Allah (Kristen): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 110:
{{blockquote|Jika kita berusaha membuat gambar Allah yang tidak kasatmata itu, maka sungguh berdosalah kita. Mustahil menggambarkan Dia yang tidak berjasad, tidak kasatmata, tidak terbatas, dan tidak berbentuk.}}
 
Sekitar tahun 790, [[Karel Agung]] memerintahkan penulisan empat jilid buku, yang kemudian hari dikenal dengan sebutan [[Libri Carolini]] (Kitab-Kitab Karel), untuk membantah gagasan yang keliru dipahami sidang majelis istananya sebagai maklumat-maklumat bersifat anti-ikon yang dikeluarkan [[Konsili Nikea II]] di Bizantium. Kendati tidak begitu dikenal pada Abad Pertengahan, buku-buku tersebut menguraikan unsur-unsur pokok dari pendirian teologis Katolik mengenai citra-citra suci. Bagi [[Gereja Barat]], citra-citra hanyalah barangbenda buatan seniman yang dimanfaatkan untuk menggugah indra umat beriman, dan sepantasnya dihormati lantaran subjek yang ditampilkannya, bukan lantaran barangbenda itu sendiri pantas dihormati.
 
[[Konsili Konstantinopel IV (Katolik Roma)|Konsili Konstantinopel tahun 869]] (dianggap ekumenis hanya oleh Gereja Barat) mengukuhkan keputusan-keputusan Konsili Nikea II dan melempangkan jalan bagi pemberantasan sisa-sisa gerakan ikonoklasme. Pada khususnya, kanon ketiga konsili ini mewajibkan citra Kristus dihormati sama seperti [[kitab Injil]]:<ref>Gesa Elsbeth Thiessen, 2005 ''Theological aesthetics'' {{ISBN|0-8028-2888-4}} halaman 65</ref>{{blockquote|Dengan ini kami nyatakan bahwa citra suci Tuhan kita Yesus Kristus, Pembebas dan Juru Selamat semua orang, harus dimuliakan dengan penghormatan yang sama kepada Injil-Injil kudus. Sebab sebagaimana melalui bahasa dari kata-kata yang terkandung di dalam kitab-kitab itu, semua orang dapat meraih keselamatan, demikian pula lewat tindakan yang dilakukan citra-citra itu dengan melalui warna-warnanya, semua orang berhikmat maupun wantahan, dapat memetik manfaat bagi dirinya.}}