Raja Sitempang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 68:
 
=== Turi turian Raja Sitempang ===
Raja Sitempang <ref> Buku: '''Raja Sitempang''' Oleh: Kosmen Sitanggang SPd, Medan, 28 April 2007.</ref>adalah salah satu anak RajaTuan NaiSorba Dijulu atau Raja AmbatonNaiambaton atau Ompu Sindar Mataniari. Si Tempang berasal dari kata ''tempang'' yang artinya timpang atau pincang. Awalan Si berarti menyatakan sifat menjadi gelar tulut yang arti nama itu Si Pincang. Mengapa nama itu demikian sebab dia memang lahir cacat kakinya hanya satu dempet tetapi jarinya 7 (tujuh). Inilah Silsilahnya: Raja Odap-odap kawin dengan Si Boru Parujar anaknya adalah Raja Ihat Manisia. Raja Ihat Manisia kawin dengan Si Boru Ihat Manisia anaknya adalah Si Raja Batak. Si Raja Batak mempunyai 2 anak yaitu Guru Tatea Bulan dan Raja Isumbaon. Raja Isumbaon kawin dengan Si Boru Biding Laut I anaknya bernama Tuan Sorimangaraja. Tuan Sorimangaraja mempunyai 3 orang anak yaitu Tuan Sorba Dijulu (Naiambaton), Tuan Sorbadijae (Nairasaon) dan Tuan Sorba dibanua (Naisuanon). Tuan Sorba di Julu kawin dengan Si Boru Biding Laut ke II anaknya adalah Ompu Sindar Mataniari Raja Nai Ambaton mempunyai 2 isteri. Istri I adalah Si Boru Biding Laut III, dari istri I ini mereka mempunyai 1 orang anak perempuan dan 2 orang anak laki-laki. Yang perempuan bernama Si Boru Pinta Haumason. Yang laki-laki pertama bergelar Guru So Dundangon (kembar dengan Si Boru Pinta Haumason).
 
Menurut legenda Guru So Dundangon terlahir dengan kesaktian, sehingga wujudnya tidak serupa dengan manusia biasa, ia berwujud seperti Ular Naga yang besar saat siang, dan malam berubah menjadi lelaki dengan wajah yang teramat tampan. Legenda tentang Guru So Dungdangon tak hanya tersohor di Pangururan tetapi sampai ke desa-desa tempat marga-marga lain, dan Guru So Dundangon dikenal sebagai ‘manusia setengah dewa’ dan disembah oleh sebagian orang. Selanjutnya dalam suatu kisah lain Guru So Dundangon karena kesaktiannya harus pergi meninggalkan keluarganya terutama saudara kembarnya Si Boru Pinta Haumason ke negeri yang jauh untuk mengamalkan kesaktiannya itu, tak diketahui dimana ia tinggal dan siapa keturunannya. Lalu putra kedua dari istri Si Boru Biding Laut III adalah Raja Sitempang. Kelak dialah yang meneruskan kerajaan Isumbaon di Pangururan Samosir, dan keturunannya bergelar Raja Pangururan. Istri II Raja Nai Ambaton adalah Si Boru Anting-anting. Si Boru Anting -anting mempunyai 1 orang anak laki-laki yaitu Raja Nabolon. Tidak diketahui siapa yang lebih dulu lahir apakah Raja Sitempang atau Raja Nabolon, tetapi Raja Sitempang adalah putra dari istri yang pertama. Pada jaman itu lahirlah Sitempang. Dia lahir cacat, kedua kakinya gempet menjadi seperti hanya satu kaki dengan 7 jari. Selain cacat, Sitempang juga berperangai agak nakal dan susah diatur. Kehadirannya tidak sesuai dengan harapan ayahnya Raja Nai Ambaton maupun keluarga kerajaan. Selain karena mitos adanya penyingkiran anak lahir yang dianggap pembawa sial pada masa itu, Kerajaan Isumbaon sedang mendapat serangan dari Kerajaan Guru Tatea Bulan, juga serangan dari Kerajaan Nagur Simalungun serta dari Kerajaan Jau atau Kerajaan Aceh, maka Raja Nai Ambaton sebagai penerus kepemimpinan Kerajaan Isumbaon merasa waswas, jangan sampai kehadiran Raja Sitempang di tengah-Tengah Kerajaannya membawa mala petaka dan menjadi simbol kelemahan dari kerajaan. Dengan alasan itu maka Raja Nai Ambaton diminta oleh para penasehat dan penatua-penatua kerajaan untuk membuang Sitempang. Hal itu dituruti oleh Raja Nai Ambaton meski dengan berat hati dan rasa sedih.
