Krisis finansial Asia 1997: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Add 1 book for Wikipedia:Pemastian (20210209)) #IABot (v2.0.8) (GreenC bot
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 8 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.8
Baris 3:
'''Krisis keuangan Asia''' adalah periode [[krisis keuangan]] yang menerpa hampir seluruh Asia Timur pada Juli 1997 dan menimbulkan kepanikan bahkan ekonomi dunia akan runtuh akibat [[penularan keuangan]].
 
Krisis ini bermula di [[Thailand]] (dikenal dengan nama ''krisis tom yum kung'' di Thailand; [[bahasa Thai|Thai]]: วิกฤตต้มยำกุ้ง) seiring jatuhnya nilai mata uang [[baht]] setelah pemerintah Thailand terpaksa [[mata uang mengambang|mengambangkan]] baht karena sedikitnya [[daftar mata uang beredar|valuta asing]] yang dapat mempertahankan [[nilai tukar tetap|jangkarnya]] ke [[dolar Amerika Serikat]]. Waktu itu, Thailand menanggung beban [[utang luar negeri]] yang besar sampai-sampai negara ini dapat dinyatakan [[kebangkrutan|bangkrut]] sebelum nilai mata uangnya jatuh.<ref>{{Cite web|url = http://www.euromoney.com/Article/1005746/When-the-world-started-to-melt.html|title = Asian Financial Crisis: When the World Started to Melt|date = |accessdate = 16 November 2015|website = EuroMoney|publisher = |subscription = yes}}</ref> Saat krisis ini menyebar, nilai mata uang di sebagian besar Asia Tenggara dan Jepang ikut turun,<ref>{{Cite journal|url = http://www.ide.go.jp/English/Publish/Periodicals/De/pdf/98_03_05.pdf|title = The Asian Economic Crisis and Japan|last = Yamazawa|first = Ippei|date = September 1998|journal = The Developing Economies|doi = |pmid = |access-date = 16 November 2015|pages = 332–351|volume = 36|issue = 3|archive-date = 2015-09-24|archive-url = https://web.archive.org/web/20150924032900/http://www.ide.go.jp/English/Publish/Periodicals/De/pdf/98_03_05.pdf|dead-url = yes}}</ref> bursa saham dan nilai aset lainnya jatuh, dan [[utang swasta]]nya naik drastis.<ref>Kaufman: pp. 195–6</ref>
 
[[Indonesia]], [[Korea Selatan]], dan [[Thailand]] adalah negara-negara yang terkena dampak krisis terparah. [[Hong Kong]], [[Laos]], [[Malaysia]], dan [[Filipina]] juga terdampak oleh turunnya nilai mata uang. [[Brunei]], [[Cina]], [[Singapura]], [[Taiwan]], dan [[Vietnam]] tidak kentara dampaknya, namun sama-sama merasakan turunnya permintaan dan kepercayaan investor di seluruh Asia.
Baris 9:
Rasio utang luar negeri terhadap [[Produk domestik bruto|PDB]] naik dari 100% menjadi 167% di empat negara besar [[ASEAN]] pada tahun 1993–96, lalu melonjak hingga 180% pada masa-masa terparah dalam krisis ini. Di Korea Selatan, rasionya naik dari 13% menjadi 21%, lalu memuncak di angka 40%. [[Negara industri baru]] lainnya masih lebih baik. Kenaikan rasio pembayaran utang ekspor hanya dialami oleh Thailand dan Korea Selatan.<ref>{{Cite journal|url = http://www.adb.org/publications/key-indicators-developing-asian-and-pacific-countries-2003|title = Key Indicators of Developing Asian and Pacific Countries 2003|date = August 2003|journal = Asian Development Bank|doi = |pmid = |access-date = 16 November 2015}}</ref>
 
