Pembantaian Rawagede: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Cun Cun (bicara | kontrib)
Memperbaiki referensi
Baris 25:
Hujan yang mengguyur mengakibatkan genangan darah membasahi desa tersebut. Yang tersisa hanya wanita dan anak-anak. Keesokan harinya, setelah tentara Belanda meninggalkan desa tersebut, para wanita menguburkan mayat-mayat dengan peralatan seadanya. Seorang ibu menguburkan suami dan dua orang putranya yang berusia 12 dan 15 tahun. Mereka tidak dapat menggali lubang terlalu dalam, hanya sekitar 50 cm saja. Untuk pemakaman secara Islam, yaitu jenazah ditutup dengan potongan kayu, mereka terpaksa menggunakan daun pintu, dan kemudian diurug tanah seadanya, sehingga bau mayat masih tercium selama berhari-hari.
 
=== Kejahatan perang ===
 
Pimpinan Republik kemudian mengadukan peristiwa pembantaian ini kepada Committee of Good Offices for Indonesia (Komisi Jasa Baik untuk Indonesia) dari PBB. Namun tindakan Komisi ini hanya sebatas pada kritik terhadap aksi militer tersebut yang mereka sebut sebagai “deliberate and ruthless”, tanpa ada sanksi yang tegas atas pelanggaran HAM, apalagi untuk memandang pembantaian rakyat yang tak bedosa sebagai kejahatan perang (war crimes).
 
Baris 39 ⟶ 38:
Tuntutan kepada pemerintah Belanda pertama kali disampaikan oleh Komite Nasional Pembela Martabat Bangsa Indonesia [KNPMBI]. [petisi . KNPMBI didirkan pada 9 Maret 2002.
 
Karena lingkup kegiatan KNPMBI sangat luas, maka khusus untuk menangani hal-hal yang sehubungan dengan Belanda, Ketua Umum KNPMBI, Batara R. Hutagalug bersama aktivis KNPMBI pada 5 Mei 2005 bertempat di gedung Joang '45, mendirikan Komite Utang Kehormatan Belanda [KUKB].[Lihat<ref>{{Cite web|url=http://batarahutagalung.blogspot.com/2011/11/rawagede-perjuangan-knpmbi-dan-kukb.html|title=Gagasan ]Nusantara: RAWAGEDE, PERJUANGAN KNPMBI DAN KUKB|last=Batarahutagalung|date=2011-11-26|website=Gagasan Nusantara|access-date=2019-04-26}}</ref> Pada
15 Desember 2005, Batara R. Hutagalung, Ketua Komite Utang Kehormatan Belanda dan Laksamana Pertama TNI (Purn.) Mulyo Wibisono, Ketua Dewan Penasihat KUKB bersama aktivis KUKB di Belanda diterima oleh Bert Koenders, juru bicara Fraksi Partij van de Arbeit (PvdA) di gedung parlemen Belanda di Den Haag.[1]
 
Dalam kunjungannya ke Belanda, pada 18 Desember 2005, Ketua KUKB Batara R. Hutagalung meresmikan KUKB Cabang Belanda dan mengangkat Jeffry Pondaag sebagai Ketua KUKB Cabang Belanda, serta Charles Suryandi sebagai sekretaris. KUKB di Belanda membentuk badan hukum baru, yayasan K.U.K.B. Anggota Dewan Penasihat KUKB, Abdul Irsan SH., yang juga mantan Duta Besar RI untuk Kerajaan Belanda, memberi sumbangan untuk biaya pendirian yayasan, dan untuk membayar pengacara di Belanda yang akan mewakili tuntutan para janda korban di Rawagede. Belakangan, KUKB dan Yayasan KUKB pecah.