 
Di dekat tala-tala, di sekitar Pusuk Buhit, di situlah Sitempang yang berusia masih sekitar 10 tahun berjuang mempertahankan hidupnya sendiri. Dia hidup sendirian di sana tanpa teman dan tanpa bekal untuk hidup. Maka untuk menyelamatkan hidupnya Sitempang mancari nafkah dengan mencari ikan di tala-tala itu setiap hari. Ia pun tumbuh besar dan menjadi dewasa. Kira-kira 15 tahun kemudian Si Boru Pinta HaumasonHaomason (Kakak kandung Sitempang) juga membuang putrinya dari pernikahan dengan Raja Silahisabungan ke tala-tala Buhit yang bernama Si Boru Marihan, juga karena alasan yang sama, dimana pada masa itu anak yang lahir cacat di Keluarga Kerajaan dianggap sebagai pembawa malapetaka. Si Boru Marihan tubuhnya separuh berbentuk manusia dan separuh berbentuk ikan. Bagian kakinya bersisik seperti ikan dan tidak mempunyai telapak kaki untuk berjalan melainkan mirip seperti ikan. Sekitar 12 tahun kemudian Si Boru Marihan sudah bertambah dewasa, meskipun cacat tetapi paras wajahnya sangatlah cantik. Dia semakin merasakan betapa sedihnya hidup kesepian sendiri di tala-tala Pusuk Buhit. Dia sering menangis meratapi nasibnya . Mengapa dia harus hidup demikian . Hidup yang penuh tekateki itu belum terjawab .
 
Pada suatu malam Sitempang bermimpi didatangi seorang ibu. Ibu itu berpesan kepadanya agar dia membuat perangkap ikan yang sangat besar dan akan dia pasang di tala-tala pusuk buhit itu agar mendapat ikan besar. Dia menuruti perintah sang ibu yang hadir dalam mimpi itu. Setelah dia buat perangkap itu dia duduk termenung, ikan apa gerangan yang masuk ke perangkap sebesar itu? Maka dia sempat berniat merombak bubu atau perangkap itu agar tidak sia-sia karena dirasa terlalu besar. Tetapi karena sudah lelah dan dia tidak sempat merombak bubu itu dan dengan rasa lelah dia pun tertidur. Dalam tidurnya dia bermimpi didatangi perempuan itu lagi dan berkata agar perangkap ikan itu tidak dirombak serta segera dipasang di tala-tala Buhit karena ikan yang akan didapatnya nanti sangatlah besar dan bisa dinikmati seumur hidupnya. Dia pun mematuhi perintah sang ibu dalam mimpinya itu . Setelah memasang perangkap itu, dia pun pulang ke rumah. Karena sudah lelah, sesudah makan malam, dia langsung tertidur lelap. Dalam tidurnya ia bermimpi lagi, bahwa dia akan sembuh dari cacatnya dan akan menjadi manusia sempurna tidak cacat lagi. Dia disembuhkan oleh Mulajadi (Sang Maha Pencipta) menjadi lelaki normal, lelaki sejati asalkan ia mau menari/menerser di samo-samo (semak-semak) di atas bukit untuk mengungkapkan pujian bagi Mulajadi. Keesokan harinya, pagi-pagi sekali ia terbangun dan segera bergerak ke atas bukit dan menari sambil menyembah kepada Mulajadi Na Bolon. Setelah menari dengan penuh syukur, gerakan Sitempang semakin cepat bahkan seperti sedang berputar-putar bersama angin, hingga akhirnya ia terebah dan jatuh di tanah. Tak sadar ternyata ia sudah pingsan selama beberapa hari setelah melakukan tari (tor-tor) somba tu Mulajadi. Saat terbangun dan sadar, ia mencoba meraba kakinya yang dempet itu. Dia terkejut dan bertanya dalam dirinya apakah itu mimpi atau kenyataan . Dia bangkit melihat dan memegang kedua kakinya . Ternyata mimpi itu telah menjadi kenyataan, ia sembuh dan normal, tidak cacat lagi. Dia bersyukur kepada Mulajadi dan berjanji akan setia kepada-Nya .
