terlalu bermurah hati dapat berakibat pada fragmentasi dan meningkatnya intoleransi karena tidak diperlukan lagi adanya hidup berdampingan dengan damai.<ref name=":4" /> Sementara itu, tantangan utama pendefinisian menentukan nasib sendiri dengan mengeluarkan pemisahan diri dari dalam definisi, dapat digambarkan dengan situasi di [[Kosovo]] yang diatur oleh kekuatan/pihak berwenang PBB sejak berakhirnya kampanye pengeboman oleh [[NATO]] pada tahun 1999 sampai deklarasi kemerdekaan [[unilateral]] Kosovo pada Februari 2008.<ref name=":5" /> Kemerdekaan Kosovo diakui oleh hampir seratus negara hingga pertengahan tahun 2010, namun tidak oleh Serbia yang menetapkan Kosovo tetap merupakan bagian integral Serbia. Sebagian karena alasan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Kosovo antara tahun 1989 dan 1999 dan selama kampanye NATO, para pengamat Barat memberikan simpati terhadap klaim kemerdekaan yang dibuat Kosovo. Misalnya 22 negara anggota [[Uni Eropa]], Amerika Serikat, [[Australia]], dan Kanada di antara negara-negara lainnya mengakui kemerdekaan negara baru tersebut. Namun demikian, tidak ada yang secara spesifik menghubungkan keinginan pemisahan diri Kosovo itusecara spesifik dengan tingginya tingkat pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi disana, dan deklarasi kemerdekaan Kosovo itu sendiri teramati sebagai kasus khusus dari pemisahan non-konsensual Yugoslavia yang tidak dapat dijadikan pedoman untuk situasi lainnya.<ref name=":5" /> Beberapa dari kelompokKelompok tersebut berbagi [[suku]], [[bahasa]], serta karakteristik yang sama lainnya, namun hak menentukan nasib sendiri dalam hukum internasional, sebagaimana bertentangan dengan beberapa keterangan dan anjuran yang bersifat tidak mengikat, tidak memberikan hak khusus kepada kelompok-kelompok yang seperti demikian, seperti contohnyayang terjadi di Kosovo.<ref name=":5" /> Di masa sekarang, keadaan yang kurang lebih serupa terjadi pada warga [[Rohingya]] di [[Myanmar]]. Selain anggapan bahwa warga Rohingya adalah pendatang di Myanmar, faktor yang menimbulkan konflik berkepanjangan ialah penghapusan Rohingya dari konstitusi (''Constitution of the Republic of the Union of Myanmar 2008''). Secara resmi otoritas Myanmar hanya mengakui 135 kelompok etnis berbeda, yang dikelompokan dalam delapan ras etnis nasional utama, yaitu [[Kachin]], [[Kayah]], [[Kayin]], [[Chin]], [[Mon]], [[Bamar]], [[Rakhine]], dan [[Shan]]. Dewan HAM PBB yang telah menyetujui resolusi untuk meluncurkan penyelidikan terhadap pemerintah Myanmar yang diduga kuat melakukan pelanggaran HAM dan pembersihan terhadap etnis Rohingya mendapat kecaman dan penolakan dari otoritas Myanmar yang menilai bahwa pembentukan misi pencari fakta internasional, bukan menyelesaikan masalah, namun justru akan semakin membakar konflik. Tantangan secara politik, teknis, dan proses yang ditunjukkan dalam situasi tersebut merupakan cerminan relatif sulit dipenuhinya pemenuhan hak untuk menentukan nasib sendiri.<ref name=":12" /> Terlepas dari problematika yang melingkupinya, klaim atas hak menentukan nasib sendiri tidak menjadi berkurang, dan diperlukan pengembangan yang lebih baik oleh komunitas internasional dalam menghadapi permintaan tersebut agar dapat menghindari tindakan kekerasan dan konflik yang merusak.<ref name=":4" /> Sampai definisi hak ini menjadi jelas, hak menentukan nasib sendiri tetap menjadi alat retorika yang dipergunakan kelompok-kelompok di dalam negara yang menginginkan kemerdekaan, otonomi, atau menginginkan kendali atas permasalahan yang secara langsung berhubungan dengan kepentingan mereka.<ref name=":5" />
 
== Referensi ==