Sulaman Koto Gadang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 3:
'''Sulaman Koto Gadang''' adalah teknik kerajinan tangan yang dikerjakan secara tradisional yang dimiliki oleh masyarakat [[Koto Gadang, IV Koto, Agam|Koto Gadang]], salah satu nagari di [[Kabupaten Agam]], [[Sumatra Barat]]. Sulaman ini dihasilkan dari pengetahuan masyarakat Koto Gadang dalam membentuk jalinan benang di atas kain yang diwariskan secara turun-temurun. Pengerjaannya sama sekali tidak menggunakan teknologi mesin, melainkan menggunakan peralatan sederhana dan bergantung pada keterampilan tangan. Keunikan sulaman Koto Gadang terletak pada gradasi warna dari motif yang dibuat. Teknik sulaman Koto Gadang menghasilkan jahitan yang tidak tebal dan tidak berlubang. Bila dibandingkan sulaman Koto Gadang dengan sulaman di luar Koto Gadang, seperti [[Kota Bukittinggi|Bukittinggi]], hasilnya lebih halus dan motifnya baik bagian muka maupun belakang sama-sama terlihat.
 
Sulaman Koto Gadang banyak dibuat untuk hiasan [[selendang]], [[baju kurung]], dan peralatan adat. Kebanyakan motif sulam adalah bunga dan daun. Hasil kerajinan sulam telah menjadi bagian kelengkapan pakaian adat perempuan Koto Gadang. Penggunaan kain sulam erat kaitannya dengan adat. Kain bersulam berwarna cerah dan sulaman yang rapat digunakan untuk kebutuhan pernikahan. Adapun kain berwarna gelaptua dengandan sulaman yang jarang dipakai oleh perempuan yang sudah berkeluarga dan berusia lanjut. Semakin tua pemakainya, maka pemilihan warna harus semakin gelap. Walaupun pada saat ini banyak muncul beraneka macam selendang, selendang bersulam masih menjadi pilihan utama masyarakat Koto Gadang untuk dipakai saat menghadiri bermacam-macam perhelatan,
 
Di antara teknik sulaman Koto Gadang yang masih digunakan saat ini yakni teknik sulaman "''suji caia''" dan "''kapalo samek''". Sulam s''uji caia'' merupakan permainan panjang pendek benang yang dijahit ke kain berdasarkan bentuk bunga serta permainan gradasi warna benang yang saling menyatu ([[bahasa Minang]]: ''caia'', artinya cair) sehingga menghasilkan bentuk bunga yang tampak hidup. Adapun sulam ''kapalo samek'' (dari bahasa Minang, artinya kepala peniti) karena dalam pembuatannya benang dikait dan ditarik sampai ujung peniti sehingga menghasilkan bentuk bulat di atas kain.