 
Kembali dari atas bukit ia melihat perangkap buatannya itu. Dengan tubuh baru dan sehat ia begitu gembira serta penasaran, apa gerangan yang akan terperangkap oleh bubu ikan besar itu? Ternyata benar dia mendapat ikan yang sangat besar yang besarnya sebesar manusia. Dia terkejut melihat ikan itu dan ingin meninggalkan ikan itu karena rasa takut. Dia bahkan menyangka bahwa ikan itu adalah hantu atau siluman. Namun akhirnya dia teringat akan mimpinya dimana seorang ibu yang menyuruhnya membuat perangkap itu berkata bahwa ia akan mendapat ikan yang besar yang bisa dinikmati seumur hidupnya. Maka dia mengangkat perangkap yang sangat besar itu. Setelah perangkap yang berisi ikan besar itu diangkat keluar dari air, ikan itu berbicara kepadanya,” Janga bawa aku ke rumahmu.” Betapa terkejut dan takutnya Sitempang melihat ikan yang bisa berbicara itu. Tapi ikan itu berkata lagi “Antarlah aku ke gubuk diatas sana. Barulah setelah 7 hari kamu boleh datang lagi melihat aku.“ Di dekat Tala-tala itu kearah puncak ada sebuah gubuk kecil kira-kira 2 kilometer jauhnya dari Tala-tala itu. Akhirnya Sitempang mengantar perangkap berisi ikan besar itu ke gubuk tua yang diperintahkannya. Setelah itu dia pulang ke rumahnya dengan seribu pertanyaan. Siapakah ikan yang dapat berbicara itu? Dia tidak dapat menjawabnya sampai setiap malam ia terus berpikir dan sulit untuk tidur. Tujuh hari setelah peritiwa itu, pagi-pagi benar, dia berangkat ke gubuk tua itu. Dia sampai ditempat itu masih agak gelap. Setelah dia sampai ditempat itu , dia terkejut karena melihat seorang gadis yang sangat cantik. Dia merasa takut dan ingin meninggalkan wanita itu. Ketika dia merasa ragu, gadis itu berkata , “ Jangan kamu ragu, sebab akulah ikan yang engkau dapatkan di perangkapmu itu. Sudah beginilah jalan hidupku, karena jika ada seorang lelaki yang menangkapku, maka aku akan kembali menjadi manusia biasa. Bawa lah aku ke rumahmu.” Dengan hati berdebar-debar Sitempang melanjutkan perkenalan. Dia bertanya kepada gadis cantik itu, “ Siapakah engkau, dan kenapa engkau bersedia kubawa kerumahku? Apakah engkau bersedia menemani aku yang sendirian ini ?“ Gadis itu menjawab,” Namaku Si Boru Marihan. Ya, … aku mau menemani engkau dan mau menjadi istrimu.” Ternyata pernyataan sang Ibu dalam mimpi Sitempang bahwa ikan itu dapat dinikmati seumur hidupnya adalah dijadikan sebagai istrinya.
