Seri Rambai: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Swarabakti (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Swarabakti (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Baris 9:
 
== Latar belakang ==
Sejarah Asia Tenggara diwarnai dengan kisah-kisah terkait meriam: ada yang dikatakan memiliki kekuatan supranatural; ada yang dihormati karena memiliki arti spiritual dan budaya; ada yang dikenal hadir dalam momen-momen penting sejarah.{{sfnm|Andaya|1992|1pp=48–49|Watson Andaya|2011|2pp=26–28}} ''[[Hmannan Yazawin|Kronik Istana Kaca]]'' dari Burma mencatat sebuah kisah tentang [[Perang Burma-Siam (1765–1767)|Perang Burma-Siam]] (1765–1767) yang mengilustrasikan sifat-sifat supranatural sebuah meriam. Setelah upaya menghalau serangan-serangan Burma di [[Kerajaan Ayutthaya|ibu kota Siam]] mengalami kegagalan, Raja Siam memerintahkan agar "roh penjaga" kota tersebut, sebuah meriam besar bernama ''Dwarawadi'', digunakan untuk menghambat pergerakan musuh. Sebuah upacara diadakan untuk memasang dan menembakkan meriam tersebut ke arah musuh, namun mesiunya gagal meledak. Khawatir karena telah diabaikan sang roh penjaga, para petinggi kerajaan memohon agar sang raja menyerah saja.{{sfnm|Phraison Salarak|1914–1915|1pp=47–48}}{{efn|Meriam lain dari [[Kerajaan Ayutthaya|periode Ayuthaya]] Thailand adalah ''Phra Phirun'', yang tercatat dalam ''Kronik Kerajaan Ayuthaya''. Ceritanya mengisahkan soal bagaimana Raja [[Narai]] berusaha untuk mendemonstrasikan pengerahan luang dari teman dekat dan orang kepercayaannya, [[Constantine Phaulkon|Constance Phaulkon]]. Raja memerintahkan para abdinya untuk memastikan berat meriam agar sesuai dengan yang mereka inginkan. Anggota bangsawan tersebut membicarakan permintaan raja dan membuat sebuah set dari skala berat. Niatan tersebut berakhir dengan kegagalan Phaulkon menyelesaikan masalah tersebut dengan menawarkan meriam tersebut dan menandai tanda air pada sisi perahunya. Ia kemudian mengganti meriam tersebut dengan batu dan bata sampai tawaran jatuh pada tingkat yang sama. Berdasarkan berat batu dan bata, ia dapat menhitung berat meriam tersebut. Kurang dari seabad kemudian, ''Phra Phirun'' hancur saat perang Burma-Siam.{{sfnm|Sewell|1922|1pp=22–23}}}}
 
Di [[Jakarta]], [[Meriam Si Jagur]], sebuah meriam Portugis yang dipamerkan di sebelah [[Museum Fatahillah]], dijadikan simbol kesuburan.{{sfnm|Samodro|2011|1pp=193–199|Gibson-Hill|1953|2p=161|}} Penulis [[Aldous Huxley]] pada tahun 1926 menyebut meriam tersebut sebagai "Dewa Bersujud" yang dibelai, diduduki dan dimintai doa oleh wanita yang ingin memiliki anak.{{sfnm|Huxley|1926|1pp=205–207}} Ada pula meriam ''[[Phaya Tani]]'' yang berada di dekat halaman gedung [[Kementerian Pertahanan (Thailand)|Kementerian Pertahanan Thailand]] di [[Bangkok]]. Meriam ini direbut dari [[Kerajaan Pattani|Kesultanan Pattani]] pada 1785,{{sfnm|Watson Andaya|2013|1pp=41–45|Sewell|1922|2pp=15–17}} dan merupakan sebuah simbol identitas budaya di Pattani. Rasa kehilangan akibat dirampasnya meriam ini masih terasa di Pattani sampai sekarang: saat Bangkok menolak untuk mengembalikan meriam tersebut dan malah mengirim sebuah replika pada tahun 2013, para pengebom yang diduga pemberontak menghancurkan replika tersebut sembilan hari kemudian.{{sfnm|Watson Andaya|2013|1pp=41–45|Replica Cannon Bombed Nine Days After its Installation (''Isranews Agency'')|2013|}}
Baris 24:
 
=== Kesultanan Aceh ===
Salah satu pesaing utama Johor pada masa itu adalah [[Kesultanan Aceh]], sebuah pusat perdagangan kosmopolitan dan pusat pembelajaran agama dan ideologi. Kebangkitan Aceh dimulai pada awal 1500an. Selama beberapa dasarwarsa selanjutnya, kesultanan tersebut meluaskan wilayahnya di [[Sumatra]] dan sempat meminta bantuan militer dari [[Suleiman I]] dalam rangka menyingkirkan Portugis dari Malaka.{{sfnm|Reid|2006|1pp=39–41, 47–48, 56–57, 59–60}} Pada 1613, Aceh melancarkan serangan ke Johor, menghancurkan ibu kotanya dan menawan sang sultan, keluarganya, beserta pengikut dekatnya. Aceh merebut ''Seri Rambai'' saat serangan tersebut dan membawanya pulang: di laras meriam tersebut kini terdapat catatan beraksara [[Abjad Jawi|Jawi]] yang menyebutkan peristiwa tersebut dan para panglima Aceh yang terlibat.{{sfnm|Douglas|1948|1pp=17–18}}{{efn|Inskripsi Jawi tersebut diterjemahkan menjadi "Pembuangan Sultan. Ditangkap oleh kami, Sri Perkasa Alam Johan Berdaulat, pada masa saat mereka memerintahkan Orang Kaya Seri Maharaja dengan para kaptennya dan Orang Kaya Laksamana dan Orang Kaya Raja Lela Wangsa untuk menyerang Johor, pada tahun 1023 A.H.".{{sfnm|Douglas|1948|1pp=17–18}} Seperti yang [[Anthony Reid (akademisi)|Profesor Anthony Reid]] sebutkan dalam ''Verandah of Violence: The Background to the Aceh Problem'', Sri Perkasa Alam adalah nama resmi dari [[Sultan Iskandar Muda|Iskandar Muda]], Sultan Aceh.{{sfnm|Reid|2006|1p=55}}}}
 
=== Insiden Selangor ===