Pembantaian Rawagede: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Memperbaiki referensi
LaninBot (bicara | kontrib)
k namun (di tengah kalimat) → tetapi
Baris 1:
'''Pembantaian Rawagede''' adalah peristiwa pembantaian penduduk Kampung Rawagede (sekarang terletak di Desa [[Balongsari, Rawamerta, Karawang]]), di antara [[Karawang]] dan [[Bekasi]], oleh tentara Belanda pada tanggal [[9 Desember]] [[1947]] sewaktu melancarkan [[Agresi Militer Belanda I|agresi militer pertama]]. Sejumlah 431 penduduk menjadi korban pembantaian ini.
 
Ketika tentara Belanda menyerbu Bekasi, ribuan rakyat mengungsi ke arah Karawang. Pertempuran kemudian berkobar di daerah antara Karawang dan Bekasi, mengakibatkan jatuhnya ratusan korban jiwa dari kalangan sipil. Pada tanggal [[4 Oktober]] [[1948]], tentara Belanda melancarkan pembersihan. Dalam peristiwa ini 35 orang penduduk Rawagede dibunuh tanpa alasan jelas. Peristiwa dikira menjadi inspirasi dari sajak terkenal [[Chairil Anwar]] berjudul ''Antara Karawang dan Bekasi'', namuntetapi ternyata dugaan tersebut tidak terbukti.
 
Pada 14 September 2011, Pengadilan Den Haag menyatakan pemerintah Belanda harus bertanggung jawab dan membayar kompensasi bagi korban dan keluarganya<ref>Sagita, Dessy: "Rawagede Widows Win Damages",</ref>.
Baris 13:
Pada [[9 Desember]] 1947, sehari setelah perundingan Renville dimulai, tentara Belanda di bawah pimpinan seorang mayor mengepung Dusun Rawagede dan menggeledah setiap rumah. Namun mereka tidak menemukan sepucuk senjata pun. Mereka kemudian memaksa seluruh penduduk keluar rumah masing-masing dan mengumpulkan di tempat yang lapang. Penduduk laki-laki diperintahkan untuk berdiri berjejer, kemudian mereka ditanya tentang keberadaan para pejuang Republik. Namun tidak satu pun rakyat yang mengatakan tempat persembunyian para pejuang tersebut.
 
Pemimpin tentara Belanda kemudian memerintahkan untuk menembak mati semua penduduk laki-laki, termasuk para remaja belasan tahun. Beberapa orang berhasil melarikan diri ke hutan, walaupun terluka kena tembakan. Saih, kini berusia 83 tahun menuturkan bahwa dia bersama ayah dan para tetangganya sekitar 20 orang jumlahnya disuruh berdiri berjejer. Ketika tentara Belanda memberondong dengan [[senapan mesin]] –istilah penduduk setempat: "didrèdèt"- ayahnya yang berdiri di sampingnya tewas kena tembakan, dia juga jatuh kena tembak di tangan, namuntetapi dia pura-pura mati. Ketika ada kesempatan, dia segera melarikan diri.
 
Hari itu tentara Belanda membantai 431 penduduk Rawagede. Tanpa ada pengadilan, tuntutan ataupun pembelaan. Seperti di [[Sulawesi Selatan]], tentara Belanda di Rawagede juga melakukan '''eksekusi di tempat''' (''standrechtelijke excecuties''), sebuah tindakan yang jelas merupakan kejahatan perang. Diperkirakan korban pembantaian lebih dari 431 jiwa, karena banyak yang hanyut dibawa sungai yang banjir karena hujan deras.