Baris 83:
 
Dia adalah salah satu perwaris kerajaan Raja Nai Ambatan bersama dengan saudaranya Raja Nabolon yang saat itu sudah sempat dipandang oleh masyarakat sebagai pewaris tahta kerajaan. Raja Nai Ambaton bertekat bahwa mereka harus tetap satu. Raja Nai Ambaton sebagai Raja yang bijaksana . Dia tidak ngin kedua anak laki-lakinya yang tersisa itu berselisih paham tentang kerajaan dan harta. Kerajaan yang selalu mendapat serangan dari raja- raja yang lain untuk merebut keajaan itu harus tetap satu dalam kekuatan dan satu dalam perjuangan. Maka Raja Nai Ambaton membagi kerajaan itu menjadi dua kerajaan yaitu, Kerajaan raja Sitempang dan Kerajaan Raja Nabolon. Raja Nai Ambaton membuat ikatan janji mereka aga tetap satu yang disebut dengan Padan. Padan itu berbunyi “ {{cquote|'''D'''i hamu anakhu nadua, Raja Sitempang dohot Raja Nabolon nasada harajaon sian pomparan ni Raja Isumbaon, tonahononhu ma tu hamu rodi tu pinomar mu dohot tupinompar ni pinompar mu . Ingkon sisada anak , sisada boru , sisada lulu dianak, sisada lulu di boru. Pinompar Raja Nai Ambata tung naso jadi masiolian . Manang ise namanompas padan , manjakit tu hau sitabaon, marlange tu aek sinongnongon}}
Mereka berdua menerima janji itu . Akhirnya Raja Sitempang dan Si Boru Marihan dikaruniai Mulajadi Nabolon seorang putra. Nama Anak itu adalah Si Hatorusan. Anak itu berkembang tetapi mempunyai sikap yang aneh . Dia Selalu mandi berlama-lama setiap hari. Dia kembali kerumah hanya untuk makan dan minum . Bagaikan ikan dia suka sekali berenang dan hidup di air. Sikap itu sangat bertentangan kepada Raja Sitempang. Dia berharap kelak anak itu menjadi pewaris kerajaan dan harus menjadi anak yang bijaksana .Namun sikap itu tidak dapat berubah . Tubuhnya berkembang menjadi dewasa namun sikapnya masikmasih belum berubah berlama-lama tinggal di air. Pada suatu hari Raja Sitempang ingin melihat Gubuk Tua tala-tala . Dia ingin memuat tempat itu menjadi tempat bersejarah baginya . Dia memberitahukan niat itu kepada Si Boru Marihan . Dan Si Boru Marihan setuju untuuntuk membuat tempat itu menjadi tempat kenangan bagi mereka. Sebelum berangkat Dia berpesan agar Si Hatorusan menyusul dan membawa makanan mereka. Setelah Raja Sitempang pergi, Si Boru Marihan mempersiapkan segalanya untuk dibawa Si hatorusan . Dia menyediakan makan siang Raja Sitempang .untuk dibawa Si Hatorusan. Hari sudah sore, rajaRaja SitempengSitempang telah capek, dan penat membersihkan gubuk tua itu. Rasa Lapar dan haus tersaterasa menyayat perut dan tenggorokannya . Si Hatorusan terlambat datang karena bersenang-senang di pemandian menikmati sejuknya air dan lupa tugas yang diberikan ibunya kepadanya. Setelah sore hari setelah lewat waktu makan siang, si Hatorusan muncul dihadapan ayahnya membawa makanan itu. Dengan merasa kesal dan emosi Raja Sitempang membuang makanan itu, memarahi anaknya denga amarah besar. Raja Si Tempang tidak mengendalikan emosinya, lalu terucaplah perkataannya mengatakan , “Betul-betullah engkau ini anak ikan yang hanya suka hidup di air!“ Perkatan itu sudah lepas dari mulut dan tidak dapat dicabut kembali . Lalu sedihlah Si Hatorusan dan pergi pulang menemui ibunya. Setibanya di rumah anaknya itu menangis dengan sangat sedih . Ibunya bertanya apa yang terjadi . Kemudian Si Hatorusan bertanya kepada ibunya katanya , “ Mak, apa benar aku anak ikan? “. Ibunya tidak berkata panjang lebar. Dia langsung menyuruh anaknya untuk pergi jauh sambil menangis dan menerangkan bahwa nanti akan datang badai, gempa bumi dan angin puting beliung sebab ayahnya telah ingkar janji. Hatorusan pergi jauh mengitari bukit, ia meninggalkan ayah dan ibunya dengan sedih. Mereka yang saling mencintai harus berpisah.
