Maulana Hasanuddin dari Banten: Perbedaan antara revisi

[revisi tidak terperiksa][revisi tidak terperiksa]
Konten dihapus Konten ditambahkan
Budak Plaju (bicara | kontrib)
Budak Plaju (bicara | kontrib)
Perbaikan....
Baris 35:
 
Namanya diabadikan sebagai nama Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten, di Kota Serang Banten yang terletak di Ciceri, Kota Serang dan Palima, Kota Serang.
 
== Pindah ke Palembang ==
Sebelum [[Kesultanan Palembang|Kesultanan Palembang Darussalam]] berdiri, tepatnya pada abad ke-16, berdiri [[kerajaan]] [[Kota Palembang|Palembang]]. Pendirinya adalah Ki Gede Ing Suro dan beberapa [[panglima perang]] dari [[Jawa]], tepatnya dari [[Kesultanan Demak|Demak]] dan [[Kesultanan Pajang|Pajang]]. Sekitar tahun [[1622]] sampai [[1643]], ketika Pangeran Ratu Sultan Jamaluddin Mangkurat IV atau Pangeran Sido Ing Kenayan berkuasa, hiduplah seorang [[panglima perang]] yang bernama Ki Bodrowongso atau Ki Agus Badaruddin Bodrowongso bin [[Fatahillah|Pangeran Fatahillah]] atau juga dikenal sebagai Panglima Bawah Manggis, beliau di Banten dikenal dengan nama Sultan Maulana Hasanuddin, beliau hijrah ke [[Kesultanan Palembang|Kesultanan Palembang Darussalam]] setelah beliau kalah perang dengan Portugis di [[Banten]]. Selain Ki Bodrowongso, seorang panglima perang lain bernama Jaladeri cukup terkenal di masa itu. Buku [[Sulalatus Salatin|Sejarah Melayu]] [[Kota Palembang|Palembang]] yang ditulis R.M. Akib menyebutkan bahwa Jaladeri memiliki seorang istri dan dua anak. Sang istri, Nyi Marta, suatu hari meminta Jaladeri beristri lagi. Menurut Nyi Marta, cukup memalukan jika seorang panglima hanya memiliki satu istri. Akhirnya Jaladeri menikahi seorang gadis cantik sebagai istri kedua. Pesta perkawinan dilangsungkan di Pedaleman atau [[istana]] Pangeran Sido Ing Kenayan atau yang dikenal sebagai Kuto Gawang, yang kini lokasinya dijadikan tempat beroperasi [[Pupuk Sriwidjaja Palembang|pabrik Pupuk Sriwijaya]]. Usai [[pesta]], istri kedua Jaladeri tidak langsung dibawa pulang. Dia ditahan di [[istana]]. Para perempuan di [[istana]] masih menaruh kekaguman atas kecantikan dan keelokan sang mempelai wanita. Mereka ingin melihat dan bercengkrama lebih lama dengannya. Tindakan tersebut membuat Nyi Marta menaruh curiga. Dia menduga ada rencana jahat orang-orang [[istana]] terhadap istri kedua suaminya itu. Dia juga curiga raja ingin merebut madunya. Nyi Marta menuturkan kecurigaannya pada sang suami. Hati Jaladeri terbakar. Tanpa pikir panjang, dia mengamuk di [[istana]]. Sebagian besar penghuni [[istana]] meninggal dunia, termasuk Pangeran Sido Ing Kenayan dan istrinya, Ratu Sinuhun, yang tidak memiliki keturunan. Sebelum mengamuk Jaladeri bahkan sempat membunuh kedua anaknya sendiri yang masih kecil. Di antara mereka yang selamat kemudian ada yang melapor kepada Ki Bodrowongso. Tindakan tegas segera diambil. Jaladeri pun tewas di tangan Bodrowongso. Meski demikian, Bodrowongso tak mau jadi raja. Dia menyerahkan kerajaan kepada kerabat Pangeran Sido Ing Kenaya. Dia tak ingin keturunannya terlibat konflik kekuasaan. Ketika tutup usia, Ki Bodrowongso dimakamkan di Kawasan [[Masjid Agung Banten]], tapi juga ada yang mengatakan di Sabokingking, [[Kota Palembang|Palembang]], satu areal dengan makam Pangeran Sido Ing Kenayan dan Ratu Sinuhun. Bodrowongso memiliki seorang istri dan lima anak. Dari kelima anaknya, tiga menurunkan gelar untuk masing-masing keturunannya.
 
* Ki Panggung mewariskan gelar Kemas,
* Ki Mantuk menurunkan Masagus, dan
* Kiagus Abdul Gani menurunkan Kiagus.
 
Khalifah Gemuk dan Ki Bodrowongso Mudo sama sekali tak mewariskan gelar untuk keturunan mereka. Kedua keturunan Bodrowongso ini bahkan tak muncul dalam [[Sulalatus Salatin|buku sejarah]] [[Kota Palembang|Palembang]] yang ditulis [[Belanda]], mungkin karena mereka tak punya gelar [[Priayi|priyayi]].<ref>[[Sulalatus Salatin|Sejarah berdirinya Kesultanan Palembang Darussalam]] di [https://www.indephedia.com/2019/01/sejarah-kesultanan-palembang-darussalam.html Indephedia]</ref>
 
== Rujukan ==