Meski sebagian besar negara di Asia memiliki [[kebijakan fiskal]] yang bagus, [[Dana Moneter Internasional]] (IMF) turun tangan melalui program senilai US$40 miliar untuk menstabilkan mata uang Korea Selatan, Thailand, dan Indonesia, negara-negara yang terdampak parah dalam krisis ini. Upaya menghambat krisis ekonomi global gagal menstabilkan situasi dalam negeri di Indonesia. Setelah 30 tahun berkuasa, [[Presiden Indonesia|Presiden]] [[Soeharto]] [[Jatuhnya Soeharto|terpaksa mundur]] pada tanggal 21 Mei 1998 di bawah tekanan massa yang memprotes kenaikan harga secara tajam akibat devaluasi [[rupiah]]. Dampak krisis masih terasa hingga 1998. Tahun 1998, pertumbuhan Filipina anjlok hingga nol persen. Hanya Singapura dan Taiwan yang agak terhindar dari krisis ini, tetapi keduanya sempat mengalami tekanan besar; Singapura ikut tertekan karena ukuran dan letak geografisnya antara Malaysia dan Indonesia. Tahun 1999, sejumlah analis mengamati bahwa [[ekonomi Asia|ekonomi di Asia]] mulai pulih.<ref>Pempel: pp 118–143</ref> Setelah krisis tahun 1997, ekonomi di Asia mulai stabil di bawah pengawasan keuangan.<ref>{{Cite web |url=http://www.adbi.org/files/2012.08.28.wp377.central.banking.financial.stability.asia.pdf |title=Salinan arsip |access-date=2012-10-18 |archive-date=2012-10-18 |archive-url=https://web.archive.org/web/20121018154416/http://www.adbi.org/files/2012.08.28.wp377.central.banking.financial.stability.asia.pdf |dead-url=no }}</ref>
 
Sebelum tahun 1999, Asia menarik hampir separuh arus [[modal]] ke [[negara berkembang]]. Negara-negara Asia Tenggara mempertahankan nilai tukar tinggi demi menarik investor asing yang mencari [[tingkat pengembalian saham]] tinggi. Hasilnya, Asia Tenggara menerima arus uang yang besar dan mengalami lonjakan harga aset. Pada saat yang sama, Thailand, Malaysia, Indonesia, Singapura, dan Korea Selatan mengalami tingkat pertumbuhan tinggi, PDB 8–12%, pada akhir 1980-an dan awal 1993. Prestasi ini diakui oleh lembaga keuangan internasional seperti IMF dan [[Bank Dunia]] dan dijuluki sebagai "[[Empat Macan Asia|keajaiban ekonomi Asia]]".
Baris 23:
Keputusan ini menjadikan Amerika Serikat negara yang lebih menarik bagi investor dibandingkan Asia Tenggara. Asia Tenggara menerima arus dana panas berkat suku bunga jangka pendek yang tinggi dan tingginya nilai dolar Amerika Serikat. Bagi negara-negara Asia Tenggara yang mata uangnya dijangkarkan ke dolar AS, nilai dolar AS yang lebih tinggi membuat harga barang ekspornya lebih mahal dan kurang bersaing di pasar global. Pada saat yang bersamaan, pertumbuhan ekspor Asia Tenggara melambat drastis pada musim semi 1996 sehingga memperburuk posisi neraca berjalannya.
 
Sejumlah ekonom menyebut pertumbuhan ekspor Cina sebagai salah satu penyebab melambatnya pertumbuhan ekspor negara-negara ASEAN. Namun demikian, para ekonom yang sama juga menyebut spekulasi properti berlebiihan sebagai penyebab utamanya.<ref>[https://www.newschool.edu/scepa/publications/workingpapers/archive/cepa0318.pdf The Three Routes to Financial Crises: The Need for Capital Controls] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20151117144558/https://www.newschool.edu/scepa/publications/workingpapers/archive/cepa0318.pdf |date=2015-11-17 }}. Gabriel Palma (Cambridge University). Center for Economic Policy Analysis. November 2000.</ref> Cina mulai bersaing secara efektif dengan negara-negara pengekspor di Asia pada tahun 1990-an setelah diterapkannya beberapa reformasi berorientasi ekspor. Ekonom lainnya mempertanyakan dampak Cina dan mengatakan bahwa ASEAN dan Cina mengalami pertumbuhan ekspor yang pesat pada awal 1990-an.<ref>{{cite book |title=The Asia-Pacific Profile |author1=Bernard Eccleston |author2=Michael Dawson |author3=Deborah J. McNamara |year=1998 |publisher=Routledge (UK) |url=https://books.google.com/books?visbn=0415172799&id=l07ak-yd6DAC&pg=RA1-PA311&lpg=RA1-PA311&ots=XgqmmGV3CC&dq=%22Bangkok+Declaration%22+ASEAN&ie=ISO-8859-1&output=html&sig=u2ddDhzn-yVhEn5Fwu3d8iih0OA|isbn=0-415-17279-9 }}</ref>
 
