Leonardus Benyamin Moerdani: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
OrophinBot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (-\bdi tahun\b +pada tahun)
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.8
Baris 96:
Karier diplomatik Moerdani berakhir tiba-tiba ketika terjadi [[Peristiwa Malari]] di Jakarta pada bulan Januari 1974 dan dalam waktu seminggu setelah peristiwa itu, Moerdani telah kembali ke Jakarta. Presiden Soeharto segera memberinya posisi yang membuatnya memiliki banyak kekuasaan. Moerdani menjadi Asisten Intelijen Menteri Pertahanan dan Keamanan, Asisten Intelijen Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban ([[Kopkamtib]]), Kepala Pusat Intelijen Strategis (Pusintelstrat), dan Wakil Kepala Badan Koordinasi Intelijen Negara ([[Bakin]]).{{sfn|Pour|2007|p=184}}
 
Pada tahun 1975, Moerdani menjadi sangat terlibat dengan masalah [[dekolonisasi]] [[Timor Timur]]. Pada bulan Agustus 1975, Moerdani mulai mengirimkan tentara Indonesia dengan kedok relawan untuk mulai menyusup ke Timor Timur.{{sfn|Pour|2007|p=163}} Situasi diintensifkan pada tanggal 28 November 1975 ketika [[Fretilin]] memproklamasikan kemerdekaan Timor Timur. Operasi intelijen berhenti dan operasi militer, [[Operasi Seroja]] dimulai sebagai gantinya. Meskipun operasi itu bukan sebuah operasi intelijen, Moerdani terus terlibat, kali ini sebagai perencana invasi. Metodenya dalam merencanakan invasi memicu kemarahan dari rekan-rekan karena dilakukan tanpa sepengetahuan perwira komando tinggi, seperti Wakil Panglima ABRI [[Surono Reksodimedjo]] dan Pangkostrad [[Leo Lopulisa]] yang seharusnya terlibat dalam proses perencanaan.<ref>[{{Cite web |url=http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1994/05/28/0018.html |title=Area Studies: East Timor (r) |access-date=2008-06-05 |archive-date=2008-06-05 |archive-url=https://web.archive.org/web/20080605005857/http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1994/05/28/0018.html Area|dead-url=no Studies: East Timor (r)]}}</ref>
 
Pada 28 Maret 1981, [[Garuda Indonesia Penerbangan 206]], yang seharusnya terbang dari Jakarta ke Medan dibajak. Berita itu tiba ketika Moerdani di [[Ambon]] di mana ia menghadiri pertemuan Pemimpin ABRI bersama Panglima ABRI [[M. Jusuf]]. Moerdani segera meninggalkan pertemuan itu untuk pergi ke Jakarta dan mempersiapkan untuk mengambil tindakan, pesawat yang dibajak telah mendarat di [[Bandara Don Mueang]], [[Bangkok]]. Moerdani bertemu dengan Soeharto dan atas izin Presiden ia menggunakan kekuatan dalam upaya untuk membebaskan para sandera; dasar pemikirannya adalah bahwa para pembajak seharusnya tidak diperbolehkan untuk mengintimidasi pilot pesawat untuk terbang ke negara-negara lain.{{sfn|Pour|2007|p=213}}