Permusuhan Banten dan Mataram: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Andri.h (bicara | kontrib)
Andri.h (bicara | kontrib)
Baris 10:
Dalam tahun [[1644]], utusan Mataram tiba di Banten. Beda dengan maksud sebelumnya yang meminta Banten agar [[takluk]] kepada Mataram, saat ini Mataram memintanya menjadi [[sekutu]]. Hanya saja Kesultanan Banten yang saat ini merasa lebih [[kuat]] menolak permintaan tersebut bahkan siap-siap untuk merebut kembali Cirebon dari Mataram.
 
Pada saat Banten diperintah oleh [[Sultan Abulmafakhir]], pada tahun [[1646]], saat [[Amangkurat I|Amangkurat]] menggantikan [[Sultan Agung]], Mataram masih ingin manaklukan Banten. Awal tahun [[1648]] Banten mengambil langkah besar untuk menangkal kemungkinan serangan: [[kapal]]-kapal perang besar dibangun dan para [[penduduk]] di sekitar [[kota]] diperintahkan untuk masuk kedalam perlindungan [[benteng]] kota. Usaha tersebut dirasakan manfaatnya beberapa tahun kemudian. Dua tahun kemudian, dua misi [[diplomatik]] tiba di Banten; mereka meminta agar Banten menyerahkan diri kepada Mataram. Banten menjawab bahwa Banten hanya [[tunduk]] kepada pimpinan besar di [[Mekah]]. Mataram segera memberikan reaksi dengan mengirim [[armada]] angkatan laut dari Cirebon, [[jajahan]] Mataram, untuk menyerang Banten. Terjadilah [[pertempuran]] sengit di [[lautan]] sekitar [[Tangerang]]. Banten memenangkan pertempuran ini serta membunuh lima ratus [[tentara]] Cirebon. Dengan demikian Mataram dapat dikalahkan oleh Banten.
 
Saat [[Sultan Ageng Tirtayasa]] menjadi sultan Banten, Mataram masih juga tidak menghentikan niatnya untuk menguasai Banten. Tapi karena [[trauma]] dengan kekalahan angkatan perangnya, saat ini [[strategi]] penguasaan dilakukan dengan upaya [[perkawinan|mengawinkan]] anak perempuan Sultan Ageng Tirtayasa dengan anak laki-laki sultan Mataram. Usaha tersebut [[gagal]] akibat meletusnya perang [[Inggris]] – [[Belanda]] dimana [[Banten]] turut dalam perang ini serta memihak Inggris.