I Gusti Ngurah Rai: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Glorious Engine (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Glorious Engine (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 189:
Usai pertempuran, Ngurah Rai mengadakan pertemuan dengan anggota markasnya. Posisi partisan dianggap kritis. Sebagai akibat dari korban jiwa dan terluka, serta desersi, jumlah pasukan berkurang hampir tiga kali lipat, amunisi dan makanan habis, para pejuang yang tersisa di barisan berada di ambang kelelahan fisik. Pendekatan ke gunung dari sisi barat diblokir oleh pasukan Belanda. Beberapa rekan Rai menyarankan untuk melawan balik ke Bali tengah, tetapi Rai menganggap kemungkinan kerugian yang tidak dapat diterima. Dalam keadaan demikian, ia memutuskan untuk membagi pasukan menjadi kelompok-kelompok kecil yang dapat turun di sepanjang jalur pegunungan, melewati lokasi unit-unit Belanda dan lalu menyebar ke seluruh pulau. Pembagian pasukan ini dilakukan dua hari kemudian di lereng utara gunung berapi. Sebagian besar partisan dikelompokkan menurut prinsip "rekan wilayah" dan maju menuju tempat asalnya. Dengan persetujuan Ngurah Rai, Kapten Markadi memutuskan untuk mengangkut "Pasukan M", yang telah menderita kerugian besar, kembali ke Jawa. Dengan Kapten Markadi, Ngurah Rai mengirimkan laporan kepada Staf Umum yang menjelaskan keadaan buruk gerakan partisan dan memberikan data rinci tentang disposisi, jumlah dan persenjataan pasukan [[Hindia Belanda|Belanda]] di Bali.{{sfn|Santosa et al.|2012|p=182}}
 
Setelah "Pawai Panjang" rampung, di bawah komando Ngurah Rai tinggal hanya sekitar 90 orang — kebanyakannyanyakebanyakan terdiri dari pejuang yang paling berpengalaman dan andal, hampir semuanya adalah pesertaanggota gerakan partisan Bali yang memiliki pendidikan militer Belanda serta sekelompok personel militer Jepang. Dalam berbagai sumber, jumlah personel Jepang yang memihak Ngurah Rai diperkirakan antara enam dan sepuluh orang serta setidaknya dua di antaranya adalah perwira. Unit sebesar 90 orang ini diberi nama "Ciung Wanara" yang diambil dari nama [[Ciung Wanara|tokoh mitologi Sunda]].{{sfn|Santosa et al.|2012|p=182}}{{sfn|Robinson|1998|p=149}}
 
"Ciung Wanara" dipersenjatai dengan tidak lebih dari 50 senjata ringan, 5 mortir, satu senapan mesin berat, dan 3 senapan mesin ringan dengan amunisi minimum. Karena kelangkaan persenjataan, Ngurah Rai lebih suka menghindari bentrokan dengan Belanda sampai ia menerima instruksi dari Staf Umum. Korps Belanda juga menahan diri dari tindakan militer, akibatnya, pada awal Agustus 1946, situasi di Bali menjadi cukup tenang. Pada bulan Oktober, faktor penstabil tambahan adalah gencatan senjata antara pasukan Indonesia dan Belanda, diumumkan di seluruh teater operasi. Setelah itu perwakilan pemerintah kedua negara mengadakan negosiasi dengan mediasi Inggris yang bertujuan untuk penyelesaian konflik secara damai.{{sfn|Robinson|1998|p=148—149}}