I Gusti Ngurah Rai: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Glorious Engine (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 87:
 
=== Konsolidasi pasukan anti-Belanda ===
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Berglandschap bij Moendoek TMnr 60017242.jpg|thumb|left|260px|Daerah di wilayah [[Munduk, Banjar, Buleleng|Munduk MalangBuleleng]] yang menjadi markas utama milisi Ngurah Rai pada bulan April-Mei 1946]]
 
Pada saat Ngurah Rai kembali ke Bali, sebagian besar pejuang resimennya yang tersisa berkemah di daerah pegunungan dekat desa [[Munduk, Banjar, Buleleng|Munduk, MalangBuleleng]] diyang bagianterletak di tengah pulau diatau berbatasan perbatasandengan [[kabupaten Tabanan]] dan [[Kabupaten Gianyar|Gianyar]]. Dia pergi ke sana setelah turun, ditemani oleh sebagian kecil dari Pasukan M. Dari sisa pejuang "Pasukan M", terbentuk beberapa kelompok yang pindah ke daerah lain di pulau itu untuk melakukan pengintaian dan mengorganisir gerakan gerilya.{{sfn|Santosa et al.|2012|p=135}}
 
Pergerakan Rai dan pasukannya dilakukan secara sembunyi-sembunyi, dengan sangat hati-hati, sehingga perjalanan ke Munduk Malang memakan waktu hampir dua2 minggu. Selama ini situasi di pulau itu semakin mencekam, terjadi serangkaian bentrokan antara pendukung kemerdekaan dengan militer [[Hindia Belanda|Belanda]]. Bentrokan paling signifikan terjadi pada 10 April di [[Kota Denpasar|Denpasar]] dekat barak garnisun Belanda dan pada 15 April di desa [[Penebel, Penebel, Tabanan|Penebel]] di kabupatenKabupaten Tabanan. Di sana, sekelompok republikan menyerang sebuah pos polisi.{{sfn|Agung|1996|p=9}}
 
Setibanya di desa Munduk pada 16 April, Ngurah Rai memerintahkan para pejuangnya untuk menahan diri dari bentrokan dengan Belanda. Mengikuti arahan dari [[komando]] tinggi, ia memusatkan upayanya untuk menyatukan kekuatan pendukung kemerdekaan. Pada hari pertama setibanya, ia bertemu dengan para pemimpin dua kelompok republik utama yang beroperasi di pulau itu, yang tiba di sanadisana - cabang-cabang lokal Pemuda Republik Indonesia dan [[Pemuda Sosialis Indonesia]], yang masing-masing memiliki regu tempurnya sendiri. Sebagai hasil dari pertemuan Ngurah Rai dengan para pemimpin kelompok pemuda, suatu struktur politik tunggal "Dewan Perjuangan Rakyat Indonesia Sunda Kecil" dibentuk yang juga dikenal di Bali dengan kependekan "Dewan Perjuangan". Markas Besar Umum dibentuk sebagai badan kontrol militer di bawah Dewan itu. Ngurah Rai terpilih sebagai Ketua Dewan dan pada saat yang sama menjabat sebagai Kepala Staf Umum. Kombinasi posisi seperti itu memungkinkan dia untuk berkonsentrasi di tangannya memimpin semua formasi militer dan sipil Provinsi Bali.{{sfn|Sejarah Kebangkitan Nasional|1984|p=157}}
 
Mengambil keuntungan dari kekuatan yang diperluas, Ngurah Rai memerintahkan untuk menarik hampir semua kekuatan di bawah kendalinya ke Munduk Malang. Di sisa pulau, diputuskan untuk meninggalkan hanya 6 pasukan yang sangat kecil. Selain itu, sebagian besar pejuang "Pasukan M" yang datang dari Jawa terus beroperasi di luar markas utama. Pada akhir Mei 1946, Ngurah Rai berhasil mengumpulkan sekitar satu setengah ribu orang di kamp dekat Munduk Malang, beberapa di antaranya adalah perempuan dan remaja. Sebagian besar tidak memiliki pengalaman tempur atau pelatihan militer; tidak lebih dari setengah dari para pejuang dilengkapi dengan senjata api. Ada beberapa [[mortir]] Jepang dan [[senapan mesin berat]], tetapi amunisinya kecil. Tidak semua anggota Staf Umum mendukung gagasan Ngurah Rai untuk menciptakan formasi partisan satu-satunya yang jumlahnya begitu besar: ada banyak yang menyarankan untuk membagi pasukan menjadi sejumlah regu kecil yang dapat beroperasi secara diam-diam dalam kondisi perjuangan partisan. Namun, tidak ada yang bertentangan, karena kekuasaan pemerintahan Ngurah Rai diakui tanpa syarat dan perintahnya dilaksanakan secara teratur.{{sfn|Robinson|1998|p=148—149}}<ref name="Munduk" />
 
Secara paralel, Ngurah Rai terus menjalin kontak aktif dengan para bangsawan Bali, berkoordinasi dengan mereka tentang taktik aksi melawan Belanda. Diketahui bahwa ia membujuk beberapa kenalannya yang bersimpati dengan gerakan republik untuk menerima posisi dalam struktur administrasi yang dibuat oleh penjajah untuk kemudian memberikan bantuan rahasia kepada para pejuang kemerdekaan.{{sfn|Robinson|1998|p=102}}
 
=== Pawai ke Gunung Agung ===
Belanda memantau kegiatan mobilisasi Ngurah Rai dan mendirikan beberapa pos militer di pangkalannya di Munduk MalangBuleleng, tetapi juga menahan diri dari aksi militer. Selain itu, komando "Gajah Merah", yang mencakup banyak perwira yang secara pribadi mengenal Rai dari dinas di Korps Prajoda, termasuk komandan kontingen, Letnan Kolonel ter Meulen, berharap dapat meyakinkan komandan pasukan Republik untuk meninggalkan konfrontasi. Pada tanggal 13 Mei 1946, perwira markas "Gajah Merah" yaitu Kapten J. B. T. Konig, salah satu dari dua perwira yang dibantu Rai untuk menyeberang dari Bali ke Jawa pada Februari 1942, mengirimnya dari dirinya sendiri secara pribadi serta atas nama komandan kontingen, pesan yang nadanya agak sopan dan penuh hormat dengan panggilan untuk masuk ke dalam negosiasi.{{sfn|Nyoman|1979|p=212}}
 
<div style="float:left; width:45%;">
Baris 165:
Surat telah kami terima dengan selamat. Dengan singkat kami sampaikan jawaban sebagai berikut:
 
Tentang keamanan di Bali adalah urusan kami. Semenjak pendaratan tentara tuan, pulau menjadi tidak aman. Bukti telah nyata, tidak dapat dipungkiri lagi. Lihatlah, penderitaan rakyat menghebat. Mengancam keselamatan rakyat bersama. Tambah-tambah kekacauan ekonomi menjerat leher rakyat.
 
Keamanan terganggu, karena tuan memperkosa kehendak rakyat yang telah menyatakan kemerdekaannya.