Banyak ekonom yang meyakini bahwa krisis Asia tercipta bukan karena psikologi pasar atau teknologi, melainkan kebijakan yang mengubah insentif dalam hubungan antara peminjam dan pemberi pinjaman. Besarnya [[Kredit (keuangan)|pinjaman]] yang tersedia lewat kebijakan ini menciptakan ekonomi yang nilainya sangat [[dongkrak (keuangan)|terdongkrak]] (''leveraged''). Harga aset pun naik ke tingkat yang sangat rentan.<ref>[http://web.mit.edu/krugman/www/FIRESALE.htm FIRE-SALE FDI] by [[Paul Krugman]].</ref> Harga aset akhirnya jatuh dan membuat individu dan perusahaan [[gagal bayar|tidak mampu membayar]] obligasi utang.
Baris 34:
Ekonom seperti [[Joseph Stiglitz]] dan [[Jeffrey Sachs]] mengabaikan peran ekonomi riil dalam krisis ini dibandingkan dengan pasar keuangan. Laju cepat krisis ini membuat Sachs dan ekonom lainnya membandingkannya dengan fenomena [[penarikan massal]] (''bank run'') yang dipicu oleh goncangan risiko mendadak. Sachs menyalahkan kebijakan moneter ketat dan kebijakan kontraksi fiskal yang diterapkan oleh pemerintah atas saran IMF setelah krisis, sedangkan [[Frederic Mishkin]] menyalahkan [[informasi asimetris]] dalam pasar keuangan yang menciptakan "[[mental ikut-ikutan]]" di kalangan investor yang membesar-besarkan risiko kecil dalam ekonomi riil. Krisis ini menarik perhatian para [[ekonomi perilaku|ekonom perilaku]] yang sedang mempelajari [[psikologi pasar]].<ref>{{cite book|last=Goel|first=Suresh|title=Crisis management : master the skills to prevent disasters|year=2009|publisher=Global India Publications|location=New Delhi|isbn=9789380228082|page=101}}</ref>
 
Salah satu dugaan penyebab goncangan risiko yang mendadak adalah [[penyerahan kedaulatan Hong Kong|penyerahan kedaulatan Hong Kong tanggal 1 Juli 1997]]. Sepanjang 1990-an, dana panas masuk Asia Tenggara lewat [[penghubung keuangan]] seperti Hong Kong. Para investor abai dengan profil risiko negara tujuan investasinya. Setelah krisis menerpa kawasan tersebut, diperparah dengan ketidakpastian politik terkait masa depan Hong Kong sebagai pusat keuangan Asia, banyak investor yang memutuskan untuk keluar dari Asia. Menyusutnya investasi malah memperparah kondisi keuangan di Asia<ref>{{Cite news|url = http://spyonstocks.com/history-lesson-asian-financial-crisis/|title = History Lesson: Asian Financial Crisis|last = Ho|first = Sam|date = 19 September 2011|work = Spy on Stocks|access-date = 16 November 2015|via = |archive-date = 2015-11-17|archive-url = https://web.archive.org/web/20151117133309/http://spyonstocks.com/history-lesson-asian-financial-crisis/|dead-url = yes}}</ref> dan mendorong depresiasi [[baht Thailand]] pada tanggal 2 Juli 1997.<ref>Stiglitz: pp. 12–16</ref>
 
