Ranavalona I: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 107:
=== Persekongkolan asing ===
[[Berkas:Radama II with crown.jpg|jmpl|Putra dan pewaris Ranavalona, Pangeran Rakoto (kemudian dikenal dengan nama Raja Radama II)]]
Prancis ingin mempercepat kenaikan takhta Radama II karena mereka hendak memanfaatkan Piagam Lambert, sebuah perjanjian yang disepakati pada tahun 1855 antara perwakilan Prancis [[Joseph-François Lambert]] dengan Radama II yang baru akan mulai berlaku setelah sang pangeran naik takhta. Piagam tersebut menjamin hak Lambert dan rekan-rekan usahanya dalam mengeksploitasi berbagai jenis sumber daya alam di Madagaskar. Menurut sebuah catatan Inggris, Lambert bersekongkol dengan Jean Laborde dan para pemimpin setempat dalam meyakinkan Radama II untuk menandatangani sebuah dokumen yang ditulis dalam bahasa Prancis (catatan: sang pangeran tidak fasih berbahasa Prancis), dan Lambert hanya menerjemahkannya secara lisan seolah hanya berisi tentang tindakan-tindakan berlebihan sang ratu terhadap bawahan-bawahannya. Radama merasa bersimpati dengan rakyat jelata dan ingin mengurangi beban mereka, tetapi pada saat yang sama juga mencurigai maksud terselubung dari surat tersebut. Pada akhirnya ia menandatangani surat tersebut di bawah tekanan Prancis, walaupun sebenarnya ia merasa enggan. Ia tidak diberitahu bahwa di dalam surat tersebut terkandung permohonan campur tangan Prancis yang dapat berujung pada penjajahan Prancis di Madagaskar. Namun, Prancis tak bermaksud mengambil tindakan semacam itu tanpa adanya kesepakatan dari Inggris, yang memiliki pengaruh yang besar di Madagaskar. Sementara itu, Radama (yang telah bersumpah di atas [[Alkitab]] untuk tidak membocorkan perihal surat tersebut kepada orang lain) merasa khawatir sampai-sampai ia menghubungi seorang diplomat Inggris, sehingga membongkarterbongkarlah latar belakang dari penandatanganan surat tersebut. Inggris menolak bekerja sama dengan Prancis, alhasil serangan Prancis pun terhindarkan.<ref name="plot">Oliver (1886), hlm.&nbsp;80–85</ref> Namun, menurut Lambert, sang pangeran sebenarnya memang ingin mengakhiri rezim Ranavalona, dan perasaannya yang sesungguhnya terkait dengan peristiwa ini telah disalahartikan akibat propaganda Inggris.<ref>Pfeiffer (1861), hlm. 225</ref>
 
Setelah gagal mendapatkan dukungan dari salah satu negara Eropa untuk menjadikan Radama II sebagai raja, Lambert memutuskan untuk melancarkan kudeta. Ia mendatangi istana Ranavalona pada Mei 1857 bersama dengan seorang penjelajah dunia asal Austria, [[Ida Pfeiffer]], walaupun Ida sebenarnya tidak tahu menahu soal rencana tersebut. Ia mencatat pengalamannya selama peristiwa ini dalam salah satu bukunya. Menurut Ida, Radama dan Lambert berencana menggulingkan ratu pada 20 Juni, saat para menteri dan prajurit yang setia kepada Radama akan memasuki Rova dan menyatakan kesetiaan mereka kepada sang pangeran. Ida mengatakan bahwa penyebab kegagalan kudeta tersebut adalah [[Rainilaiarivony]], yang menjabat sebagai Panglima Tertinggi pada saat itu dan dilaporkan ia tidak dapat memastikan kehadiran pasukan yang setia kepada Radama di lapangan istana.<ref name="Pfeiffer">Pfeiffer (1861), hlm.&nbsp;225–277</ref> Namun, menurut catatan Inggris, Radama sendiri diduga telah melaporkan persekongkolan tersebut kepada sang ratu, sehingga "kerja sama"nya mungkin hanyalah suatu tipu daya untuk menjebak pihak-pihak yang bersekongkol.<ref name="plot" /> Setelah rencana tersebut dibongkar, orang-orang Eropa tidak boleh keluar dari rumah mereka di lapangan istana dan juga dilarang menerima tamu, hingga akhirnya keluar perintah pengusiran pada akhir bulan Juli.<ref name="Pfeiffer" />