Cheng Ho: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Surijeal (bicara | kontrib)
Vandalism
Surijeal (bicara | kontrib)
→‎Cheng Ho dan Indonesia: This section is unreferenced, also Cheng Ho did not visit Cirebon: That account is made up, likely derived from Kronik Tionghoa Cirebon which is a hoax (see Cornelis Poortman)
Baris 91:
 
Cheng Ho mengunjungi Nusantara (Kepulauan Indonesia) sebanyak tujuh kali. Ketika singgah di [[Kesultanan Samudera Pasai|Samudera Pasai]], ia menghadiah Sultan Aceh sebuah lonceng raksasa "Cakra Donya", yang hingga kini tersimpan di museum [[Banda Aceh]].
 
Tahun 1405 Masehi, Cheng Ho berlabuh di Muara Jati, [[Kota Cirebon|Cirebon]], dan menghadiahi beberapa cindera mata khas [[Tiongkok]] kepada penguasa Cirebon. Ekspedisi pertama Cheng Ho dan pasukannya tersebut sebetulnya datang hanya untuk mengisi air bersih bagi kepentingan pasukan. Namun, mengisi air untuk armada Cheng Ho tentu saja membutuhkan waktu lama. Sebab, kapal-kapalnya besar dan jumlah penumpangnya banyak. Singgah di wilayah Cirebon dalam waktu lama tentu harus minta izin kepada penguasa lokal.
 
Itulah awal persahabatan Cirebon dengan Cheng Ho. Saat itu Kesultanan Cirebon belum ada. Masih di bawah kekuasaan '''Kerajaan Singapura (bagian dari [[Pakuan Pajajaran|Kerajaan Pajajaran]])'''. Baru pada 1430 Masehi, Kasunanan Cirebon berdiri. Dimulai ketika putra Kerajaan Pajajaran Pangeran Cakrabuana mendirikan Keraton Pakungwati.
 
Hampir semua wilayah Cirebon pernah didatangi Cheng Ho. Tapi, daerah yang menjadi tempat tinggal selama di Cirebon adalah kawasan Muara Jati. Daerah itu sekarang menjadi area makam Sunan Gunung Jati. Termasuk Indramayu dikunjungi dan konon mewakafkan Masjid Agung Indramayu (sekarang) dan beberapa jenis barang lainnya.
 
Cheng Ho memberikan hadiah berupa guci dan piring-piring dengan lafaz tauhid, yang sekarang masuk dalam pusaka keramat [[Kesultanan Cirebon|Kesultanan Kasepuhan Cirebon]] yang hanya boleh dilihat pada Jumat.
 
Kunjungan Cheng Ho juga banyak memberikan bantuan alih teknologi ke masyarakat Cirebon dan sekitarnya. Di antaranya adalah manajemen kesyahbandaran, dan pembuatan jala penangkap ikan. Sehingga hasil tangkapan nelayan Cirebon menjadi lebih banyak. Bukan hanya itu, prajurit Cheng Ho juga mengajarkan teknik bercocok tanam.
 
Sebagai tanda persahabatan juga salah satunya membangun mercusuar untuk mempermudah dalam mengontrol Pelabuhan Muara Jati.
 
Hubungan Cirebon dengan Tiongkok tak hanya sampai pada kunjungan Cheng Ho. Hubungan pernikahan juga terjadi antara Sunan Gunung Jati, pendiri Kesultanan Cirebon yang juga salah seorang Wali Sanga, dengan salah satu putri dari Tiongkok, yakni Putri Ong Tien Nio. Baju-baju peninggalan Ong Tien Nio sampai sekarang masih tersimpan di museum dalam Keraton Kasepuhan Cirebon.
 
Cheng Ho dan Sunan Gunung Jati memang beda zaman. Cheng Ho kali pertama datang ke Cirebon pada 1405, sedangkan Sunan Gunung Jati memerintah Cirebon mulai 1479.
 
Meski sempat lama singgah di Cirebon, tidak banyak petilasan Cheng Ho di daerah itu. Yang masih bisa dijumpai adalah bekas mercusuar di kawasan Muara Jati. Mercusuarnya sendiri roboh pada zaman Belanda. Kini satu-satunya ''landmark'' justru bangunan modern berupa replika kapal yang dibangun pengusaha Cirebon keturunan Tionghoa, yakni restoran berupa replika kapal Cheng Ho. Salah satu peninggalannya, sebuah Masjid Agung Indramayu dalam bentuk wakaf, yang dibangun piring keramik yang bertuliskan ayat kursi masih tersimpan di Keraton Kasepuhan Cirebon.
 
Pernah dalam perjalanannya melalui [[Laut Jawa]], Wang Jinghong (orang kedua dalam armada Cheng Ho) sakit keras. Wang akhirnya turun di pantai Simongan, [[Semarang]], dan menetap di sana. Salah satu bukti peninggalannya antara lain [[Kelenteng Sam Poo Kong]] (Gedung Batu) serta patung yang disebut Mbah Ledakar Juragan Dampo Awang Sam Poo Kong.
 
Cheng Ho juga sempat berkunjung ke [[Kerajaan Majapahit]] pada masa pemerintahan Raja [[Wikramawardhana]].