Ada beberapa studi kasus terkait topik ini, misalnya penerapan [[analisis jaringan sosial|analisis jaringan]] sistem keuangan yang menjelaskan [[kesalingterhubungan]] [[pasar keuangan]] dan pentingnya [[teori jaringan#kelayakan jaringan|kelayakan]] [[teori jaringan#percampuran berurut dan tak berurut|penghubung]] atau titik utama.<ref name=AFC-NA-15>[[Albert-Laszlo Barabasi]] {{cite web |title = explaining ''(at 26:02)'' Network Theory and Hubs in the BBC Documentary |work = BBC |url=http://topdocumentaryfilms.com/six-degrees-of-separation/|publisher= |page = |date=|accessdate=11 June 2012}} "Unfolding the science behind the idea of six degrees of separation"</ref><ref name=AFC-NA-11>{{cite web |title = Financial Crisis and Global Governance: A Network Analysis |work = |url=http://www.growthcommission.org/storage/cgdev/documents/gcwp067web.pdf|publisher= |page = |date=July 2009|accessdate=11 June 2012}} by Andrew Sheng, Adj. Prof., [[Tsinghua University]] and [[University of Malaya]]</ref><ref name=AFC-NA-12>{{cite web |title = Measuring Risk – A network analysis |work = |url=http://mfi.uchicago.edu/sysrisk/sysrisk_summary.pdf|publisher= |page = |date=15 December 2010|accessdate=11 June 2012|archive-date=2013-05-03|archive-url=https://web.archive.org/web/20130503082823/https://bfi.uchicago.edu/sysrisk/sysrisk_summary.pdf|dead-url=yes}} University of Chicago {{Dead link|date=November 2015}}</ref> [[Eksternalitas#Contoh|Eksternalitas negatif]] apapun di dalam penghubung menciptakan [[dampak riak|riak]] yang bergerak ke seluruh sistem keuangan dan ekonomi .<ref name=AFC-NA-16>[[Albert-Laszlo Barabasi]] {{cite web |title = explaining ''(at 32:01)'' significance of the Robustness of Hubs in the BBC Documentary |work = BBC |url=http://topdocumentaryfilms.com/six-degrees-of-separation/|publisher= |page = |date=|accessdate=11 June 2012}} "Unfolding the science behind the idea of six degrees of separation"</ref><ref name=AFC-NA-13>{{cite web |title = Financial Crisis and Global Governance: A Network Analysis |work = |url=http://docs.google.com/viewer?url=http%3A%2F%2Fwww.andrewsheng.com%2Fdocs%2F2009-08%2F090731Financial%2520Crisis%2520and%2520Global%2520Governance.doc|publisher= |page = |date= July 2009|accessdate=11 June 2012}} by Andrew Sheng, Adj. Prof., [[Tsinghua University]] and [[University of Malaya]]</ref><ref name=AFC-NA-14>{{cite web |title=Analyzing Systemic Risk with Financial Networks During a Financial Crash |work= |url=http://www.institutlouisbachelier.org/risk2011/papers/Session_3_Taylan_Eren_Yenilmez_slides.pdf |publisher= |page= |date=10 March 2011 |accessdate=8 December 2015 |deadurl=yes |archiveurl=https://web.archive.org/web/20121120075648/http://www.institutlouisbachelier.org/risk2011/papers/Session_3_Taylan_Eren_Yenilmez_slides.pdf |archivedate=20 November 2012-11-20 }}</ref>
 
Menteri luar negeri dari 10 negara ASEAN yakin bahwa manipulasi mata uang direncankaan dengan sengaja untuk menggoyahkan ekonomi ASEAN. Mantan Perdana Menteri Malaysia, [[Mahathir Mohamad]], menuduh [[George Soros]] mengacaukan ekonomi Malaysia melalui "[[spekulasi mata uang]] besar-besaran". Soros [[George Soros#Spekulasi mata uang|mengaku membeli]] ringgit saat nilainya jatuh dan melakukan [[jual kosong]] pada tahun 1997.
Baris 129:
=== Surat kabar ===
* Ngian Kee Jin (March 2000). [http://www.iseas.edu.sg/vr82000.pdf ''Coping with the Asian Financial Crisis: The Singapore Experience'']. Institute of Southeast Asian Studies. ISSN 0219-3582
* Tiwari, Rajnish (2003). [http://www.rrz.uni-hamburg.de/RRZ/R.Tiwari/papers/exchange-rate.pdf ''Post-crisis Exchange Rate Regimes in Southeast Asia''] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20060326181141/http://www.rrz.uni-hamburg.de/RRZ/R.Tiwari/papers/exchange-rate.pdf |date=2006-03-26 }}, Seminar Paper, University of Hamburg.
* Kilgour, Andrea (1999). [http://www.geogr.uni-goettingen.de/kus/apsa/pn/pn12/vietnam.html ''The changing economic situation in Vietnam: A product of the Asian crisis?''] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20080817000329/http://www.geogr.uni-goettingen.de/kus/apsa/pn/pn12/vietnam.html |date=2008-08-17 }}
* S. Radelet, J.D. Sachs, R.N. Cooper, B.P. Bosworth (1998). [http://www.jstor.org/view/00072303/di009478/00p0029t/0/ ''The East Asian Financial Crisis: Diagnosis, Remedies, Prospects'']. Brookings Papers on Economic Activity.
* [[Joseph Stiglitz|Stiglitz, Joseph]] (1996). [http://wbro.oxfordjournals.org/cgi/content/abstract/11/2/151/ ''Some Lessons From The East Asian Miracle'']. The World Bank Research Observer.