 
Hatorusan menyesali sikapnya , namun tidak ada lagi artinya. Hatorusan pergi dari daerah Samosir, terus berjalan dan akhirnya tinggal jauh dari tanah Batak, diperkirakan ia pergi hingga ke daerah kekuasaan Kerajaan Aceh. Raja Sitempang putus asa sebab dia lupa akan janjinya kepada lstrinya Si Boru Marihan. Karena emosi yang tidak terkontrol sirnalah sudah segalanya . Kehilangan kerajaan , Istri tercinttercinta , anak yang disayang dan segala yang ada. Dia hendak bunuh diri , namun ibunya Boru Biding Laut mohon restu kepada Mulajadi Nabolon untuk meyelamatkan anaknya. Mulajadi memberikan kuasa kepada Biding Laut dengan kesaktiannya untuk menyelamatkan anaknya Raja Sitempang. Mulajadi ingin agar manusia sadar bahwa kesetiaan akan cinta adalah kunci untuk mewujutkan tujuan hidup, Mulajadi juga ingin manusia sadar betepa betepabetapa celakanya manusia itu bila tidatidak setia akan janja cinta . Dengan restu Mulajadi Na Bolon si Boru Biding Laut menerbangkan Raja Sitempang dardari Tala-tala Buhit ke daerah Tele ke atas sebuah gunung sehingga tidak terkena bencana itu .Tak lama sesudah mereka menyingkir, datanglah kabut gelap, hujan asam turun, angin puting beliung datang, badai mengamuk, tubuh Si Boru Marihan kembali ke air, daerah itu porak poranda. Dan sesudahnya hari berganti menjadi kering tanpa hujan, terjadilah musim paceklik, tanah menjadi gersang. Kira-kira 7 tahun lamanya masyarakat sekitar Samosir mengalami kekeringan, kesulitan makanan. Semua orang bertanya, siapakah yang membuat Mulajadi murka hingga Mulajadi menurunkan bencana itu. Siapakah yang ingkar janji akan hukum Mulajadi dan ingkar aka janji setianya?
 
Maka berkumpullah semua keluarga kerajaan. Raja Nai Ambaton memanggil kembali Raja Sitempang dan Raja Nabolon. Mereka mengadakan sebuah upacara untuk memohon belas kasih dari Mulajadi Nabolon. Dan kembali lagi Raja Nai Ambaton mengingatkan Tona yang telah diberikan, serta mengingatkan kedua putranya bahwa ingkar janji adalah suatu dosa yang sangat dibenci oleh Tuhan Sang Maha Pencipta, Mulajadi Nabolon. Namun Mulajadi tidak ngin manusia itu tetap dalam penderitaannya. Mulajadi memberikan kehidupan baru bagi manusia itu. Akhirnya Dia pun kembali memberikan kesuburan tanah didaerah itu menjadi tempat yang nyaman bagi manusia, tempat pemeliharaan ternak dan usaha lain. Tetapi hendaklah ini menjadi peringatan, bahwa barangsiapa tidak menepati janji, dan melawan Tona yang telah dicetuskan oleh nenek moyang akan mengalami kesusahan berkepanjangan. Hari berganti hari Mulajadi memelihara manusia itu.
