Mas Mansoer: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan |
kTidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 75:
== Keluarga ==
Ibunya bernama Raudhah, seorang wanita kaya yang berasal dari keluarga [[Sagipodin]]. Ayahnya bernama
== Pendidikan ==
Baris 102:
Mas Mansoer juga banyak menghasilkan tulisan-tulisan yang berbobot. Pikiran-pikiran pembaharuannya dituangkannya dalam media massa. Majalah yang pertama kali diterbitkan bernama ''Soeara Santri''. Kata santri digunakan sebagai nama majalah, karena pada saat itu kata santri sangat digemari oleh masyarakat. Oleh karena itu, ''Soeara Santri'' mendapat sukses yang gemilang. ''Djinem'' merupakan majalah kedua yang pernah diterbitkan oleh Mas Mansoer. Majalah ini terbit dua kali sebulan dengan menggunakan bahasa Jawa dengan huruf Arab. Kedua majalah tersebut merupakan sarana untuk menuangkan pikiran-pikirannya dan mengajak para pemuda melatih mengekspresikan pikirannya dalam bentuk tulisan. Melalui majalah itu Mas Mansoer mengajak kaum muslimin untuk meninggalkan kemusyrikan dan kekolotan. Di samping itu, Mas Mansoer juga pernah menjadi redaktur ''Kawan Kita'' di Surabaya.
Tulisan-tulisan Mas Mansur pernah dimuat di ''Siaran'' dan ''Kentoengan'' di Surabaya; ''Pengandjoer dan Islam Bergerak'' di Jogjakarta; ''Pandji Islam dan Pedoman Masyarakat'' di [[Kota Medan|Medan]] dan ''Adil'' di [[Kota Surakarta|Solo]]. Di samping melalui majalah-majalah, Mas Mansoer juga menuliskan ide dan gagasannya dalam bentuk buku, antara lain yaitu ''Hadits Nabawijah''; ''Sjarat Sjahnja Nikah''; ''Risalah Tauhid dan Sjirik''; dan ''Adab al-Bahts wa al-Munadlarah''. Beberapa dari tulisan-tulisan
== Kegiatan di Muhammadiyah ==
Baris 109:
=== Terpilih menjadi Ketua PB Muhammadiyah ===
Mas Mansoer dikukuhkan sebagai Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah dalam Kongres Muhammadiyah ke-26 di Jogjakarta pada bulan Oktober 1937. Banyak hal pantas dicatat sebelum Mas Mansoer terpilih sebagai Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah. Suasana yang berkembang saat itu ialah ketidakpuasan angkatan muda Muhammadiyah terhadap kebijakan Pengurus Besar Muhammadiyah yang terlalu mengutamakan pendidikan, yaitu hanya mengurusi persoalan sekolah-sekolah Muhammadiyah, tetapi melupakan bidang tabligh (penyiaran agama Islam). Angkatan Muda Muhammadiyah saat itu berpendapat bahwa Pengurus Besar Muhammadiyah hanya dikuasai oleh tiga tokoh tua, yaitu
Situasi bertambah kritis ketika dalam Kongres Muhammadiyah ke-26 di Jogjakarta pada tahun 1937, ranting-ranting Muhammadiyah lebih banyak memberikan suara kepada tiga tokoh tua tersebut. Kelompok muda di lingkungan Muhammadiyah semakin kecewa. Namun setelah terjadi dialog, ketiga tokoh tersebut ikhlas mengundurkan diri.
Baris 131:
== Pahlawan nasional ==
Atas jasa-jasanya, oleh Pemerintah Republik Indonesia ia diangkat sebagai [[Pahlawan Nasional Indonesia]] bersama
== Pranala luar ==
Baris 138:
{{kotak mulai}}
{{kotak suksesi|jabatan=[[Muhammadiyah#Daftar Pimpinan Muhammadiyah Indonesia|Ketua Umum Muhammadiyah]]|tahun=1936—1942|pendahulu=[[
{{kotak selesai}}
|