Keraton Kacirebonan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Fokus ke bangunannya
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Baris 23:
'''Kacirebonan''' berada di wilayah kelurahan Pulasaren Kecamatan [[Pekalipan, Cirebon|Pekalipan]], tepatnya 1&nbsp;km sebelah barat daya dari [[Keraton Kasepuhan]] dan kurang lebih 500 meter sebelah selatan [[Keraton Kanoman]]. Keraton Kacirebonan posisinya memanjang dari utara ke selatan (posisi yang sama dengan keraton-keraton lain di Cirebon) dengan luas tanah sekitar 46.500 meter persegi.<ref>[http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=218&lang=id Tim Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat. 2011. Keraton Kacirebonan. Bandung: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat]</ref>
 
Perlawanan Rakyat Cirebon berakhir setelah Pemerintah Hindia Belanda yang dibantu oleh pasukan Sultan Sepuh, berhasil menangkap Ki Bagus Rangin dan pemimpin perlawanan lainnya. Namun demikian, proses penangkapan Ki Bagus Rangin dilakukan dalam jangka waktu yang lama. Ki Bagus Rangin tetap melakukan perlawanan meskipun beberapa orang seperjuangannya dari kelompok Bagus Sidong, Bagus Arisim, dan Bagus Suwasa telah menyerah kepada Pemerintah Hindia Belanda. Mereka dan seluruh anggota kelompoknya kemudian menerima amnesti dari Pemerintah Hindia Belanda dan hanya dihukum tidak boleh melakukan tindakan kejahatan saja (Engelhard, dalam ''Indisch Archief tijdschrift,'' tahun 1850. Vol. 3).
Menurut Raden Hamzaiya ditengah situasi pergolakan masyarakat Cirebon tepat pada tanggal 1 September 1806 tercapai persetujuan antara pemerintah kolonial dengan Sultan Sepuh dan Sultan Anom untuk mengadakan perjanjian. Dalam perjanjian itu antara lain ditetapkan, bahwa Raja Kanoman beserta saudaranya dikembalikan ke Cirebon dan dinobatkan sebagai sultan. Orang-orang Cina tidak diizinkan lagi tinggal di daerah pedalaman dan para sultan tidak diperkenankan memeras rakyatnya.
 
Ternyata perjanjian itu tidak meredakan pergolakan rakyat daerah Jatitujuh dan sekitarnya. Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal H. W. Daendels (1808-1811) perlawanan rakyat justru makin meluas ke daerah Indramayu sebelah selatan. Tanggal 25 Maret 1808 Raja Kanoman, setelah dikembalikan dari tempat pembuangannya di Ambon, ia diangkat kembali oleh Daendels menjadi Sultan Kacirebonan. Akan tetapi, Daendels terus-menerus mengurangi kekuasaan sultan. Pada tahun 1809 daerah Cirebon dijadikan hak milik pemerintah Belanda. Para sultan dijadikan pegawai negeri dengan mendapat gaji dari pemerintah. Tanggal 2 Maret 1810 Sultan Kacirebonan, Raja Kanoman (Pangeran Suriawijaya) dipecat karena sikap dan tindakannya dianggap selalu menentang pemerintah, Tegas Raden Hamzaiya.
 
Pemecatan Sultan Kanoman menimbulkan kegelisahan di kalangan rakyat Cirebon karena mereka merasa kehilangan pemimpin yang membela kepentingan dan nasib mereka. Akibat tindakan Daendels yang tegas dan keras itu telah membawa ketegangan dan keresahan di segala lapisan masyarakat. Dengan tindakannya pula gerakan-gerakan perlawanan rakyat di daerah-daerah pedalaman yang semula akan padam, berkobar kembali, bahkan makin hebat.
 
Dalam pada itu Bagus Rangin berhasil menghimpun dan membina kembali para pengikutnya. Pengaruh Bagus Rangin di kalangan para pengikutnya dan masyarakat setempat pada umumnya sangat besar. Bagus Rangin sangat dipercayai dan diharapkan menjadi pemimpin oleh para pengikutnya. Begitu besarnya pengaruh Bagus Rangin sehingga ia dianggap sebagai titisan Ratu Adil yang akan melenyapkan kedoliman dan akan membawa keadilan dan kemakmuran bagi rakyat tambah Raden Hamzaiya
 
Perlawanan Rakyat Cirebon berakhir setelah Pemerintah Hindia Belanda yang dibantu oleh pasukan Sultan Sepuh, berhasil menangkap Ki Bagus Rangin dan pemimpin perlawanan lainnya. Namun demikian, proses penangkapan Ki Bagus Rangin dilakukan dalam jangka waktu yang lama. Ki Bagus Rangin tetap melakukan perlawanan meskipun beberapa orang seperjuangannya dari kelompok Bagus Sidong, Bagus Arisim, dan Bagus Suwasa telah menyerah kepada Pemerintah Hindia Belanda. Mereka dan seluruh anggota kelompoknya kemudian menerima amnesti dari Pemerintah Hindia Belanda dan hanya dihukum tidak boleh melakukan tindakan kejahatan saja (Engelhard, dalam ''Indisch Archief tijdschrift,'' tahun 1850. Vol. 3).
 
Dari pemaparan tersebut, jelaslah terlihat bahwa salah satu faktor terjadinya perlawanan rakyat Cirebon adalah berkaitan dengan persoalan hak waris Sultan Kanoman ke empat, Sultan Anom IV Muhammad Chaerudin yang seharusnya diberikan kepada putera mahkotanya yaitu Pangeran Raja Kanoman yang telah diasingkan Belanda ke Ambon dianggap sebagai penyebab timbulnya pemberontakan. Rakyat melakukan pemberontakan dan mengidentifikasi diri dengan Sultan Kanoman yang tercabut hak warisnya (Pengeran Raja Kanoman yang dibuang dan sulit mengklaim haknya).
 
Berkaitan dengan persoalan itu, maka Raden Hamzaiya mengatakan telah diselenggarakan perundingan di kalangan kerabat Kesultanan Kanoman yang salah satu hasil kesepakatannya adalah akan mengembalikan hak Pangeran Raja Kanoman sebagai sultan. Akan tetapi, kedudukannya itu tidak akan dikembalikan di lingkungan Keraton Kanoman karena di keraton tersebut telah bertahta Pangeran Raja Abu Soleh Immamudin sebagai Sultan Anom. Berkaitan dengan itu, disepakatilah bahwa akan dibentuk Kesultanan Kacirebonan dan menetapkan Pangeran Raja Kanoman sebagai sultan pertama Kacirebonan, tandas Raden Hamzaiya
 
== Arsitektur ==