Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 16:
Kelahiran ICMI berawal dari diskusi kecil di bulan Februari 1990 di masjid kampus Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang. Sekelompok mahasiswa merasa prihatin dengan kondisi umat Islam, terutama kadena berserakannya keadaan cendekiawan muslim, sehingga menimbulkan polarisasi kepemimpinan di kalangan umat Islam. Masing-masing kelompok sibuk dengan kelompoknya sendiri, serta berjuang secara parsial sesuai dengan aliran dan profesi masing-masing.
 
Dari forum itu kemudian muncul gagasan untuk mengadakan simposium dengan tema Sumbangan Cendekiawan Muslim Menuju Era Tinggal Landas yang direncanakan akan dilaksanakan pada tanggal 29 September - 1 Oktober 1990. Mahasiswa Unibraw yang terdiri dari [[Erik Salman]], [[Ali Mundakir]], [[M. Zaenuri]], [[Awang Surya]] dan [[Lalu M. Iqbal Songgel]] berkeliling menemui para pembicara, di antaranya [[Muhammad Imaduddin Abdulrahim]] dan [[M. Dawam Rahardjo]].
 
Dari hasil pertemuan tersebut, pemikiran mereka terus berkembang sampai muncul ide untuk membentuk wadah cendekiawan muslim yang berlingkup nasional. Kemudian para mahasiswa tersebut dengan diantar Imaduddin Abdurrahim, M. Dawam Rahardjo dan Syafi'i Anwar menghadap Menristek Prof. [[Bacharuddin Jusuf Habibie]] dan meminta beliau untuk memimpin wadah cendekiawan muslim dalam lingkup nasional. Waktu itu B.J. Habibie menjawab, sebagai pribadi dia bersedia tetapi sebagai menteri harus meminta izin dari Presiden Soeharto. Dia juga meminta agar pencalonannya dinyatakan secara resmi melalui surat dan diperkuat dengan dukungan secara tertulis dari kalangan cendekiawan muslim. Sebanyak 49 orang cendekiawan muslim menyetujui pencalonan B.J. Habibie untuk memimpin wadah cendekiawan muslim tersebut.