Baris 91:
Dan Raja Sitempang di usianya yang tidak lagi muda, dipertemukan oleh Mulajadi Nabolon dengan jodoh terakhirnya Si Boru Porti Mataniari, putri Si Raja Oloan yang usianya terpaut jauh. Usia Raja Sitempang saat dibuang ke pusuk buhit sekitar 10 tahun. Lalu 15 tahun kemudian Si Boru Marihan dibuang juga ke tala-tala sekitar pusuk buhit. Si Boru Marihan tumbuh dewasa, lalu 12 tahun kemudian Raja Sitempang memperistri si Boru Marihan, kira-kira usia Raja Sitempang saat itu adalah 37 tahun, setelah itu mereka hidup bersama hingga anaknya tumbuh remaja, setelah itu mereka terpisah dan Raja Sitempang hidup sendiri. Maka waktu Raja Sitempang memperistri Si Boru Porti Mataniari usianya kira-kira sudah 51 tahun. Mereka membangun kerajaan baru meneruskan kerajaan kakeknya Raja Isumbaon dan ayahnya Raja Nai Ambaton. Raja Sitempang dan Boru Porti Mataniari mempunyai 1 orang anak yang bernama Raja Na Tanggang.
 
Nama Na Tanggang diberikan berdasarkan sejarah ayahnya Raja Sitempang yang akhirnya sembuh dari cacat, dimana kakinya Tanggang atau Ganggang yang berarti lepas atau sembuh. Raja Na Tanggang inilah yang kemudian membesarkan kerajaan ayahnya hingga diberi gelar Raja Pangururan. Raja Sitempang melalui hidupnya dengan berbagai rintangan, ia lahir cacat, namun karena Mulajadi adalah penolong, dia dapat sembuh dah hidup normal. Lalu pelanggarannya yang tidak setia pada janjjanji membuatnya terpisah dengan anak istrinya, dan kerajaan mereka menderita kemarau panjang. Tapi Mulajadi Nabolon yang adalah Maha Pengampun memberikan pengampunan dan Mulajadi Nabolon berkarayaberkarya menyelamatkan dan menolong mereka, maka akhirnya raja Sitempang dapat memulihkan kerajaannya. Bahkan ia dipertemukan dengan jodoh terakhirnya hingga mempunyai anak lagi yaitu Raja Na Tanggang yang kemudian menjadi pewaris kerajaannya. Usia Raja Na Tanggang terpaut jauh dari usia saudara sepupunya, putra-putra Raja Nabolon yaitu Simbolon Tua, Tamba Tua, Saragi Tua dan Munte Tua yang semuanya sudah berumur jauh di atas Raja Na Tanggang karena ayahnya sudah masuk usia tua saat Raja Na Tanggang lahir. Bahkan usia Raja Na Tanggang diperkirakan hampir sama dengan Tuan Suri Raja anak dari Simbolon Tua yang dalam hal ini adalah keponakannya, dan mereka berdua tumbuh bersama.
 
Inilah sebabnya banyak versi mengatakan bahwa Raja Na Tanggang satu generasi di bawah Simbolon Tua, Tamba Tua, Saragi Tua dan Munte Tua. Setelah Raja Sitempang wafat maka anaknya Raja Na Tanggang yang kemudian bergelar Raja Pangururan melanjutkan kerajaannya sampai pada puncak kejayaannya. Raja Pangururan dan Tuan Suri Raja putra dari Simbolon Tua kawin dengan kakak beradik putri dari Raja Nai Baho cucu Si Raja Oloan. Raja Pengururan dan Tuan Suri Raja sebagai putra sulung dari Raja Simbolon Tua disebut marpariban. Tetapi mereka adalah sama-sama keturunan dari Raja Nai Ambaton meskipun berbeda generasi (<u>Raja Na Tanggang adalah satu generasi dengan Simbolon Tua ayah dari Tuan Suri Raja</u>), namun karena sudah menikahi putri Raja Naibaho maka mereka menjadi marhahamaranggi. Maka makin erat dan menyatulah keturunan Raja Sitempang dengan Raja Nabolon, demikian pula Raja Na Tanggang dan Raja Simbolon Tua dalam hal ini diwakili oleh putra sulungnya Tuan Suri Raja.